New Life (3)

14.9K 920 0
                                        

Erico POV

"Selamat pagi."

"Ya, selamat pagi." Sahut gue lalu melihat orang terakhir yang akan gue interview untuk divisi keuangan. Lebih tepatnya, manajer keuangan yang baru.

Saat gue melihat wanita itu, semua rasa yang gue tahan selama lima tahun kembali datang menyergap gue. Rani...

Gue kaget, tapi bisa gue lihat Rani juga kaget.

Di antara gue maupun Rani, ga ada yang bicara. Kami terdiam lama sekali, sampai seseorang di samping gue memanggil gue dan menyadarkan gue.

"Eh, iya maaf. Bisa kalian semua tinggalkan saya dengan wanita ini. Saya mengenal wanita ini." Kata gue tanpa melepaskan pandangan gue ke Rani.

Tidak butuh lama, ruangan itu benar-benar tinggal gue dan Rani. Gue masih terduduk dan Rani masih berdiri di tempat masing-masing. Mata kami saling menatap dan mengunci. Tidak ada satupun dari kami yang bersuara.

Gue sendiri masih ga percaya karena setelah menunggu selama lima tahun, akhirnya gue menemukan Rani di perusahaan gue sendiri.

Rani masih sama. Dia masih seperti dulu. Rambut yang tergerai sebahu, mata cokelat yang selalu gue rindukan, wajahnya yang mungil...

"Apa kabar, Ran?" kata gue memecah keheningan.

"Baik." Jawab Rani singkat.

Gue bangkit dari tempat duduk gue, berjalan maju ke arah Rani. Sungguh, gue rindu dengan wanita yang ada di hadapan gue ini, dan detik itu juga gue langsung menarik Rani ke dalam pelukan gue.

I miss her

"Ric-Rico.." panggil Rani tercekat.

"Gue mohon, sebentar aja Ran. Gue kangen sama lu." kata gue mengeratkan pelukan gue.

Rani kembali terdiam, tapi tak lama gue bisa merasakan tangan Rani melingkar dan membalas pelukan gue. Rasanya gue ingin sekali menghentikan waktu detik ini juga.

Perlahan gue lepasin pelukan gue. Menatap Rani sedalam mungkin. Mencari tahu apakah Rani juga merindukan gue. Sayangnya... gue ga menemukan apapun.

Huff... apa memang Cuma gue yang punya perasaan ini?

"Kenapa lu ikut interview?" Tanya gue akhirnya.

"Gue mau ngelamar kerja." Jawab Rani.

"Ngelamar kerja?" tanya gue sambil menaikkan sebelah alis.

"Iya." Jawab Rani singkat.

Gue segera kembali ke meja gue dan mengambil map berisi CV dan surat lamaran Rani. Segera gue baca dengan cepat dan ... wow! Rani udah menyelesaikan S2-nya di.... Jogja?!

"Lu di Jogja selama ini?" Tanya gue sambil terus membaca CV Rani.

Rani mengangguk.

Untuk persyaratan, Rani sudah lewat kok. Tapi sayang, dia ga punya pengalaman kerja. Eh, pengalaman kerja?

"Lu ga punya pengalaman kerja?" tanya gue.

"Gue ga kerja apa-apa di Jogja. Gue Cuma kuliah." Jawab Rani singkat dan padat.

Dia pernah jadi CEO perusahaan Wiratmadja Group di Bali. Dia kira itu bukan pengalaman kerja?

"Well, gue ga bisa terima lu kerja di sini, Ran." Kata gue jujur.

Rani langsung terbelalak tidak percaya. Yah, tapi ini memang kenyataannya. Rani ga bisa diterima kerja di perusahaan Wiratmadja Group manapun.

"Ke-kenapa?" tanya Rani terbata-bata.

Gue langsung mengeluarkan hp, lalu menelepon Papa.

"Halo, Pa. Lima tahun kemudian, akhirnya wakil direktur kita kembali dengan melamar kerja di perusahaan kita. Papa mau bicara sama dia?" kata gue panjang lebar saat telepon baru saja diangkat.

"Kasih teleponnya ke Rani."

Gue langsung kasih hp gue ke Rani. Rani ragu untuk mengambil hp gue. Jadi gue langsung menekan tombol loudspeaker.

"Rani? Kamu di sana?"

"I-iya. Selamat pagi, Om." Jawab Rani ragu-ragu.

"Kata Rico, kamu melamar kerja di perusahaan ya?"

"Iya." Jawab Rani singkat.

"Kamu ga bisa diterima di perusahaan Wiratmadja, Rani."

Tuh kan? Gue udah bilang apa. Rani malah semakin kaget dan ga percaya.

"Kamu kan masih jadi wakil direktur perusahaan Wiratmadja Group! Mana bisa ngelamar kerja??? Sudah, kamu langsung naik ke ruangan kamu dan beres-beres saja. Kamu harus mulai kerja dan membayar cuti kamu selama lima tahun ini!"

Rani semakin melotot mendengar penjelasan Papa.

"Rani, kamu masih di sana?"

"I-iya. Ta-tapi... kapan saya jadi wakil direktur? Maaf, bukannya saya menolak jabatan tersebut?" Tanya Rani hati-hati.

"Rangga sendiri yang minta ke saya. Bukannya kamu yang meminta Rangga? Kalau kamu ga percaya, tanyakan pada Rangga. Oh, dan kalau ada apa-apa, kantor kamu di sebelah kantor Rico. Selamat pagi."

Tut tut tut...

"Ruangan lu ada di lantai 20. Lu masih belum punya sekretaris, jadi lu boleh cari sendiri. Mau bareng gue ke atas?" tawar gue.

Rani masih mematung di tempat.

"Ranii!!!" panggil gue menyadarkan Rani.

"Gue mau orang yang sebelum gue masuk ke sini yang jadi sekretaris. Boleh?" Tanya Rani.

Gue mengangguk dan tersenyum. Senang akhirnya Rani ga akan jauh lagi dari gue.

"Ric, gue boleh minta tolong?" tanya Rani lagi.

"Apapun buat lu, Ran."

"Boleh kita pura-pura ga kenal? Gue ga mau jadi gossip. Gue terima posisi ini, tapi dengan syarat itu. Gimana?" Tawar Rani.

Ha? Ini Rani seriusan???

"Gue serius!" jawab Rani.

Tapi mana mungkin bisa? Udah jelas-jelas dia dan gue saling kenal. Lagian, semua orang juga nantinya bakal tau kalau Papa tanpa sengaja datang ke kantor.

"Iya sih, gue ga mungkin bisa pura-pura di depan orang tua lu. Tapi..."

Bukannya bakal lebih heboh kalau misalnya diketahui orang-orang setelah sebulan lebih?

"Aduh, Ric! Lu jangan bikin gue bingung dong!" Rengek Rani.

Ehhh... bentar. Kok Rani bisa jawab apa yang gue pikirin? Ini sama persis kayak enam tahun yang lalu. Rani beneran punya indera keenam ya?!

"Ya enggak punya lah! Lu kok sampai enam tahun berlalu masih mikir yang enggak-enggak sih!" omel Rani.

Gue ga ngerti deh.

"Ya udah. Lu mulai kerja dari hari ini aja. Nanti urusan karyawan kantor, gue yang bikin gossipnya. Temen lu yang lu mau jadiin sekretaris, suruh hari ini kerja aja. Gue duluan ya." kata gue lalu pergi.

Hati gue terlalu bahagia dengan semua ini. Rani bakal ada di lantai yang sama dengan gue dan dia ga akan pergi kemanapun lagi. Yah, setidaknya hanya dengan cara ini gue bisa ada di dekat Rani.

I have to be STRONG!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang