Sudah hari ketiga sejak Gito pergi lomba. Sekolah terasa lebih membosankam tanpa Gito. Yang kulakukan hanya duduk dikelas, dan sesekali duduk di ruang Osis. Benar-benar membosankan.
Sudah tiga hari juga sejak kejadian itu. Gito gak sengaja mencium keningku. Entah mereka menyadarinya atau tidak, tapi kurasa Arya menyadarinya. Bagaimanapun Arya berdiri didekatku saat kejadian itu.
"Rena!" panggil Lia membuyarkan lamunanku.
"Ngelamunin apaan ni? Gito pasti," godanya.
"Sekolah sepi kalau ga ada dia, Li," ucapku.
"Emang kalian jadian?" tanya Lia.
"Hm?"
"Yaa Gito bilang kan kalian udah jadian, tapi lu bilang kalian ga jadian. Mana yang bener si?" tanya Lia.
"Dua-duanya bener,"
"Lah,"
"Gue sama Gito ga pake acara tembak-tembak, yaudah jadian gitu aja," ucapku santai.
"Jadi kalian jadian dari kapan?"
"Dua bulan yang lalu," ucapku.
"Dua bulan? Lama ya, trus udah ngapain aja?" goda Lia.
"Tolol lu, ngapain tanya gituan?" ucapku sewot. Lia hanya cengengesan.
"Btw, Na, mau ke tempat Gito lomba ngga?" ajak Lia yg membuatku langsung berbinar.
"Mau!" ucapku semangat.
"Tapi gue pergi sama siapa?" Lanjutku lagi. Deon pasti pergi dengan Lia kan?
"Pergi aja sama Deon," ucap Lia.
"Lah, trus lu?"
"Gue ga ikut."
"Kenapa?"
"Lu tau kan, ortu gue kayak gimana?" ucap Lia, pandangan matanya berubah.
Aku menyadarinya hanya diam, membiarkan suasana hatinya membaik sendiri. Keluarga Lia, sangat posesif. Aturan mereka sangat ketat, bahkan Lia kadang ga dibolehin pergi ke rumah temennya. Orang tuanya juga sangat nuntut Lia buat dapat ranking terus.
"Li, gue keluar bentar ya," ucapku memutuskan keluar untuk cari angin.
"Iya," ucapnya disingkat.
Aku segera melangkah keluar dari kelas. Gara-gara anak Pramuka pada pergi lomba, populasi manusia sedikit berkurang di sekolah. Tapi tetap saja, yang namanya kantin tetap ramai. Sadar dengan hal itu membuatku menjauh dari tempat bernama kantin itu.
Bosen dikelas, jadi cuma bisa jalan-jalan keliling sekolah sendiri. Nendang batu aja sampai dia tau tempat yang mau kutuju. Dan benar saja, seseorang terlihat dihadapanku. Senyumku melebar saat melihatnya memegang kamera itu.
Kudekati perlahan, berniat merusak fotonya. Jadi aku muncul saja tiba-tiba di depan kameranya.
"Boo!" ucapku manis. Tapi sang pemegang kamera tetap dengan ekspresi datarnya, menurunkan kamera dari tangannya.
"Hai, ketemu lagi ya?" ucapku.
"Siapa?" tanyanya membuatku merasa dilupakan.
"Lupa? Ini Rena, kelas X IPA 2," ucapku mencoba mengingatkannya.
"Oh, Rena," ucapnya lantas memerhatikan kameranya. Oh bagus, Rena gak suka diabaikan.
"Liat apaan si?" ucapku berdiri disampingnya, mengintip kearah kameranya.
"Foto," ucapnya singkat.
"Ih, ada gue!" ucapku senang melihatku masuk disalah satu frame fotonya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Out Of The Box
Random"Cinta itu bukan permainan, lu ga akan tau arti cinta sampai lu tulus ngerasainnya." "Gue bakal ubah pandangan lu tentang cinta, percaya sama gue." - r&p - Renata Sanggita Petra. Gelar boy killer sudah disematkan padanya sejak kelas 8 SMP. Wajar saj...