I Get Weak (1)

15.5K 830 1
                                    

Rani POV

"Halo Ren... bilang ke Rico ya, kalau gue mendadak ada urusan lagi." Kata gue menelepon Rena.

"Kata Edward lu tadi balik, kenapa ga ngomong langsung aja. Kok buru-buru gitu sih!?" tanya Rena.

"Ah... lu tanya Edward lebih detail gih. Oh iya, gue sama Rangga ga tidur di apartemen malem ini. Tapi Mbok Ijah ada di sana kok. Lu kalau mau numpang makan juga boleh."

"Ran, suara lu kok lunglai gitu sih?! Lu ga mau cerita apa-apa sama gue? Terus, lu kenapa ga pulang ke apartemen? Lu ada masalah??? Kok ga cerita ke gue?? Lu mau gue gagal fungsi jadi sahabat lu!" omel Rena.

Ah, bagaimana gue cerita ke Rena sekarang. Gue saja ga tahu bagaimana harus memulai ceritanya. Gue capek menangis, dan sekarang gue ada di mall dan duduk di salah satu restoran yang ada. Niat awalnya mau mencari dress, tapi rasanya ga mungkin. Pikiran gue kacau balau. Semua jadi terlihat sama!

"Nanti gue cerita. Udahan ya Ren..." kata gue lalu mematikan telepon secara sepihak.

Lagi-lagi gue menghela nafas. Memandangi hp gue, lalu gue benar-benar mematikan hp gue. Gue lelah dan gue harap bisa beristirahat hari ini saja.

Oh, kenapa gue jadi selemah ini? Kemana Rani yang dulu? Rani yang seorang pejuang? Rani yang selalu kuat dan berusaha? C'mon Ran, wake up!

***

Setelah ke salon dan membeli baju lengkap dengan tas dan sepatu, gue segera melajukan mobil pulang ke rumah. Ya, rumah gue.

"Kak, kemana aja?! Bukannya acara pemberkatan nikahnya jam lima? Sekarang tuh jam lima!!!" protes Rangga.

Ah iya... gue sampai lupa!

"Mau cerita sama Daddy?" tanya Daddy yang sudah mengenggam tangan gue.

Gue hanya bisa tersenyum pahit, dan berjongkok di samping kursi roda Dad. Gue jadi menyesal, pasti Dad sudah menunggu-nunggu sedari tadi. Lihat saja pakaiannya yang sudah rapi, bahkan usia dan kursi roda yang dipakainya ga mengurangi kegagahannya.

"Hanya masalah kecil Dad... it's ok." Kata gue.

"I know you're lying, princess." Kata Dad sambil mengelus rambut gue.

"Jangan bohong Kak..." kata Rangga sambil berjalan mendekat dan memeluk gue dari samping.

Ya. Tentu saja gue berbohong. Mungkin orang buta pun tahu kalau gue ga baik-baik saja. Mana mungkin orang yang baik-baik saja sekarang mulai meneteskan air matanya lagi!

Ya Tuhan, kenapa aku jadi selemah ini?

***

Untung saja make up gue waterproof, kalau ga gue pasti kerepotan sekarang. Untung saja gue masih bisa menutupi dengan bedak. Hanya saja, bengkak di mata gue yang ga bisa dihindarkan. Malu sih, tapi ya sudahlah. Mau bagaimana lagi? Salah gue juga menangis sampai terisak-isak.

Sebenarnya Dad bisa berjalan sendiri, hanya saja karena sudah lama Dad tidur dan ga menggerakkan kakinya, Dad ga bisa lama-lama berdiri. Jadi Dad memakai kursi roda, dan Rangga dengan senang hati membantu mendorongnya.

Acara pernikahan Merlyn benar-benar luar biasa! Ballroom yang luar biasa mewah ditambah lagi undangan yang hadir. Merlyn yang sedang ada di pelaminan pun tersenyum bahagia. Mau tak mau, gue pun tersenyum dan ikut mengantri untuk menyalami kedua mempelai.

"Mer.. selamat ya!" teriak gue saat menyalami Merlyn.

Tentu saja Merlyn terlihat sangat kaget karena kehadiran gue. Tapi Merlyn langsung memeluk gue dan mengucapkan terima kasih.

"Oh iya Mer, Daddy dateng ke acara ini! Nanti kamu temui dia ya. Dia agak kesusahan untuk naik ke sini. Tapi dia ada di sana kok!" kata gue sambil menunjuk ke arah Dad.

