Rani POV
Gue bener ga menyangka. Bagaimana mungkin gue yang tadinya melamar kerja di divisi keuangan, sekarang malah berakhir di kantor wakil direktur?!
"Ran. Lu harus jelasin ke gue! Ini beneran aneh pake banget. Kenapa lu sekarang ada di ruang wakil direktur? Kenapa lu ajak-ajak gue ke sini? Dan juga... kenapa lu bilang gue diterima kerja di sini? Ini bikin gue bingung pake banget, tau ga?!" oceh Rena.
Astaga. Gimana jelasinnya ke Rena???
"Jadi gini, anggap aja gue dulu gue pernah dikasih jabatan ini. Tapi gue malah kabur dan kuliah di Jogja. Setelah gue balik, jabatan ini kembali gue pegang. Nah, karena gue ga mau sendirian di kantor ini, jadi gue ajak lu ikut sebagai sekretaris gue. Gimana?" jelas gue dengan sangat membingungkan.
Rena hanya melongo.
"Ja-jadi, lu wakil direktur?" tanya Rena ga percaya sambil menunjuk gue.
Gue mengangguk.
Rena semakin melongo.
"Ren, gue tau lu mikir apa. Ini mustahil. Gue tau. Tapi jangan suruh gue cerita sekarang. Kita banyak kerjaan sekarang ini. Sebentar lagi sekretarisnya Rico dateng dan jelasin kerjaan kita di sini." kata gue sambil merapikan meja gue.
"Rico?" tanya Rena bingung.
Astagaaaaa...
"Erico maksud gue. Biasa dia dipanggil Rico sama keluarganya. Oke? Please, jangan bertampang bodoh kayak gitu." Jelas gue.
Rena masih melongo, sampai akhirnya terdengar suara pintu diketuk. Rena segera memperbaiki mimic mukanya, sedangkan gue mempersilahkan orang itu masuk.
"Selamat pagi, Ibu Rani. Saya Edward, sekretaris Pak Erico. Ini beberapa laporan yang harus Anda periksa hari ini, dan ada beberapa dokumen yang harus Anda bereskan sebelum meeting jam satu nanti dengan Pak Erico." Kata Edward lalu menjatuhkan tumpukan berkas di meja gue.
Ini seriusan? Tebel banget!
"Pak Edward..." panggil gue.
"Panggil Edward saja, Bu." Ralat Edward.
"Bisa kamu bantu susun jadwal saya? Dan tolong kamu bantu ajari Rena, sekretaris saya, dalam tugasnya. Dia belum berpengalaman. Maaf kalau merepotkan." Kata gue.
Edward mengangguk kemudian mengajak Rena pergi, meninggalkan gue dengan berkas-berkas setinggi tiga puluh sentimeter.
Gue segera mengambil laporan paling atas dan mulai membaca.
Sepuluh menit...
Dua puluh menit...
Tiga puluh menit....
Ganti berkas lainnya.
Sepuluh menit...
Dua puluh menit....
Hm... Ini kok kacau sih?
Ganti berkas lainnya.
Sepuluh menit...
Dua puluh menit...
Tiga puluh menit...
Empat puluh lima menit...
Ini juga ga beres.
Ganti.
Begitu selanjutnya sampai sepuluh berkas berantakan itu selesai gue periksa. Rena kembali ke ruangan gue dengan tampang berantakan.
"Lu kenapa Ren?" Tanya gue.
"Astagaaa! Gue ini lulusan kuliah bisnis! Lu tau ga, ternyata repot banget jadi sekretaris! Lu harus gaji gue tinggi buat kerjaan gue sekarang!" teriak Rena lalu menghempaskan diri di sofa ruang kantor gue.

KAMU SEDANG MEMBACA
I have to be STRONG!
RomanceApa yang menjadi impian seorang gadis cantik, kaya, dan cerdas saat usianya menginjak tujuh belas tahun? Kematian orang tuanya kah? Kebangkrutan keluarganya kah? Adiknya koma kah? Atau kehancuran dirinya?