19. Yang di Sembunyikan

212 35 24
                                    

Flashback on

Setelah mengirim pesan terakhir ke lisa, deka segera menutup ponselnya dan beranjak dari rebahannya. Ia mangambil jaket boombernya yang ia cantolkan di belakang pintu kamarnya. Sedikit merapihkan rambut di depan cermin, deka pun langsung keluar dari kamarnya.

Langkah deka terhenti, ketika mendapati sang mama yang sedang berbicara serius dengan seseorang di seberang telfon, terlihat dari raut wajahnya yang begitu sangat khawatir.

"Emangnya gak ada jalan lain dok, selain itu?". Kata fika sembari menggigit kuku jarinya cemas.

"………~".

"Haduhh gimana ya soalnya saya belum kasih tau yang sebenarnya ke anak saya! Tapi masih ada banyak waktu kan? Kemungkinan, saya akan memberitahunya nanti saja dok!".

Deka yang mendengar itu, dahinya terlihat bergelombang. Apa maksud dari ucapan sang mama, memberitahu sesuatu pada deka?. Apa ada yang di sembunyikan olehnya?.

Karena deka merasa penasaran, ia pun berjalan mendekati fika tepat di belakang fika tengah berbicara.
"Beritahu deka apa ma? Apa yang di sembunyiin mama dari deka?". Ucap deka yang membuat fika tersentak.

Fika membalikkan badan, matanya membulat sempurna mendapati deka yang kini sudah ada di depannya. Dengan cepat ia pun mematikan sambungan telfonnnya dan tersenyum canggung pada deka.

"Ehh kamu mau kemana sayang? Rapih banget?". Tanya fika mencoba mengalihkan pembicaraannya dari pertanyaan deka.

Deka menatao curiga pada mamanya, namun ia hanya tersenyum menanggapi pertanyaan fika.
"Deka mau jemput lisa ma di rumah temen kakaknya! Kasian dia, di tinggal sendiri di sana!". Jawab deka yang membuat fika hanya mengangguk paham.

"Oh gitu! Tapi jangan lama lama loh, kamu harus banyak istirahat! Gak boleh capek!". Peringat fika ke deka.

Deka kembali menautkan kedua alisnya, kenapa mamanya ini sangat aneh. Ia selalu memperingati deka agar tidak terlalu capek, dan bahkan waktunya juga sangat banyak ia habiskan di rumah dari pada di kantornya bekerja.

"Tadi mama belum jawab pertanyaan deka ma! Apa yang mama sembunyiin dari deka?". Tanya deka ke topik awalnya.

Fika meneguk salivanya kasar, ia mencoba menetralkan raut wajah tegangnya dengan terus tersenyum dan mengusap pundak deka lembut.
"Gak ada apa apa kok! Cuman masalah kantor aja, kamu masih SMA belum ngerti nanti mama bakalan kasih penjelasan ke kamu buat nerusin perusahaan mama! Udah gak usah di pikirin ya!". Jawab fika setenang mungkin agar deka percaya.

"Oh gitu ya ma?". Deka mengangguk paham. "Ya udah kalo gitu deka pergi dulu ya!". Kata deka pamit sambil mencium punggung tangan fika.

Deka berjalan ke arah pintu dengan santai. Namun, tiba tiba pandangannya menjadi kabur hingga ia berjalan sempoyongan. Ia sejenak berhenti untuk menahan rasa pusing di kepalanya di tambah punggungnya yang juga terasa sangat pegal.

Fika yang melihat deka berhenti dari langkahnya ia mengerutkan dahinya, dan beranjak menghampiri deka.

"Deka kamu ken~ Astaghfirullah dekaaaa!!". Histeris fika saat tiba tiba deka terjatuh duduk karena sudah tidak tahan menahan rasa sakit di punggungnya.

Mata fika membulat sempurna ketika ia melihat darah segar mengalir dari alat pernafasan deka dengan deras hingga melewati kedua bibirnya sampai dagu.

"Deka kamu mimisan nak! Ayok ke kamar kamu dulu!". Seru fika mencoba membantu deka berdiri.

Namun, nihil. Ia tak bisa merangkul deka karena badan deka yang lebih besar darinya, di tambah juga deka yang terhuyung lemas.

"Kepala deka pusing ma! De.. deka ngg..gak kuat berdiri!". Kata deka terbata menahan rasa sakitnya.

Romantic (Donghyuk-Lisa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang