Bitter or Sweet 17th (1)

50.4K 1.4K 9
                                    

"Maharaniiiiiii! Happy sweet seventeenth yaaaa! Wish you all the best!"

"Terima kasih!" ucap gue tulus sambil menyalami satu per satu orang yang mendatangi gue memberi ucapan selamat.

Ini salah satu dari ulang tahun terhebat dalam hidup gue. Bukan bermaksud sombong sih, tapi sebagai putri keluarga Dewantara yang sangat kaya raya, gue sangat berlebih! Bahkan pesta ulang tahun gue yang ketujuh belas ini aja sudah seperti pesta pernikahan anak pejabat!

Lihat saja, ballroom mewah, undangan seribu orang, kue ulang tahun yang bertingkat-tingkat, gaun yang gue pakai....

Gue ga pernah kekurangan sedikit pun!

"Kak Rani!!! Selamat ulang tahun yaaaaa..." teriak Rangga, adik laki-laki dan satu-satunya saudara kandung yang gue punya.

"TERIMA KASIH RANGGA!!!" seru gue sambil sedikit membungkuk, mensejajarkan tinggi gue dengan adik gue.

Rangga yang masih berusia tujuh tahun langsung memberikan gue sebuah kantong berukuran sedang sambil tersenyum lebar.

"Apa ini?" Tanya gue bingung sambil meraih kantong tersebut.

"KADO BUAT KAK RANI DARI RANGGA!!!" teriak Rangga bangga.

Kado buat gue? Rangga ngasih gue kado? Gue dengan cepat langsung membuka isi kantong tersebut, dan gue langsung terkejut!

"Maaf kak Rani, tapi tabungan Rangga Cuma sedikit. Jadi Rangga ga bisa beliin Kak Rani yang semewah kado dari Daddy dan Mommy." Kata Rangga menunduk sedih karena gue ga kunjung mengucapkan apa-apa.

Astaga Rangga!!! Kamu salah!!!

"Rangga! Kakak seneng banget kamu beliin kakak sepatu!" kata gue sambil meraih Rangga dalam pelukan gue.

"Beneran, kak?" Tanya Rangga ga percaya.

"Iya!" jawab gue jujur.

Yah, mungkin memang ga semewah mobil BMW keluaran terbaru yang Daddy kasih ke gue, ataupun sekotak perhiasan lengkap ternama dari Mom. Gue juga punya banyak banget deretan sepatu koleksi gue. Tapi gue seneng banget karena ini dari Rangga! Sepatu converse dengan warna pink yang adalah warna favorit gue, dan itu semua dari tabungan Rangga!

Rangga pernah bilang ke gue, kalau uang tabungan yang dia punya mau dia beli mainan yang dia mau. Dia ga mau menyusahkan Daddy dengan keinginannya. Tapi sekarang uang Rangga digunain buat beli sepatu ulang tahun gue!

Oh Rangga! Adik gue tersayang!!!

Jujur aja, gue merasa sangat bosan selama sepuluh tahun pertama kehidupan gue karena gue anak tunggal. Tapi saat Mom hamil dan melahirkan Rangga, kehidupan gue penuh dengan warna! Rangga selalu mengikuti gue, Rangga selalu membuat gue tertawa, Rangga selalu memeluk gue kalau gue lagi sedih. Rangga itu adik gue nomor satu!

"Makasih ya Rangga! Kak Rani bakal pakai sepatunya." Kata gue melepas pelukan dan menatap Rangga yang tersenyum senang.

Rangga itu adik gue satu-satunya, dan gue berjanji gue akan selalu jaga Rangga dari orang-orang jahat!

Ulang tahun kali ini benar-benar luar biasa! Gue bahagia karena gue masih memiliki semuanya. Orang tua yang sayang sama gue, adik gue yang ganteng dan baik hati, teman-teman yang perhatian, dan semua yang bisa gue miliki saat ini. Rasanya gue benar-benar bersyukur atas semua ini!

Acara hari ini selesai jam sebelas malam. Untung aja besok itu hari Minggu, jadi gue bisa menikmati tidur nyenyak dan mimpi indah sampai puas! Ehhh... walau besok hari Senin juga ga masalah sih, toh gue juga sudah lulus ini. Tinggal tunggu masuk kuliah aja.

Rasanya ga sabar memulai semua hal baru dalam hidup gue.

Sekarang gue sudah tujuh belas tahun dan gue rasa, hidup gue baru aja di mulai!

***

Minggu sore yang sangat tenang dan menyenangkan. Hari ini gue bangun jam sembilan pagi, sarapan lalu menikmati hari dengan menonton film bersama Rangga. Orang tua gue lagi pergi karena punya acara masing-masing. Sedangkan gue, ga ada acara.

"Kak Rani... telepon Mommy dong!" kata Rangga tiba-tiba.

Telepon Mom?

"Kenapa?" Tanya gue bingung.

Rangga yang sedari tadi duduk di karpet langsung bangkit berdiri dan duduk di sebelah gue, di sofa. Rangga terlihat pucat pasi, bahkan matanya berkaca-kaca.

"Rangga ngerasa ada sesuatu sama Mom..." kata Rangga yang sudah menggoyang-goyang tangan gue.

Gue bingung. Memang sih, Rangga itu dekat sekali dengan Mom. Tapi, apa benar Rangga ngerasa ada sesuatu terjadi sama Mom? Tapi kalau ada sesuatu, pasti akan ada telepon ke rumah kan? Lagipula, Mom Cuma pergi arisan. Mom juga diantar oleh supir, pasti baik-baik aja.

Rangga ga berhenti merengek, bahkan sekarang dia menarik tangan gue untuk segera menelepon Mom. Akhirnya gue menyerah saat Rangga mulai menangis. Gue langsung mengambil hp gue dan menelepon Mom. Di detik ketiga, telepon di angkat.

"Halo? Apa Anda keluarga dari pemilik handphone ini?"

Loh? Bukan suara Mom.

"Iya. Saya anaknya." Kata gue setengah bingung.

"Ibu Anda mengalami kecelakaan hebat, dan baru saja diantar ke rumah sakit Persada. Saya perawat yang bertugas menghubungi keluarga pasien. Mohon Anda segera datang kemari."

TIDAK MUNGKIN!

Gue segera mengenggam tangan Rangga dan terburu-buru berlari keluar dari pintu rumah. Gue segera memanggil supir keluarga gue dan memintanya untuk mengantar gue ke rumah sakit.

Rani... tenang! Mom pasti baik-baik aja.

Gue menjelaskan sebaik dan sehalus mungkin ke Rangga yang sudah mendesak gue dengan berbagai pertanyaan. Tapi tidak berhasil, Rangga menangis dan gue semakin panik! Gue berusaha tenang. Gue perlu menelepon Dad!

Sesampainya di rumah sakit, gue langsung bertanya ke perawat yang ada di sana. Perawat tersebut langsung mengantarkan gue ke sebuah ruangan. Tangan gue bergetar hebat saat membuka pintu ruangan tersebut.

Saat pintu terbuka, air mata gue tumpah semua.

"Saya sudah berusaha semampu saya, tapi Tuhan berkehendak lain. Kecelakaan yang dialami ibu Anda sangat parah dan menyebabkan pendarahan parah di kepalanya. Tulang rusuknya pun patah dan menusuk organ-organ vitalnya. Saya turut berduka cita." Kata seorang dokter yang ada di ruangan itu lalu berjalan pergi.

Gue ga sanggup lagi, rasanya kaki gue lemas. Mom terbaring di ranjang dengan kain putih yang menutupi sekujur tubuhnya, bahkan kepalanya pun tidak terlihat. Dengan tangan yang bergetar, gue mencoba untuk membuka sedikit bagian kain putih yang menutupi kepalanya.

Tidak! Tidak mungkin! Ini benar-benar Mom! Mom benar-benar meninggal. Rangga menangis keras, gue sendiri sudah tidak sanggup berdiri. Gue jatuh terduduk di lantai.

Mom, Rani baru ulang tahun ke tujuh belas. Kenapa Mom sudah pergi meninggalkan Rani?!

I have to be STRONG!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang