10. JANGAN GANGGU DIA

8.5K 659 74
                                    

10. JANGAN GANGGU DIA







Rania masih di dalam UKS, padahal bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Sekarang dia tengah menunggu Arisha yang akan mengantarkan tas sekolahnya dari kelas.

Sejak tadi Rania sudah mencoba untuk berdiri, namun tetap saja gagal. Pergelangan kakinya yang tadi terkilir masih terasa sakit, punggungnya pun masih perih akibat hantaman ujung meja sewaktu di gudang tadi. Kalau kakinya cuma luka biasa mungkin Rania tidak akan serepot ini, tapi ini kakinya terkilir, takut salah gerak nanti malah makin parah.

"Dia itu nggak pernah dididik kali ya?! Masa main lempar badan orang seenaknya aja! Kan sakit banget jadinyaaa," omel Rania sambil mengusap pergelangan kakinya.

Rania menghela napas kasar, sudah dari tadi dia mengomel dan memaki Rages.

Lalu Rania beralih menatap surainya yang sangat berantakan, sudah terlihat seperti orang gila di pinggir jalan. Kalau gaya rambut acak-acakan wolfcut kaya zaman sekarang sih Rania nggak masalah, tapi ini naudzubillah banget. Ck. Rasanya Rania ingin memukul cowok itu habis-habisan.

"Mau nggak mau gue harus potong rambut dong kalau kayak gini! Nanti apa kata Mama cobaaa. Emang bangsat ya tuh cowok! Awas aja kalau ketemu, gue tonjok sampai mam--"

"Mam? Mam apa?" tanya seseorang dengan nada menantang, memotong ocehan Rania, membuat gadis itu mengatupkan mulutnya.

Rania menundukkan kepalanya sambil memerhatikan sepatu yang belum dipakainya. Ya gimana ya, mau pakai sepatu tapi rasanya nggak enak banget. Gadis itu menundukkan kepala karena sangat malas menatap cowok di depannya.

Rages sebenarnya agak merasa kasihan pada Rania, apa dia harus minta maaf sekarang? Seorang Rages meminta maaf? Cowok itu menggelengkan kepala, itu tidak akan pernah terjadi.

Rages masih berdiri dengan menenteng sebuah ransel berwarna biru pastel di tangan kanannya. Rania melirik kecil, namun kemudian melotot sadar bahwa tas itu ternyata miliknya. Kenapa bisa ada di cowok itu? Arisha ke mana? Rania tidak ingin lagi berurusan dengan Rages.

Awas saja Arisha nanti, Rania akan mengomelinya sepanjang hari karena telah meninggalkannya dan malah membuatnya harus berhadapan lagi dengan Rages tanpa sepengetahuan Rania.

"Ini tas lo," ujar Rages menyodorkan ransel itu di depan Rania.

Tanpa menjawab, Rania langsung menarik tas ransel itu dari tangan Rages dan mendekap tas itu dengan erat. Badannya bergetar kecil ketika mengingat kejadian tadi, matanya kembali berkaca-kaca. Kejadian tadi itu benar-benar menyeramkan, Rania belum pernah mendapat perlakuan sekasar itu.

Rages yang melihat itu pun hanya bisa mengembuskan napas gusar, sangat merasa bersalah, namun gengsinya terlalu tinggi untuk meminta maaf. Lagian di kamus Rages tidak ada yang namanya minta maaf, intinya dia selalu benar.

"Lo nggak pulang?" tanya Rages dengan hati-hati, takut gadis di depannya akan menangis bila dia berbicara seperti biasanya--kasar.

Rania masih diam. Kemudian jadi menghela napas karena tidak bisa keluar dari UKS, menggerakkan pergelangan kakinya sedikit saja sudah merasa uratnya seperti ditarik-tarik, apalagi dibawa jalan.

Oleh sebab itu, Rania tidak mungkin meminta bantuan pada orang yang menjadi dalang dari semua ini, yang ada nanti cowok itu malah kembali menyakitinya. Menurut Rania, orang seperti Rages itu tidak bisa dipercaya dan susah ditebak.

"Ayo biar gue anter lo pulang," ucap Rages lagi yang sudah agak jengah dengan diamnya Rania.

Tuh 'kan apa juga Rania bilang. Cowok itu bisa tiba-tiba baik dan bisa tiba-tiba jahat. Eh, kalau sifat jahat dan kasar sih memang sudah mendarah daging.

RAGESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang