I Get Weak (3)

15.4K 863 9
                                        

Rani POV

Gue benar-benar kaget dengan tarikan tangan Rico dan rangkulannya yang begitu erat di pinggang gue. Astaga, kenapa Rico malah menanggapi serius kata-kata anak kecil yang hanya berumur lima tahun?!

"Ric, boleh... lepasin ga?" tanya gue yang mulai merasa ga nyaman.

"Ga akan gue lepasin!" tegas Rico yang sekarang sudah memeluk gue erat.

Jujur, gue malah menikmati pelukan ini. Aroma parfum Rico yang khas langsung menusuk hidung gue, seakan melumpuhkan semua saraf gue sehingga berhenti meronta. Ragu, tapi akhirnya gue membalas pelukan Rico.

Di saat gue sudah setengah mati membangun diri gue sekuat mungkin, membuat tembok yang ga bisa ditembus, menahan setiap tetes air mata gue, dan tegar dari semua keadaan. Tapi kenapa? Gue menjadi seorang yang lemah ga bertenaga sekarang. Pasrah...

Tahukah Rico, kalau dia adalah kelemahan gue sekarang ini? Gue benar-benar ga akan sanggup kalau harus dicampakan oleh Rico sekarang. Gue menginginkan perhatiannya, gue menginginkan keberadaannya.

Betapa egoisnya gue... padahal dulu gue yang pergi begitu saja. Menolak lamaran Rico, menolak semua yang ditawarkan Rico, dan menghindar dari Rico. Tapi sekarang, gue malah menginginkan Rico menjadi milik gue.

"Lu lebih cantik dari Jessica..." bisik Rico.

Deg.

Kenapa Rico malah membandingkan gue dengan wanita itu?

"Lu juga lebih pinter dari Jessica..."

Deg. Lagi. Jantung gue terus berdetak semakin keras.

"Dan lu tentu lebih hebat dari Jessica..."

"Ma-maksud... maksud lu ngomong begini apaan sih Ric!!!" kata gue tergagap.

"Maksudnya, gue mau memperjelas. Kalau gue lebih sayang sama cewek yang gue peluk ini daripada cewek yang Cuma 'penjual surat'." Kata Rico.

Seketika wajah gue terasa sangat panas. Aih, malunya gue. Kenapa kata-kata gue jadi seperti senjata makan tuan begini?! Gue niatnya kan hanya ingin menjelaskan kepada Gerald dan Gissel dengan cara yang lebih mudah mereka mengerti, kenapa sekarang malah gue yang susah mengerti dengan semua yang dikatakan Rico!

"Ma-maksud lu?" tanya gue hati-hati.

"Bukannya gue udah bilang dari lima tahun yang lalu, kalau gue suka sama lu? Dan sampai detik ini masih sama! Ga akan pernah berubah. Gimana sama lu? Masih mau bilang kalau lu ga suka sama gue? Masih mau bilang kalau kita temenan aja? Masih mau kabur-kaburan???" kata Rico telak.

Gue bingung dengan perasaan gue sekarang. Semua campur aduk. Senang, bahagia, bercampur dengan rasa malu dan bersalah. Tapi jantung gue ga membiarkan gue untuk berbohong, karena sekarang rasanya seperti gue sudah berlari mengelilingi lapangan bola puluhan kali! Bahkan rasanya gue sulit buat bernafas.

Tapi, gue juga bisa merasakan kalau jantung orang yang gue peluk ini juga sama. Gue bahkan ga bisa membedakan mana detak jantung gue dan mana detak jantung Rico. Rasanya gue ingin sekali menarik diri gue dan pergi ke kamar mandi. Bersembunyi di sana!

Eheemmmm...

Seseorang berdehem, dan dengan segera gue langsung mendorong Rico menjauh. Malu sekali kalau gue ketahuan kepergok pelukan dengan lelaki di pesta pernikahan Merlyn, kakak gue sendiri.

"Kak, lu masih mau pelukan? Biar gue yang pulang duluan sama Daddy." Kata Rangga sambil bersender di pintu dengan tangan terlipat di depan dada.

Sekarang gue lebih malu lagi karena yang memergoki gue pelukan adalah adik gue sendiri!

"Ah... maaf! Dad udah mau pulang ya? Kalau gitu, ayo kita pulang." Kata gue terburu-buru.

Gue baru melangkah, tapi tangan gue sudah dicekal. Siapa lagi kalau bukan Rico yang melakukannya. Rico menatap gue bingung, bahkan alisnya sampai bertautan.

"Dad? Maksud lu Om Hendra ada di pesta ini?" tanya Rico.

Gue menghela nafas dan mengangguk pelan.

"Kak, lu belum ketemu sama bokap gue kan? Dia juga baru aja sembuh. Yuk, gue kenalin." Kata Rangga.

Gue, Rico dan Rangga berjalan ke tempat Dad. Dari jauh, gue bisa melihat Dad yang sedang sibuk mengobrol dengan beberapa orang. Mungkin di antara mereka ada relasi bisnis Dad dulu. Ah, bagaimana cara Dad menanggapi mereka ya? Dad bangkrut total saat itu dan sepeserpun uang nyaris ga ada. Tapi kenapa Dad malah sepertinya menikmati pembicaraan itu?

Gue mempercepat langkah kaki gue dan mendekat.

"Daddy..." panggil gue.

"Ohh... Rani! Ayo kenalkan. Mereka ini yang duduk di jajaran direksi perusahaan kita." Kata Dad sambil memperkenalkan orang-orang itu satu per satu.

Dengan sopan, gue menyalami mereka semua. Sampai akhirnya mereka mengundurkan diri, dan meninggalkan gue berdua dengan Dad. Rico dan Rangga baru saja tiba setelah orang-orang tadi pergi.

"Dad... 'perusahaan kita'? Maksudnya perusahaan lama Dad kan?" tanya gue ragu.

Tapi Dad hanya membalas gue dengan cengirannya. Gue tahu, ini pasti ada sesuatu, dan gue harus berhasil memaksa Dad untuk mengatakan sejelas-jelasnya sama gue! Sekarang!

"Dewantara Industry memang sangat disayangkan harus collapse. Dad juga syok dengan semua yang terjadi itu, tapi beberapa bulan belakangan ini, seseorang datang dan menyadarkan Dad kalau Dad masih punya perusahaan lain. Yah, bukan sebesar Dewantara Industry, tapi cukup makmur. Tahu MR Group??"

Gue mengangguk pelan. Tentu saja gue tahu MR Group. Perusahaan yang baru-baru ini naik daun dan banyak yang tertarik menanamkan saham di sana karena prospek yang bagus. Tapi apa hubungannya?

"MR Group itu perusahaan lain yang Dad punya selain Dewantara Industry. Walaupun perhatian yang Dad kasih ke MR Group itu ga penuh, tapi ternyata berkembang dengan baik." jelas Dad.

Gue hanya bisa menutup mulut gue dan merasa ga percaya dengan semua cerita Dad. Jadi, selama ini harusnya kami masih bisa bertahan hidup? Jadi sebenarnya Daddy sudah sembuh dari beberapa bulan lalu? Atau beberapa tahun lalu? Lalu kenapa Daddy baru bilang sama gue sekarang? Kenapa semua tiba-tiba seperti ini? Bahkan ini baru satu hari!

"Wah, ga disangka. Berarti kita bekerja sama lagi ya, Om Hendra." Kata Rico tiba-tiba.

"Ya. Betul sekali! Apa kabar kamu, Nak? Lama tak jumpa, ternyata perusahaan kamu semakin sukses." Kata Dad yang menyalami Rico.

"Kabar saya baik. Dan... karena sudah bertemu dengan Om, saya mau minta ijin untuk membawa Rani. Apa Om keberatan?" kata Rico.

Gue langsung melotot menatap Rico. Kenapa Rico bicara hal yang sembarangan seperti itu sih? Di depan Daddy pula lagi! Memangnya dia pikir dia siapa yang mau membawa gue segala?! Lagipula, masih banyak yang ingin gue tanyakan kepada Daddy!

"Tentu saja jawabannya tidak!" kata Dad.

Gue langsung menoleh menatap Dad kaget. Tapi hanya sebentar, karena selanjutnya Dad membuat rasa terharu gue terhadap sifat protektifnya hilang.

"Tapi karena kamu meminta dengan baik-baik, saya ijinkan. Jangan lupa dibawa balik ya. Ayo Rangga, kita pulang." Kata Dad.

I have to be STRONG!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang