1

782 36 6
                                    

Senin, sore hari.

Ibu sama Bapak belum pulang. Cuman ada adek bungsuku yang lagi maen PS di kamarnya.
Sedangkan aku? Aku lagi ... galau. Tapi bukan karena baru putus cinta, aku udah lama menjomblo.

Aku terakhir pacaran itu waktu kelas 8. Dulu gak ada alasan kuat saat aku nerima teman sekelasku yang nembak pake coklat tim-tam itu. Ya mungkin satu-satunya alasanku nerima dia karena coba-coba aja, pengin tau rasanya jadi pacar orang.

Balik ke masa kini ... aku galau karena mulai tahun ajaran ini, sekolah cuma memperbolehkan siswanya mengikuti satu ekstrakulikuler saja. Sedangkan dari kelas 10, aku memilih dua ekskul yaitu Paskibra dan Volleyball.

Aku gak bisa memilih!

Aku suka dua-duanya.

Omong-omong, sekarang aku sudah kelas 11. Semester kedua ini memang banyak perubahan, terlebih pada struktur pengurus sekolah. Karena kepala sekolahnya mengalami pergantian.

Ada rumor yang mengatakan bahwa Bapak Kepsek yang sebelumnya diberhentikan karena terlibat kasus penyelundupan narkoba.

Aku sih gak mau ambil pusing mikirin rumor gak jelas itu, otakku menolak diajak mikir kasus-kasus pejabat sekolah ... apalagi pejabat negeri. Lagian aku gak lihat bukti konkritnya!

Karena yang kulihat selama ini, Bapak Kepsek Wanto itu orangnya baik. Waktu itu saja, beliau mengabulkan permintaan anak-anak Paskibra untuk ikut lomba di Kabupaten. Padahal dulu (saat aku kelas 10), Paskibra masih tergolong ekstrakulikuler yang gak terurus alias dicap 'memalukan' untuk diikutsertakan dalam lomba dengan tingkatan Kabupaten.

Tapi beliau gak peduli sama cap itu dan berani mengambil risiko. Beliau memilih terus mendukung anak didiknya untuk selalu semangat. Beliau gak mau memutuskan semangat anak-anak Paskibra hanya karena kualitas tim Paskibra sekolah belum memadai saat itu. Itu hebat!

Aku menghitung kancing kemeja sekolahku untuk menentukan pilihanku.

Kayaknya aku udah cukup banget kalau disebut nu gelo.
*(Bahasa Sundanya, orang gila.)

Soalnya kuperhatikan di cermin, dari rambut sama pakaianku persis orang kehilangan arah. Apalagi aku sengaja bikin tompel-tompelan di pipi tadi.

Arrgh!

Kuputuskan untuk mandi.
Mandiku hanya menghabiskan waktu 20 menit itu pun udah plus sama pakai baju.

Aku keluar dari kamar dan mendapati adek lagi nundukin kepala sambil nahan tangis. Di hadapannya ada Bapak yang lagi ngomel. Kayaknya Bapak baru pulang deh, soalnya baju kantornya belum diganti.

Aku gak lantas nyamperin mereka yang lagi dalam suasana emosional itu. Aku nyembunyiin diri di tembok yang deket ke ruang tengah buat ngintip apa yang terjadi.

"Kamu kalau mau minta duit, ke ibu aja! Jangan ke saya!" bentak Bapak cukup kasar. Atau mungkin sangat kasar.

"Ibu belum pulang, Pak. Kan sekarang adanya Bapak, kenapa aku gak boleh minta uang ke Bapak?" tanya adek dengan lirih. Kasian aku lihatnya.

Bapak kadang iritnya suka keterlaluan kalau sama adek. Entah kenapa ...

"Diam kamu! Dibilangin jangan pernah minta-minta ke saya!"

Fix! Bapak berlebihan banget gak sih? Emang adek minta duit seberapa banyak sampe dibentak begitu?

"Tino inget-inget ... Bapak kayaknya gak pernah ngulurin tangan untuk ngasih uang ke aku, bukan karena uangnya Pak. Tino sakit hati karena rasa peduli Bapak yang enol. Beda kalau Bapak sama Teh Ami." Lirih Tino.

Siap, Coach! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang