Gadis dengan ciri khas berponi depan itu masih terfokus dengan ponsel di tangannya, ia juga tetap merasa santai rebahan di atas sofa biru kesayangannya. Padahal, waktu sudah menunjukkan, jika sepuluh menit lagi seseorang akan menjemputnya untuk pergi ke suatu tempat yang mungkin terbilang spesial, karena yang mengajak dirinya juga seseorang yang spesial juga di hidupnya.
Suara pintu terbuka, spontan membuat dirinya mengalihkan pandangannya dan terduduk gugup merapihkan rambutnya yang sedikit acak-acakan, setelah merasa cukup rapi ia pun membalikkan badannya dan tersenyum pada seseorang yang berdiri di ambang pintu sembari masih memegang gagang pintu itu.
Seketika senyumnya pudar, karena seseorang yang ia harapkan spesial di hidupnya ternyata adalah teman adu mulut di sepanjang hidupnya.
"Anjirrrr tuh muka kue moci apa kesemek? Putih amat??". Cibir laki-laki bertubuh mungil, mengejek sang adik yang kini mendelik tajam.
"Ihhh kak jinan! Cantik-cantik gini juga di bilang kue moci! Lo tuh kue donat yang kurang ragi! Bantet!!!". Cibir balik sang adik tak terima dengan penghinaan sang kakak pada dirinya.
Mungkin yang di bilang jinan itu benar, karena hari ini sang adik berdandan dengan bedak yang memiliki ketebalan di atas rata-rata, membuat dirinya terkesan seperti kue moci yang banyak tepungnya.
"Ehhh tapi sumprittt lis! Lo jelek baget anjirr! Lo pake bedak apaan sih sampe putih gitu? Jangan bilang duit bulanan dari papa habis, terus lo terpaksa pake tepung di dapur buat bedakan ya?". Tuduhnya menuding lisa dengan jarinya.
Lagi-lagi, gadis itu mendelik kini kedua tangannya juga ia letakkan di pinggang.
"Ihhh sembarangan banget sih lo boncel!! Gue gak sekere lo ya, sabun cuci muka abis di isi air lagi! Lo tuh gak tau fashion, muka cantik kaya gini di bilang kaya kue moci! Lo gak tau hari ini hari spesial gue sama deka! Jadi lo yang jomblo diem aja deh, gak usah banyak komentar kaya netijen maha benar!". Balas lisa lagi, tak mau kalah dari nyinyiran kakaknya."Emang lo mau kemana sih sama deka?". Tanya jinan penasaran, kemana sang adik akan hendak pergi bersama sang kekasih yang tak lain adalah temannya sendiri di salah satu sanggar musik di kotanya.
"Kepo!!!". Jawab lisa ngegas, membuat jinan mendengus sebal.
"Monyett!!!". Umpat jinan kesal, berjalan pergi meninggalkan lisa ke kamarnya.
"Dihhh sama-sama anak monyet malah ngatain!". Gerutu lisa misuh-misuh.
Delisa Agatha. Gadis dengan kepribadian yang sedikit absurd itu, kembali fokus pada ponsel yang sedari tadi masih setia ia genggam dan juga mengintip ponselnya yang tak ada sama sekalipun pesan atau panggilan masuk pada aplikasi berwarna hijau di ponselnya, membuar dirinya menghela nafas panjang, karena seseorang yang sedari tadi di tunggunya tak kunjung tiba.
Tak lama kemudian, ponselnya bergetar cukup lama menandakan seseorang menelfonnya. Senyumnya langsung merekah, saat di dapati di layar ponsel itu terpampang nama "Pacar Emesh", dan cepat-cepat ia pun mengangkat panggilan itu.
"Honeeeyyyyyyy!!!!!". Pekiknya kesenangan, kemungkinan seseorang di sebrang sana akan segera menjauhkan ponselnya dari telinga karena merasa kaget sekali dengan teriakan cempreng lisa yang seribu oktaf itu.
"BERISIKK SETANNN!!!!!". Terdengar teriakan balik dari arah lantai dua rumah lisa, lisa juga sempat tersentak kaget dan ia kembali misuh-misuh tak jelas.
"Rumah gue angker anjirrr! Ada suara tapi gak ada wujudnya!". Gumamnya kesal.
Lisa memutar bola matanya malas, kemudian tatapannya kini beralih lagi pada ponsel yang menunjukkan panggilan telfon itu masih tersambung, ia pun langsung menempelkan benda pipih itu di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic (Donghyuk-Lisa)
FantasyGue bertahan, karena gue masih sangat menyanyangi Lo