12. RUMAH RAGES

8K 578 15
                                    

12. RUMAH RAGES










"Siapa para preman itu? Kenapa lo kelihatan kenal sama mereka?"

Rages membelalak kecil mendengar pertanyaan dari Rania, dia tidak menyangka bahwa gadis itu akan bertanya demikian. Tapi yang membuatnya merasa heran karena Rania tidak mengenal mereka, padahal beberapa hari yang lalu orang-orang itu membuat rusuh di sekolah.

"Lo emang gak tahu mereka siapa?" tanya Rages dengan nada ciri khasnya--seperti sedang meledek.

Rania berdecak sebal, cowok di sebelahnya ini apa tidak bisa untuk tidak membuatnya kesal sebentar saja, atau memang sifatnya seperti itu.

"Kalau gue tahu, nggak mungkin gue nanya sama lo!"

Entahlah, Rania juga bingung, dia merasa selalu ingin marah ketika berhadapan dengan Rages. Mungkin karena Rages selalu memancing emosinya. Sejak tadi Rania menahan dirinya untuk tidak mengumpat.

Begitu juga dengan Rages, cowok itu menahan untuk tidak berbuat kasar pada Rania yang selalu meledak-ledak dan selalu membalas ucapan Rages.

"Lo gak perlu tahu."

Jawaban dari Rages membuat Rania kembali mengumpat dalam hati karena cowok itu tidak menjawab pertanyaannya dengan benar. Cowok itu benar-benar menguji kesabarannya. Apa Rania jambak saja rambut cowok itu? Mencakar wajahnya? Atau memukul kepalanya? Tidak-tidak, Rania tidak ingin dicap sebagai cewek kasar.

"Yaudah kalau nggak mau kasih tau, besok biar gue tanya langsung sama orangnya," ucap Rania dengan santainya, spontan Rages menegakkan tubuhnya sambil membelalak tak percaya dengan ucapan Rania.

"Alah, palingan juga lo kagak berani," kata Rages meledek Rania untuk yang ke sekian kalinya.

"Ya makanya kasih tau dong, pelit banget jadi orang," gumam Rania dengan menatap sengit Rages, tetapi masih bisa didengar oleh cowok itu.

Rages mendelik. "Apa lo bilang barusan?" tanyanya dengan tatapan menyelidik.

"Nggak, gak ada." Rania menggeleng cemas, takut cowok di sebelahnya akan mengamuk. Bisa berabe urusannya kalau singa sudah mengamuk.

Entah kenapa Rania merasa betah mengobrol dengan Rages, padahal cowok itu selalu membuatnya marah. Rania senang berdebat dengan Rages, seakan topik pembicaraan mereka tidak akan ada habisnya. Apalagi mengingat sudah hampir sepuluh menit mereka mengobrol di trotoar.

Suasana memang sepi di jalanan, tapi entah kenapa Rania merasakan keramaian walau hanya berbicara dengan Rages.

"Lo mau di sini terus? Kalau gue sih ogah," kata Rages tiba-tiba membuyarkan lamunan Rania.

Sama hal nya dengan Rania, Rages sebenarnya juga merasa candu untuk terus berbicara dengan Rania. Rages menggelengkan kepalanya, kembali berdalih bahwa apa yang dia pikirkan pasti hanya sesaat.

Rania menganggukkan kepalanya, lalu menegakkan tubuhnya. "Pulang sekarang aja, udah lumayan sore juga."

"Lo jangan ngebut ya! Awas aja kalau lo ngebut kayak tadi," lanjut Rania dengan nada mengancam.

"Awas apa? Lo mau apa?" tanya Rages dengan aura singanya sambil memajukan wajah. Namun entah dirasuki setan dari mana, Rania malah menjauhkan wajah cowok itu dengan kasar menggunakan tangan kanannya.

Rages melotot, mulutnya menganga kecil. "Berani lo sama gue?!" sentaknya memajukan badannya menantang Rania.

Rania meneguk ludahnya dengan payah, lalu berdeham pelan dan membalas menatap Rages dengan berani.

RAGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang