Gue hamil? Astagaaaaaaa....
Pikiran gue kacau. Rasa-rasanya sakit kepala gue yang berangsur-angsur hilang, kini kembali menyergap gue dengan rasa yang lebih parah. Rasanya kepala gue menampung beban yang berat sekali. Astaga astaga astaga!
Gue ga mungkin hamil kan? Gue ga mungkin hamil anak hasil pemerkosaan kan? Ini baru pertama kali buat gue dan gue langsung hamil? Astaga astaga astaga!
Gue ga bisa denger apapun yang Rico bilang. Entah permintaan maaf apa yang terus dia katakan, tapi yang jelas kepala gue terus berdenyut. Rasanya gue ingin berteriak sekeras-kerasnya. Gue marah, gue takut, gue sedih, kecewa, kesal! Gue .... Harus bagaimana?
Bagaimana dengan Rangga nanti? Bagaimana gue harus bilang semua ke Mbok Ijah? Bagaimana gue bisa bilang ke Dad? Mom... maafin Rani. Rani ga bisa jadi sekuat Mom.
NGGA!
Selama ini gue kuat, dan gue pasti masih kuat! Gue Cuma hamil, dan itu bukan hal besar yang perlu gue khawatirin. Hamil bukan berarti akhir dari dunia kan? Gue pasti bisa melewati semua. Hamil itu anugrah dari Tuhan, dan gue percaya Tuhan pasti masih melindungi gue. Gue tinggal percaya dan berusaha!
Ini demi orang-orang yang gue sayang. Demi Rangga, Dad, Mbok Ijah dan sekarang... demi janin yang gue kandung.
"Rico. Pulang." Kata gue menghentikan semua kata-kata maaf Rico.
"Ta-tapi ..." kata Rico ingin menolak.
"Lu ga usah merasa bertanggung jawab. Toh, lu ga tau kan ini anak lu atau bukan? Apa lu seyakin itu gue cewek baik-baik? Lu pulang dan istirahat. Wajah tampan lu udah berubah jadi sangat mengerikan. Lu pulang sama adik lu aja, jangan nyetir sendiri. Adik lu pasti sekarang ada di kamar Rangga. Besok kita bicarain lagi." Kata gue menatap kedua mata Rico penuh keyakinan.
Rico hanya bisa mengangguk lemah.
Gue meraih sebuah tombol untuk memanggil perawat. Saat perawat datang, gue minta perawat itu untuk memanggil adik Rico dari kamar Rangga. Sepuluh menit kemudian, Christine, adik Rico datang ke kamar gue. Christine masih terlihat takut-takut menatap ke arah gue.
"Gue mohon lu bawa kakak lu pergi dari sini. Dia butuh istirahat. Jangan biarin kakak lu bawa mobil, dia ga mungkin bisa selamat sampai di rumah. Lu bawa mobil kan? Nyetir hati-hati. " Kata gue selembut mungkin.
"I-iya." Jawab Christine terbata-bata.
"Oh iya. Lu ga perlu datang lagi jenguk Rangga. Mbok Ijah cerita, kalo lu lagi kuliah kan? Lu kuliah yang bener aja. Cepat-cepat jadi dokter. Pulanglah." Kata gue sambil tersenyum sesopan mungkin.
"Tapi sa-saya-.."
"Kita seumuran kok. Gue masih tujuh belas tahun. Jadi lu ga perlu sesopan itu." kata gue terkekeh.
"Lu ma-masih tujuh belas ta-hun?" tanya Christine kaget.
"Iya. Baru tiga bulan yang lalu. Kaget ya? Lu pikir gue setua apa?" kata gue.
"Gue kira lu seumur egh... kak Rico?" kata Christine ragu.
Gue tertawa kecil. Apa gue tampak setua itu ya? Gue langsung menggeleng ga percaya. Mungkin karena sikap gue yang kemarin terlampau kasar dan keras kepala kali ya, makanya Christine mengira gue sudah tua.
Gue melirik ke arah Rico. Bisa gue lihat kekagetannya yang sama persis dengan Christine. Wah, ternyata gue setua itu ya?
"Ga! Gue masih muda kok. Maaf gue kasar sama lu dan Rico. Sengaja atau ngga, lu udah nyelakain adik gue satu-satunya. Tapi biarlah. Toh, ga ada yang bisa diubah. Lu ga perlu merasa ga enak sama gue. Oh iya, kita belum kenalan kan?" kata gue sambil mengulurkan tangan kanan gue.
Dengan ragu, Christine meraih tangan gue.
"Christine Wiratmadja." Kata Christine memperkenalkan diri.
"Maharani Dewantara." Kata gue sambil tersenyum ramah.
Christine terbelalak kaget. Bahkan jabatan tangan gue ga dilepas. Christine menatap gue dan memperhatikan setiap senti wajah gue. Gue merasa agak risih.
"GUE DATENG KE PESTA ULANG TAHUN LU TIGA BULAN YANG LALU!" teriak Christine gempar.
Oh ya?
"Kak! Lu juga dateng ke pesta itu! Itu kan pesta ulang tahun anaknya rekan kerja lu!" tegur Christine.
Bisa gue lihat wajah kaget Rico yang bercampur dengan rasa bingung.
"Pesta lu tuh hebat banget! Udah kayak pesta pernikahan anak pejabat. Gue sampe iri setengah mati sama semua yang ada di pesta itu. Bahkan gaun lu tuh bagus bangettt!!!" seru Christine heboh.
Gue terkekeh.
Rico terlihat semakin bingung.
"Chris, emang iya?" Tanya Rico ga percaya.
"Gila lu kak! Dia ini anaknya om Hendra! Lu dateng ke pesta ulang tahun dia!!! Bukan pesta ulang tahun bapaknya, tapi lu ga tau sama sekali?! Bahkan itu pesta ulang tahun termewah yang gue datengin! Gue ga percaya lu lupa!" kata Christine kesal.
"Lu anaknya om Hendra?!" tanya Rico ga percaya.
Gue mengangguk pasti.
"Ta-tapi... lu...?"
"Gue miskin? Hanya berdua dengan adik gue? Dad ga ada? Gue kerja pagi sampai malam?" Tanya gue memastikan pertanyaan Rico.
Rico mengangguk lemah.
"Well. Wiratmadja Group dan Dewantara Industry Cuma pernah kerja sama sekali-dua kali kan? Mungkin lu belum denger kabar terbaru. Tapi, gue baik-baik aja kok sekarang ini. Dad ga tinggal sama gue dan Rangga. Tapi gue cukup menikmati semua ini." Jelas gue.
Rico dan Christine hanya bisa bertukar pandang. Bingung harus menanggapi dengan apa.
"Thanks lu berdua dateng ke pesta gue. Oh iya, lebih baik sekarang lu berdua pulang. Istirahat dan jangan kembali ke sini sampe besok. Mengerti?" kata gue setegas mungkin.
Rico dan Christine mengangguk. Lalu mereka pergi.
Akhirnya mereka pergi.
Gue segera melepas infus di tangan gue. Turun dari ranjang dan membongkar isi tas gue. Mengambil baju ganti dan segera berberes. Gue harus kerja! Malah mungkin gue harus cari kerja. Sekarang gue harus kerja keras demi satu nyawa lagi, jadi gue harus kuat!
Gue ga mungkin menikah dengan Rico dan manfaatin semua yang akan dia berikan buat gue. Gue ga mau! Gue akan berusaha sekuat tenaga gue untuk kehidupan keluarga gue. Untuk Dad, Rangga, Mbok Ijah dan calon anak gue.
Gue sadar kalau gue masih terlalu muda untuk hamil tapi bukan berarti gue ga sanggup!
Gue harus kuat!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
I have to be STRONG!
RomanceApa yang menjadi impian seorang gadis cantik, kaya, dan cerdas saat usianya menginjak tujuh belas tahun? Kematian orang tuanya kah? Kebangkrutan keluarganya kah? Adiknya koma kah? Atau kehancuran dirinya?