"Om Hendra dateng?!?" tanya Merlyn ga percaya.

Gue mengangguk, lalu tanpa menunggu lagi, Merlyn segera menarik suaminya dan berjalan ke arah Dad. Gue mengikuti dari belakang.

Merlyn menangis terharu karena melihat Dad bisa hadir di acara pernikahannya. Tentu saja, siapa yang dapat menyangka kalau Dad benar-benar sembuh total dan mengucapkan selamat kepada putri angkat yang sudah dia anggap sebagai putrinya sendiri.

Gue tentu ga iri sama sekali, karena gue juga mengenal Merlyn dari dulu. Merlyn itu sangat baik. Baik sekali! Juga cantik. Walau dia ga tinggal bersama kami, tapi perhatiannya sama kami itu selalu nyata. Karena itu, dia juga ga menolak saat lima tahun yang lalu gue memintanya untuk menemani gue bekerja di Bali.

Merlyn juga mengenalkan gue kepada anak-anaknya. Ah! Gue benar-benar ga menyangka akan menjadi seorang tante sekarang!

"Tante... ayo cini..." ajak Gissela, anak perempuan Merlyn.

Karena tangan gue ditarik-tarik, jadilah gue patuh dan mengikuti Gissela. Walau agak kesusahan karena gue memakai heels dan long dress. Setelah agak jauh dari kerumunan keluarga, Gissela terus menatap gue. Gue bingung dan berjongkok di depan Gissela.

"Ada apa, cantik?" tanya gue.

"Tante... kenapa cedih???" tanya Gissela cadel.

"Loh... tante ga sedih kok!!!" kata gue.

"Bohong. Tante habyis nangyis kan? Tuhh... matanya bengkak."

Ah malunya gue. Masa iya gue kepergok sama anak kecil? Tapi kalau anak kecil saja tahu, berarti semua orang juga tahu. Lagi-lagi gue menghela nafas. Entah sudah berapa kali dalam hari ini gue menghela nafas.

"Gissel!!! Kamu jangan hilang gitu aja! Nanti Mama marah loh!!!" omel anak laki-laki yang adalah kembaran Gissela. Gerald.

"Aduh Gelal.. Tante ini lagi cedih... jadi aku tuh temenyin." Kata Gissela membela diri.

Gue hanya bisa terkekeh geli melihat tingkah kedua anak di depan gue ini. Ah, seandainya enam tahun yang lalu gue ga keguguran, mungkin anak gue juga sebesar mereka.

"Emang Tante nangis karena siapa? Karena cowok ya Tan? Namanya siapa? Kayak gimana orangnya? Nanti Gerald sama Gissel cari orangnya!!!" kata Gerald penuh semangat. Gissel juga ikut mengangguk.

Lagi-lagi gue dibuat terkekeh karena semangat kedua anak kecil ini. Ah, seharusnya gue ga menanggapi mereka, tapi rasanya lucu juga. Lagipula mereka pasti ga mengenal Rico.

"Hm... namanya Erico Wiratmadja. Orangnya tinggi, ganteng, matanya abu-abu, hidungnya mancung, badannya tegap dan...."

"OM RICO???" seru Gerald dan Gissel berbarengan.

Loh, mereka kenal Rico?

"Kalian tahu?" tanya gue ragu.

"Tau donggg.. coalnya, tadi dikenalyin sama Papa Gissel." Kata Gissela.

"Kalau gitu, Gerald cari dulu orangnya! Nanti Gerald nasihatin!!!" kata Gerald lalu sudah berlari pergi.

Gue sudah memanggil-manggil, tapi Gerald keburu pergi jauh. Kok bisa sih dunia ini begitu sempit? Padahal gue kira dengan datang ke pesta ini, gue akan baik-baik saja. Gue sudah mematikan hp gue supaya ga bisa dihubungi Rico, gue ga pulang ke apartemen supaya ga ditemuin Rico, tapi ternyata... gue malah ada di ruangan yang sama dengan Rico!

"Ayo tante, kita ke balkon! Gelal bilang, kalau ada sesyuatu kita ketemuannya di sana!!!" ajak Gissela yang menarik-narik tangan gue.

Akhirnya gue hanya bisa patuh dan mengikuti Gissela. Padahal, gue belum menyiapkan hati gue untuk semua ini.

I have to be STRONG!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang