"Ren, gue udah denger dari kak Na, Ren!" panggil Gito berusaha mengejarku.
"Udah denger? Udah tau kan? Trus buat apa lu ngejar gue?" tanyaku meliriknya sekilas.
"Ga gitu maksud gue, Ren." ucapnya.
"Lu udah tau gue cuma main-mainin perasaan lu, jadi lebih baik lu pergi." ucapku ketus.
"Ren... Gue ga akan pergi, gue bakal kasih tau—"
"Kasih tau apa? Kasih tau apa itu cinta ke gue?" bentakku. Gito diam.
"Tau apa si lu soal cinta?" ucapku emosi.
Dia sudah tau kan? Lalu untuk apa dia repot-repot mengejarku? Tidakkah dia paham? Aku hanya mempermainkannya, tidak lebih! Tapi aku tau dia anak baik, dia gak berhak dibuat sakit hati olehku.
"Gue gatau apa-apa soal cinta. Gue ga pinter ngerangkai kata, gue ga ganteng kayak kebanyakan mainan lu. Gue ga pinter, standar diri gue jauh dari lu." ucapnya. Napa malah curhat si lu?
"Bagus kalau lu sadar." ucapku sinis.
"Tapi gue bisa yakinin lu soal cinta, Ren." ucapnya, aku hanya diam. Dengan semua omong kosong itu? Cih, aku tidak bodoh.
"Rena! Percaya sama gue," ucapnya menggenggam tanganku.
"Gito, pergi. Gue gamau lu malah sakit hati gara-gara gue. Lu baik, dan gue ga tega nyakitin hati lu, lebih dari ini." Ucapku jujur.
"Kasih gue waktu. Sampai studi kunjungan, kasih gue waktu buat yakinin lu soal cinta." Ucapnya menatapku lekat. Anak ini nekat.
"Rena gabisa jamin, tapi terserah Gito." ucapku mengalihkan pandangan darinya. Gito tersenyum tipis, dia lega.
"Iyah. Ga masalah, Ren." Ucapnya. Sementara aku hanya menunduk memandangi jalanan yang mulai sepi.
Angin malam beradu pelan, meniup helai demi helai rambutku terayun lembut. Iya, kami sedang dalam kesunyian malam saat ini. Gito memaksaku keluar tadi, mengajak bicara.
"Gito," panggilku pelan.
"Iya, Rena?" tanya Gito lembut.
Sial. Sekarang dia jadi benar-benar lembut padaku. Aku tak suka, tak suka mencintai seseorang yang aku tau hanya akan pergi. Aku berdecih kesal mendengar nada lembut itu, memaki diriku dalam hati. Rena bodoh!
"Rena mau pulang," ucapku pada akhirnya.
"Iyah, Gito antarin ya?" ucapnya. Bertahanlah Rena, dia hanya mainan, tidak lebih.
Gito benar-benar mengantarku sampai rumah. Sebenarnya Gito hanya membawaku ke taman dekat rumah, jadi tidak terlalu jauh. Tapi bagaimana pun aku tetap ga enak dengan dia. Secepatnya aku harus menghentikan ini.
"Masuk, jangan lupa makan, tidur pake selimut, biar ga sakit," ucapnya saat sudah tiba didepan rumah. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Ren," panggilnya. Aku menoleh, melihat kearahnya sesaat.
"Gue sayang sama lu," ucapnya dibalik senyum tipisnya. Ah, Gito. Hentikan ini semua.
"Iya. Rena masuk dulu," ucapku berbalik dan melangkah memasuki rumah.
Gito, kenapa sepercaya itu? Aku tidak menjanjikan apa-apa, kenapa masih berjuang? Kamu hanya buang-buang waktu.
— r&p —
"Gito, ada yang bikin kamu kepikiran?" Tanya Jezille mendatangi mejaku.
"Aa, ngga." Jawabku singkat. Sebenarnya iya, aku masih memikirkan Rena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Out Of The Box
Random"Cinta itu bukan permainan, lu ga akan tau arti cinta sampai lu tulus ngerasainnya." "Gue bakal ubah pandangan lu tentang cinta, percaya sama gue." - r&p - Renata Sanggita Petra. Gelar boy killer sudah disematkan padanya sejak kelas 8 SMP. Wajar saj...