15. RUMIT

6.9K 508 17
                                    

15. RUMIT









"Loh! Kenapa lo malah disuruh keluar, Ra?!" tanya Arisha dengan panik ketika melihat Rania yang terdorong pasrah keluar dari ruangan itu oleh Papanya sendiri.

Rania menundukkan kepala, matanya memanas. Sedetik kemudian mengangkat kepalanya sambil tersenyum paksa. "Biarin ajalah mereka, capek gue."

Arisha mengatupkan bibirnya, bingung ingin merespon seperti apa. Kalau melihat Rania sudah sedih begini, membuatnya jadi tak tahu harus melakukan apa. Takut nanti salah langkah.

"Tapi gue gak tega sama dia, Sha." Rania kembali menundukkan kepalanya, entah kenapa jadi merasa sesak di bagian dada kirinya.

Arisha mendelik mendengarnya, tak mengerti arah jalan pikir temannya yang satu itu. "Kenapa? Bagus dong kalau entar dia dihukum, biar gak makin ngelunjak tuh cowok," kata Arisha sudah mencak-mencak sendiri.

Rania memandang Arisha dengan tatapan memelas. "Ck. Tapi ... dia nggak sejahat itu," kata Rania jadi membela, karena kembali ingat tentang kejadian di rumah cowok itu kemarin.

Rania tahu, pasti ada alasan di balik sikap jahatnya itu. Apalagi karena kejadian kemarin, Rania jadi tahu sebabnya. Pasti hal itu yang membuat Rages bersikap demikian, atau mungkin memang sudah memiliki sifat seperti itu sejak lahir. Entah lah, Rania juga tidak tahu pasti. Intinya, ada hal yang disembunyikan oleh cowok jangkung itu.

"Dia udah kaya gitu sama lo. Lo bilang nggak jahat?" tanya Arisha ternganga kecil, menatap Rania tak percaya.

Rania membuang muka ke arah lain, tak bisa menjawab pertanyaan dari Arisha. Jujur, dia juga bingung kenapa sejak tadi terus membela cowok itu. Kan dia nggak begitu kenal sama Rages, bahkan cuma tahu namanya, tidak tahu bagaimana aslinya cowok itu, tapi kenapa malah jadi begini?

"Ra, lo gak bisa diemin dia gitu aja. Dia udah keterlaluan sama lo," sambung Arisha dengan tegas sambil memegang kedua bahu Rania.

"Gue gak tau, Sha. Gue ngerasa dia pantes dihukum, tapi di sisi lain gue juga ngerasa gak seharusnya dia dihukum," kata Rania menghembuskan napas dengan lesu.

Arisha memandang Rania tak menduga akan ucapan yang barusan diucapkan oleh Rania. Arisha memicingkan matanya, menatap Rania seakan menyelidik.

"Lo ... suka sama dia?"

Rania menggeleng dengan cepat. "Nggak lah, ya kali gue suka sama dia."

Arisha kembali mendelik, semakin heran dengan tingkah temannya. "Terus kenapa lo malah belain dia? Dia udah sejahat itu sama lo, Ra."

Rania menghela napas kasar. "Bukan gitu loh, Sha. Ck, tau ah...," kata Rania berlalu dari tempat itu meninggalkan Arisha sendirian.

Kenapa sih Arisha tidak paham kalau Rania  tidak bisa menjelaskan hal itu ke dia. Masa Rania harus kasih tahu semuanya tentang Rages. Tidak mungkin juga Rania membicarakan masalah keluarga orang sama orang lain. Rania kan bukan lambe turah.

Namun Rania menghentikan langkah kakinya. Tersadar sesuatu.

Bagaimana kalau Rages kembali membullynya?

Ck. Jadi serba salah kan.

Untuk apa juga dia membela cowok itu segala?!

Dah lah. Mending Rania sekarang pergi ke kelas, tiduran. Menenangkan pikiran, daripada memikirkan cowok itu.

"Kenapa jadi mikirin dia mulu sih."









***








RAGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang