Hari semakin sore, Gito dan anggota lainnya mulai bertepuk tangan, melakukan banyak bentuk perayaan dari kemenangan mereka. Mereka berkumpul, bersorak, menyanyikan lagu Tim mereka.
Aku dan Alin hanya duduk dipinggir lapangan, bersama beberapa anak-anak lain yang masih menetap di sekolah. Deon dan Lia sudah pulang lebih dulu, ya kalian tau sendiri Lia ga bisa telat pulang.
"Gue ga percaya mereka bisa bawa banyak piala kayak gini," ucap Alin.
"Iya," jawabku singkat, fokus memerhatikan Gito.
Melihat mereka seperti ini sedikit membuka kenanganku. Jujur saja, berada disini sedikit sulit. Ya, sulit mengendalikan emosiku.
"Renaa! Kita menang, Na!" sorak Ara dan teman-temanku dari tengah lapangan. Aku membalas mereka dengan senyuman.
"Rena!" panggil Gito. Tangannya memegang sebuah piala yang cukup besar berbentuk tunas kelapa. Lantas dengan senyum bangganya mengarahkannya padaku.
Deg
"Aga..." gumamku tanpa sadar. Melihat pose itu, piala itu, seragam, sekolah, semuanya. Yang kulihat sekarang hanya Aga.
"Na? Rena?" panggil Alin melambaikan tangannya didepan wajahku.
"Rena? kenapa?" Tanya Gito menghampiriku, dengan piala ditangannya.
Bukannya menjawab, langkahku malah mundur, seolah menjauh dari kenanganku.
"Na? Kenapa?" Tanya Alin. Gito yang khawatir mulai mendekatiku, mencoba menenangkan. Tapi tidak, yang kulihat bukan Gito.
"Rena.. Kenapa?" panggilnya menarik tanganku lembut.
"Pergi. Gue gasuka sama lu, lu jahat." ucapku mendorong Gito, lantas mundur dan melarikan diri.
- r&p -
"Rena.. Kenapa?" tanyaku menarik lembut tangan Rena. Wajahnya terlihat kaget, terlihat ketakutan.
"Pergi. Gue gasuka sama lu, lu jahat." ucapnya mendorongku, dan pergi.
"Rena..?" gumamku pelan, melihatnya melarikan diri seperti itu, seperti ada yang salah.
"Lin, pegang bentar," ucapku menyerahkan piala ditanganku pada Alin. Kenapa? Aku ingin mengejarnya.
Rena. Rena kenapa? Kenapa tiba-tina aneh gitu, dari tadi Rena ketawa-ketawa. Rena ga kayak biasanya.
"Na!" panggilku melihat Rena tengah jongkok dipojok tembok sekolah.
"Rena..?" panggilku mendekatinya. Dia terlihat ketakutan, wajahnya sedikit pucat, kedua tangan memegang kepalanya.
"Pergi. Lu bukan Gito, pergi dari pikiran gue. Pergi, pergi, pergi, pergi." gumamnya.
"Rena, tenang Na," ucapku mengusap punggungnya. Rena sedikit menoleh, menampakkan keseluruhan wajah takutnya.
"Rena kenapa hm?" Tanyaku lembut.
"Aga.." gumamnya.
"Aga? Aga siapa?" Tanyaku lagi, tapi Rena malah memelukku erat. Wajahnya sengaja disembunyikan dalam dadaku.
"Cup cup cup, gapapa kok. Ada Gito," ucapku mengelus kepalanya.
Entah apa yang sedang terjadi pada gadis ini, sampai emosinya terkuras segini parahnya. Apa yang bikin dia setakut ini? Sampai ketakutan melihatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Out Of The Box
Random"Cinta itu bukan permainan, lu ga akan tau arti cinta sampai lu tulus ngerasainnya." "Gue bakal ubah pandangan lu tentang cinta, percaya sama gue." - r&p - Renata Sanggita Petra. Gelar boy killer sudah disematkan padanya sejak kelas 8 SMP. Wajar saj...