I am Tired... (3)

18.1K 974 2
                                        

Rico POV

Satu pukulan telak langsung gue lemparin ke muka cowok brengsek itu! Brengsek! Berani-beraninya dia nyentuh Rani!

Gue langsung membalikkan badan dan menatap Rani dengan segala amarah yang tersisa. Gue marah! Kenapa Ran!!!

Gue langsung melepas jaket kulit gue dan memakaikannya di badan Rani. Membetulkan rok Rani yang udah tersingkap dan memamerkan paha mulus dan celana dalamnya yang udah ga di tempatnya. Brengsek!

Gue langsung menggendong Rani keluar dari klub dan membawa dia ke mobil gue. Gue langsung melajukan mobil gue ke arah apartemen gue yang ga jauh dari sana, menarik Rani keluar dan menyeretnya masuk ke dalam lift.

Sesampainya di lantai sepuluh, gue langsung menarik Rani ke flat gue. Enam digit angka dan pintu flat gue terbuka. Gue langsung menarik Rani masuk dan menghempaskan dia di sofa.

Rasa-rasanya gue pengen berteriak gila ke arah Rani, tapi gue ga bisa! Siapa gue sampe gue bisa neriakin dia karena kelakuannya?! SIAPA?!

Rani terus terdiam sejak gue bawa dia keluar dari klub. Bahkan dia hanya duduk diam selama gue terus mondar mandir dan nyaris gila karena semua pikiran gue! Apa Cuma gue yang merasa gila di sini? Apa gue satu-satunya yang merasa semua gila dan kacau di sini?!

"Maharani.." panggil gue menahan semua rasa yang menggila di dalam hati gue.

"Apa?" Tanya Rani tanpa menoleh melihat gue yang berdiri di depannya.

"Kita harus bicara." Kata gue setenang mungkin.

"Silahkan." Kata Rani tenang.

Kenapa Rani bisa tenang sekali?!

Gue menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan. Berat rasanya untuk memulai sesuatu, bahkan ini lebih berat daripada memulai suatu pembicaraan mengenai kerja sama dengan perusahaan besar!

Gue menjatuhkan diri ke sofa di depan Rani, menatap Rani marah dan kesal, tapi juga kecewa dan sedih.

Pikiran gue terus melayang ke setiap kejadian yang terjadi sebulan belakangan ini. Gue bosen dengan rutinitas gue yang Cuma kerja, kerja dan kerja. Mama mendesak gue untuk segera mencari istri, sedangkan gue ga tertarik membawa satu cewek pun jadi pacar gue. Belum lagi Papa yang terus menempa gue buat jadi penerus perusahaan besarnya!

Malam itu gue pergi ke klub, minum sampai mabok dan hilang kendali. Baru saat gue merasakan perih di tangan gue, baru gue tersadar kalo gue memperkosa seorang cewek yang bahkan ga gue kenal sama sekali!

See? Betapa brengseknya gue! Selama ini, gue emang gonta ganti cewek, tapi gue ga pernah apa-apain cewek-cewek itu! Cuma sebates ciuman dan pelukan aja, ga lebih. Gilanya, gue malah ngelakuin hal itu ke cewek yang gue temui saat mabok!

Gue ga sempat mengejar cewek itu untuk meminta maaf. Gue pulang ke apartemen dan beristirahat. Pagi-paginya Christine, adik gue satu-satunya, telepon gue sambil menangis histeris karena menabrak seorang anak kecil. Gue panik dan segera menemui Christine. Ternyata Christine sibuk bermain hp saat menyetir dan tanpa sadar, dia menabrak seorang anak kecil yang menyebrang jalan saat lampu merah!

Gue udah suruh Christine tunggu gue, tapi Christine malah pergi sendirian ketemu kakak dari anak yang dia tabrak. Untung gue tepat waktu menahan cewek yang akan menampar Christine.

Gue tau posisi Christine berat, karena dia yang salah! Malah Christine salah besar, tapi dia adik gue! Gue sayang sama Christine, jadilah gue mencoba untuk bicara baik-baik sama cewek itu.

Cewek yang cantik sekali, tapi sayang wajahnya terlihat kacau karena air mata dan bengkak di matanya. Tingginya hanya berbeda sepuluh senti dari gue. Proporsi badannya ideal, dan ga gue temui cacat dimanapun!

Cewek itu menyuruh gue dan Christine pulang. Sungguh gue ga percaya. Bahkan saat cewek itu pamit ke seorang ibu-ibu untuk kerja, dia ga menghiraukan gue sama Christine yang ada di depan matanya!

Gue menahan tangannya dan memperkenalkan diri gue baik-baik, tapi setelah itu tamparan langsung mendarat di pipi gue. Bahkan gue dikatai 'brengsek'. Apa salah gue?

Karena ga mau cari ribut gue langsung menarik cewek itu ke mobil. Gue bawa cewek itu ke restoran dan bicara sebaik-baiknya dan sejelas-jelasnya. Gue tau adiknya koma gara-gara kecelakaan itu, tapi gue ga bisa biarin Christine merasa bersalah.

Cewek itu membongkar isi tasnya dan menyodorkan sesuatu ke gue.

KTP gue! Saat itulah gue baru sadar kalo dompet gue ga ada dan jatuh saat malam kejadian itu. Gue membeku seketika! Gue ga nyangka, cewek yang gue perkosa malam itu adalah kakak dari anak yang ditabrak adik gue!

Sebulan penuh gue merasa menyesal dan pasrah. Gue berjuang mati-matian untuk bertanggung jawab, tapi cewek itu terus menolak gue! Bahkan sampai detik terakhir, cewek itu masih berusaha menyuruh gue pulang dan melanjutkan hidup gue yang kacau karena memikirkan dia!

Gue udah perkosa dia! Adik dia koma gara-gara adik gue! Gimana gue ga merasa bersalah?! Dia bahkan menolak semua pembayaran gue untuk perawatan adiknya!

Malam itu Rani pingsan. Dokter yang memeriksa bilang, Rani hamil! Serasa gue dihantam jutaan batu meteor. Gue merasa nyaris gila! Gue ga bisa tidur semaleman gara-gara hal yang gue perbuat sebulan yang lalu saat gue mabok. Gila!

Sampai akhir pun Rani terus mengusir gue. Bahkan membawa-bawa Christine. Yang gue ga nyangka, ternyata Rani anaknya om Hendra! Gila, gue udah nyakitin anak dari orang yang gue kagumi dalam dunia bisnis!

Rani tersenyum ramah ke arah Christine dan udah melunak dari sikapnya yang sebelumnya. Gue sedikit lega, karena itu gue pulang ke rumah dan beristirahat. Tapi ga disangka, temen gue ngajak gue ke klub saat malam. Di saat gue baru aja masuk ke klub, gue melihat Rani yang ... brengsek!

Kembali fokus Rico!

"Gue mohon, menikahlah dengan gue!" kata gue sambil bangkit dari sofa dan duduk di meja tepat di hadapan Rani.

"Kenapa?" Tanya Rani tenang.

"Karena lu hamil anak gue! Gue ga mau lu tersakiti atau kekurangan suatu apapun!" kata gue jujur sambil menatap mata Rani dalam.

"Lu yakin ini anak lu?" Tanya Rani sambil menaikkan sebelah alisnya.

Emangnya anak siapa lagi?! Udah jelas-jelas dokter bilang ke gue kalo janin di rahim Rani itu empat minggu, tepat seperti kejadian sebulan yang lalu!

"Lu sendiri kan liat dengan mata kepala lu, kalo gue tadi ngapain di klub itu." kata Rani datar.

Brengsek!

Rani bener dan gue ga bisa mengelak. Gue sendiri yang lihat dengan jelas, Rani ga meronta sama sekali saat gue datang sampai saat cowok itu gue pukul.

Tapi kalo Rani bohong dan emang itu anak gue, gimana?

"Gue ga peduli! Sampai anak kita lahir, itu artinya dia anak gue!" kata gue tegas.

" Apa yang tadi lu bilang? 'Anak kita'?" tanya Rani bingung.

"Ya!" kata gue yakin.

Terserah! Yang pasti, gue yakin banget kalo itu anak gue! Kalo emang bukan, gue ga peduli! Itu masih delapan bulan lagi.

"Gue ga mau menikah sama lu." Kata Rani ga kalah tegas.

"MAHARANIIIII!!!!" teriak gue kesel.

Kenapa Rani itu keras kepala banget sih! Apa dia ga ngerti kalo gue sendiri setengah mati membuang segala ego gue, hanya demi meminta dia nikah sama gue?!

Tiba-tiba Rani mengerang sakit. Dia terus memegang perut bagian bawah. Rani bangun dan ga butuh waktu lama, Rani pingsan. Untung saja gerak refleks gue cepat, jadi Rani selamat ga sampe membentur lantai. Gue kaget banget saat gue bisa melihat darah yang mengalir dari kedua paha Rani dan menjalar ke betis.

Brengsek! Kenapa gue sebego ini!

I have to be STRONG!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang