"Rangga... sudah makan?" tanya gue saat gue baru saja sampai di depan pintu rumah gue.
Rangga menunggu gue pulang?
"Kak, kita makan bareng-bareng ya?" ajak Rangga sambil menarik tangan gue.
Gue tersenyum. Kenapa gue lupa kalau gue masih punya Rangga yang harus gue jaga? Gue sekarang wali Rangga, gue satu-satunya yang bisa menjaga Rangga sekarang. Mom sudah ga ada. Dad masuk ke rumah sakit jiwa.
Gue harus kuat!
"Kak, jangan sedih sendirian! Kakak masih punya Rangga." Kata Rangga saat gue baru saja selesai makan dan beranjak pergi meninggalkan meja makan.
Gue berjongkok dan memeluk Rangga. Rasa-rasanya gue malu sekali harus menangis di depan Rangga. Rangga terus mengelus rambut gue, membisiki gue dengan segala kata-kata yang bisa dia ucapkan.
Terima kasih, Rangga!
***
Untung saja Rangga sudah selesai ujian akhir semesternya di kelas dua SD. Jadi, Rangga tinggal menunggu pengambilan rapot saja. Gue sendiri selama seminggu ini sibuk mondar mandir untuk mengurus kepindahan rumah, barang-barang yang perlu dibawa, mencari pekerjaan dan memikirkan bagaimana melunasi hutang.
Perhiasan Mom sudah gue jual semua. Jam tangan, tas, sepatu, semua yang bisa dijual sudah gue jual semua. Tapi uang yang gue dapat hanya bisa membayar setengah dari hutang yang ada. Akhirnya gue menjual semua mobil, memecat semua pelayan, menjual tv dan semua perabotan yang ada.
Jujur saja, rumah gue nyaris kosong!
Gue meminta bantuan ke semua orang. Saudara sepupu gue, om dan tante gue, bahkan teman-teman gue. Tapi sepertinya percuma, ga ada satu orang pun yang mau membantu gue. Bahkan ga sedikit yang menghina dan merendahkan gue karena gue yang tiba-tiba miskin.
Gue Cuma bisa menghela nafas dalam. Jadi semua ini hanya karena uang saja?
"Rangga... kita pindah dari rumah ini ya?" kata gue ke Rangga saat baru saja selesai sarapan.
"Kemana Kak? Rangga sih ga masalah. Asal bisa terus sama kak Rani." Kata Rangga polos.
Gue tersenyum. Rangga memang cukup dewasa untuk anak seusianya. Dia bisa mengerti dengan baik kalau keadaan sedang sulit. Karena itu, gue ga ragu untuk menjelaskan semua permasalahan yang ada ke Rangga dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Rumah yang gue beli jauh lebih kecil daripada rumah gue sebelumnya. Bahkan kalau diukur, rumah yang gue beli ini hanya seperduapuluh dari rumah gue sebelumnya. Hanya rumah satu lantai, ada dua kamar yang masing-masing dilengkapi dengan kamar mandi, ruang tamu seadanya, dapur, meja makan, dan taman kecil.
Untung saja, gue ga Cuma berdua dengan Rangga. Mbok Ijah yang sudah bekerja dari sejak gue masih kecil setia mengikuti gue dan Rangga. Berulang kali gue bilang ke Mbok Ijah kalau gue ga sanggup membayar gajinya seperti Dad dan Mom, tapi Mbok Ijah bilang ga masalah. Asal dia bisa bersama gue dan Rangga. Bahkan Mbok Ijah bilang ga digaji juga ga apa, karena dia sudah menganggap gue dan Rangga seperti anaknya yang sudah lama meninggal.
Gue dan Rangga sekarang ini seperti Mbok Ijah, kami bertiga hanya sebatang kara tinggal di dunia ini. Kami ga bisa bergantung pada siapapun sekarang. Hanya bisa berdoa dan berusaha keras.
***
"Mbok, jaga Rangga ya. Rani mau kerja dulu." Kata gue pamit.
"Neng Rani, pulang malam lagi?" tanya Mbok Ijah khawatir.
"Iya. Kalau ngga sampai malam, takutnya uang sekolah Rangga nanti ga ketutup." Kata gue jujur.
"Hati-hati ya Neng Rani. Mbok pasti jaga Rangga dengan baik." kata Mbok Ijah.
Gue melangkah berat pergi meninggalkan rumah. Sudah sebulan ini gue bekerja dimana-mana. Dari pagi sampai subuh. Gue bahkan merasa badan gue udah mulai remuk, tapi gue ga boleh berhenti kerja. Gue harus kerja demi Rangga, demi pengobatan Dad dan demi Mbok Ijah.
Hutang perusahaan sudah tertutup berkat penjualan mobil Dad yang baru saja keluar bengkel. Sekarang gue sudah bisa bernafas lega dengan berusaha bekerja demi kelangsungan hidup saja, ga terbeban hutang.
Untuk gue yang belum pernah bekerja sama sekali, gue sudah melampaui harapan! Gue bekerja dari pagi sampai sore di sebuah restoran cukup terkenal sebagai pelayan. Setelah itu gue bekerja di sebuah kafe dari sore sampai tengah malam di kafe sebagai pelayan juga.
Lelah, tapi gue harus kuat!
"Hai cantik!" panggil seorang lelaki di belakang gue.
Gue segera mempercepat langkah gue. Ini sudah jam dua belas malam dan jalanan sepi. Gue semakin takut, bagaimana kalau lelaki itu orang jahat?! Ga mungkin ada yang menolong gue, bahkan dari tempat gue berdiri sampai ujung jalan ga ada orang sama sekali!
Sial! Orang itu sudah menggengam tangan gue dan menarik gue kasar ke sebuah gang sempit.
"LEPASSS!" teriak gue.
Gue berusaha meronta sekuat tenaga, tapi sia-sia! Lelaki di depan gue ini punya tenaga yang lebih besar dari gue. Gue berusaha mendorong, menendang dan memukul tapi semua ga berarti apa-apa.
Gue bisa merasakan bibir gue dilumat kasar dan seluruh badan gue diraba oleh orang brengsek ini! Sial, gue bahkan ga bisa melihat apa-apa di gang sempit ini.
Sebelah tangan bebas orang brengsek ini menahan tangan gue kuat di atas kepala dan sebelah lagi sudah merobek baju gue, menyingkap rok gue dengan cepat, dan memasukkan jarinya ke daerah kewanitaan gue!
BRENGSEK!!!
Ga ada suara yang bisa keluar dari mulut gue karena ciuman bertubi-tubi orang brengsek ini! Gue ga kuat lagi saat sesuatu di bagian bawah tubuh gue robek dan sakit luar biasa menyebar langsung ke seluruh tubuh gue.
"AARGGGGGHHHHHH!" erangan gue berhasil lolos saat orang brengsek itu melepas mulut kotornya dari gue.
Sakit!!!
"You are such a beautiful creature, honey!" kata orang brengsek itu saat gue merasakan cairan masuk ke dalam tubuh gue.
BRENGSEK!!!
Pegangan di tangan gue sudah melonggar, segera gue manfaatin kesempatan itu untuk mencengkram lengan orang itu keras dan menusukkan kuku-kuku tajam gue menembus kulitnya, gue bahkan sempat membuat goresan panjang! Gue bisa pastikan itu akan berbekas seumur hidup!!!
Orang brengsek itu mengerang sakit dan gue segera mendorong orang itu menjauh dari gue, melepaskan kejantanannya dari gue, dan gue segera mengambil tas gue berlari meninggalkan gang itu sekuat tenaga sambil membetulkan rok gue dan menutup badan gue sebisanya!
Rasanya perih sekali! Gue sudah ga sanggup berlari lagi. Gue berhenti di pinggir jalan, menangis dan menumpahkan semua ketakutan gue.
Bagaimana mungkin di usia gue yang baru tujuh belas tahun lewat dua bulan gue udah kehilangan semua, bahkan keperawanan gue oleh seorang yang bahkan gue ga kenal!
Gue harus apa??! Gue harus bagaimana?!
![](https://img.wattpad.com/cover/27718375-288-k540057.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I have to be STRONG!
RomanceApa yang menjadi impian seorang gadis cantik, kaya, dan cerdas saat usianya menginjak tujuh belas tahun? Kematian orang tuanya kah? Kebangkrutan keluarganya kah? Adiknya koma kah? Atau kehancuran dirinya?