Untouchable

160 17 8
                                    

"Ibu mau kemana?" tanyaku sambil memeluk boneka stitch.

"Ibu mau pergi." jawab wanita itu ketus sambil merapikan barang-barangnya.

"Kemana?" tanyaku lagi.

"Kemana saja, ibu sudah tidak diinginkan disini." jawabnya, msh tak menghiraukanku.

"Kenapa? Rena masih mau ibu, ayah juga," ucapku polos. Ibu menghentikan kegiatannya.

"Ayah? Ayahmu sudah tidak mencintai ibu lagi, untuk apa ibu tetap disini hm?" tegasnya.

"Ayah masih sayang ibu kok, sama kayak Rena" jawabku, lagi-lagi dengan polos.

"Ayahmu yang mengusir ibu dari rumah! Apa kamu puas sekarang?? Seharusnya kamu itu tidak pernah lahir! Dasar anak haram!" ucapnya, hinanya, tegasnya. Tidak, makinya kepadaku yang masih berusia 5 tahun.

Aku mundur, lantas menangis sambil berlari kekamarku.

- r&p -

"Anak haram ya?" pikirku sambil memainkan pulpen dijariku.

"Rena!" panggil Bu Fitria, guru bahasa di kelasku.

"Ah, iya bu?" ucapku tersadar dari lamunan.

"Kira-kira apa yang dapat kamu petik dari kisah Habibie & Ainun?" tanya Bu Fitria.

"Eh, eumm.." gumamku gelagapan, aku tak tau harus menjawab apa.

"Baiklah, kita permudah pertanyaannya. Apa itu cinta menurut kamu setelah membaca atau menonton kisah Habibie & Ainun?" Tanya Bu Fitria lagi. Ohh.. Jadi itu maksudnya.

"Cinta menurut saya tidak nyata. Seindah apapun kisah yang diukirnya, bagi saya cinta hanya kepalsuan. Cinta hanya drama yang tak berujung, yang dimainkan oleh orang-orang bodoh yang mempercayainya." Ucapku larut dalam masa lalu.

Seisi kelas menatapku, bahkan Bu Fitria menatap heran padaku. Aku segera tersadar dan memperbaiki jawabanku.

"Tapi saya dapat melihat ikatan cinta antara pak Habibie dan bu Ainun. Kepercayaan mereka akan cinta sejati, dan pasangan seumur hidup mengartikan cinta dalam sudut pandang yang indah. Dan saya percaya cinta diciptakan untuk orang-orang seperti mereka." sambungku.

Ya, untuk mereka. Bukan untuk orang sepertiku, atau keluargaku.

"Baik, terima kasih, Rena. Jadi begitulah kira-kira hal yang dapat kita petik atau ambil dari sebuah kisah. Entah dalan sejarah, kisah fiksi, atau dalam kehidupan kita pribadi." jelas Bu Fitria.

Kelas berakhir setelahnya, bel berbunyi, hampir seisi kelas keluar untuk menghirup udara segar. Aku masih diam ditempat dudukku, menunduk, memikirkan jawaban bodohku barusan.

"Sudut pandang indah apanya? Buruk sekali jawabanmu tadi, Rena." ucapku pada diri sendiri.

"Apanya yang buruk?" tanya seseorang tepat didepan tempat dudukku.

Aku menoleh, mendapatkan Erik sudah duduk di depanku. Menampilkan senyum yang kuakui cukup manis itu.

"Ngga," jawabku menyandarkan kepalaku di tembok. Ya, aku duduk disamping tembok.

"Ngga apanya, muka lu lesu gitu," ucap Erik hendak mengelus pipiku, tapi buru-buru kutepis.

"Mau apa lagi lu?" tanyaku sinis.

Out Of The BoxTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang