"Rena! Ren!" panggil seseorang yang terdengar samar di telingaku.
"Rena! Renata Sanggita Petra! Bangun..!" panggil orang itu lagi.
Aku berusaha membuka mataku, menyesuaikan cahaya yang masuk dan keramaian di sekitarku.
"Renaa!! Gue kira lu udah mati, Ren... Huhuuuu," tangis Lia diujung kasurku.
"Ini... Dimana?" tanyaku.
"Di rumah sakit, Ren." jawab bang Bagus. Kulihat ada Alin juga disini.
"S-saya kenapa ya, bang?" tanyaku hampir tak mengingat kejadian apapun.
"Kamu dibawa kesini pas.." ucap Lia menatap Alin.
"Pas..." sambung Alin yang malah balik menatap Lia.
"Kenapa si? Kok kalian aneh gini?" tanyaku.
"Anu.. Itu.."
"Mereka gelagapan datang kesini bawa kamu, Ren. Katanya kamu ditemuin di gudang sekolah, pingsan. Kamu abis diapain, hm?" tanya bang Bagus.
"Rena..?" gumamku tertunduk. Ingatanku masih samar, mana yang nyata, mana yang mimpi, aku tak tau.
"Yang Rena ingat, Rena dibully di gudang, trus semua hitam. Ada anak kecil, dan Rena mau bunuh diri," ucapku mencoba mengingat.
"Rena mau bunuh diri!? Kamu mau bunuh diri, Ren???" Tanya Alin panik.
"Bukan gue, Lin. Gue pas kecil, aahh.. Gatau lah!" ucapku sebal.
"Trus lu dibully?" Tanya Lia. Aku mengangguk.
"Berarti bener katanya," gumam Lia.
"Siapa? Kalian yang nemuin gue di gudang kan?" tanyaku.
Lia dan Alin menggeleng.
"Erik yang bawa lu dari gudang ke UKS, trus dia yang ngasih tau kita lu pingsan karena dibully," jelas Alin.
"Sebenarnya dia larang kita buat ngasih tau lu, katanya lu bakal marah kalau tau itu." Sambung Lia.
"Bang, kondisi saya gimana?" tanyaku ke bang Bagus yang sedari tadi tampak menyibukkan diri.
"Kamu gapapa, Ren. Cuma luka ringan aja, tadi udah saya obatin." ucapnya.
Aku bangkit, turun dari kasur dan segera keluar.
"Ren! Lu mau kemana?" Tanya Lia khawatir.
"Ketemu Erik!" ucapku seraya berlari keluar rumah sakit.
Rumah Erik... Pasti di rumah ibu! Aku harus kesana, kelakuanku padanya sudah terlalu buruk!
Aku segera memanggil taksi dan pergi menuju rumah ibuku. Benar saja, mereka tinggal disini. Ku beranikan diri mengetuk pintu, berusaha tidak terlihat mencurigakan.
"Permisi, assalamualaikum," ucapku mengetuk pintu. Seseorang keluar dan bertanya padaku.
"Oh, Rena ya? Temannya mas Erik? Ayo masuk mbak, silahkan. Saya panggilkan mas Erik," ucap bibi yang mengurus rumah itu. Padahal aku belum meng-iyakan atau apapun itu.
Aku masuk, kedalam sarang musuh. Berusaha senormal mungkin bertindak di rumah itu. Untungnya, pakaian kotorku sudah berganti dengan pakaian ganti di sekolah.
"Ren? Ngapain kesini?" tanya Erik memakai baru rumahan yang membuatnya terlihat berbeda.
"Gue mau minta maaf, sekaligus berterima kasih, Rik." Ucapku menatapnya.
Erik tak menjawab, tapi memandang kearah pintu.
"Mama pulang!" ucap seseorang. Ah, aku tau suara ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Out Of The Box
Random"Cinta itu bukan permainan, lu ga akan tau arti cinta sampai lu tulus ngerasainnya." "Gue bakal ubah pandangan lu tentang cinta, percaya sama gue." - r&p - Renata Sanggita Petra. Gelar boy killer sudah disematkan padanya sejak kelas 8 SMP. Wajar saj...