Memutuskan

3.4K 377 78
                                    

"Cia kamu itu kalau libur gapernah di rumah. Main mulu, kasian temenmu udah punya pasangan mau liburan juga malah kamu ajakin main," kata mama waktu ngeliat gue pakai pakaian rapi di depan tv.

"Ma, Pak Seungyoun yang ngajak."

"Oh Seungyoun? Yaudah jalan sana."

Kan. Mama gapernah berubah.

"Kan belum sampe."

"Yaudah tungguin."

"Iya ma, ini juga lagi nungguin."

Sabar banget kalo sama mama.

"Mau kemana Ci emangnya?" Papa ikut gabung duduk di sebelah gue.

"Gatau Pa."

"Papa lama juga ya nggak ngobrol sama Seungyoun. Kapan-kapan ajakin mainya ke rumah Ci."

"Iya Pa."

Pas banget ada suara mobil di depan. Gue bukain pintu dan ternyata emang Pak Seungyoun.

Dia masuk dulu pamit sama Papa sama Mama, udah gitu jalan.

"Pake dulu seatbelt nya."

"Ke Bandung yuk Ci?"

"Hah? Ngapain?"

"Ya main aja. Emang kamu maunya kemana?"

"Gatau."

"Apa mau jalan-jalan aja ngabisin bensin? Gausah turun."

"Yaudah gapapa."

Terus Pak Seungyoun jalanin mobilnya.

Di jalan ngobrol apa aja. Tentang kerjaan dia, gue, apa aja lah.

"Beli makanan dulu ya? Nanti kamu laper. Tunggu aja biar aku yang turun." Gue ngangguk.

Pak Seungyoun turun ke minimarket.

Kalau diliat, yang diomongin mbak Shinta beberapa hari lalu ada benernya juga.

Pak Seungyoun baik banget ke gue. Perhatian banget. Kok bisa ya dia se sabar itu? Gue terlalu jahat kayaknya.

"Ini, ambil." Pak Seungyoun ngasihin kresek lumayan besar ke gue, terus nutup pintu mobil.

"Kok banyak banget?"

"Gapapa buat kamu."

Terus gue buka snacknya satu. Gue suapin ke Pak Seungyoun juga.

"Hm?" Dia keliatan kaget tapi tetep buka mulut.

"Diajarin siapa kamu kayak gini?" Pak Seungyoun senyum, ngusak kepala gue.

"Hehe emang gaboleh?"

"Sini." Pak Seungyoun buka tangan kirinya, ngisyaratin tangan gue buat di situ juga.

Digenggam tangan gue sembari dia nyetir.

"Jangan merah pipinya." Pak Seungyoun ngeliatin gue sambil ketawa.

"Iih bapak liat depan aja!"

"Haha lucu kamu kalau malu gitu."

Haha selamat tinggal jantung :)

🐗🐗🐗

Gue sama Pak Seungyoun akhirnya berhenti juga di pinggir jalan. Nikmatin sunset dari pinggir jalan, nggak terlalu buruk.

"Cia liat, cantik kayak kamu."

Gue nggak bisa untuk nggak senyum.

"Sunset terindah aku. Gatau kenapa tapi rasanya lukisan Tuhan di depan sana kerasa lebih indah karena ada kamu."

Pak Seungyoun natap mata gue.

"Fracia?"

"Iya?"

"Aku udah lama mau bilang ini ke kamu dan kayaknya sekarang waktunya Ci. Aku tau pasti ini cringe banget kan buat kamu?"

"Cia aku nggak tau benar atau enggak, tapi kayaknya perlakuan aku ke kamu selama ini udah cukup jelas mendeskripsikan perasaan aku ke kamu.

Cia, diumur aku yang sekarang ini bukan lagi waktunya buat pacaran buang-buang waktu. Aku cari pendamping hidup Ci, tujuanku lebih serius dibanding pendekatan.

Dua tahun aku nunggu kamu. Nunggu hati kamu siap untuk kembali diisi. Aku nggak tau gimana kamu ke aku, tapi respon yang kamu kasih bikin aku yakin kalau kamu memang harus aku perjuangin.

Aku minta kamu jujur dulu sama perasaan kamu sendiri ke aku. Biar sampai sini aku nggak salah ambil langkah."

Gue kaget. Gue tau hal ini bakal terjadi tapi nggak sekarang.

"S-saya, saya bingung Pak maaf. Saya nyaman sama semua ini. Selama ini, semua perlakuan bapak saya paham. Saya cuma takut. Takut memulai. Takut untuk membuka lagi.

Semuanya selesai dari dulu, tapi trauma masih saya rasain. Maaf Pak, tapi saya ragu. Ragu apa hati saya siap.

Tapi saya sadar. Semuanya bakal sia-sia kalau saya nggak benar-benar memulai. Terimakasih Pak sudah membantu saya. Tolong buat ragu saya hilang. Saya siap."

Gue memberanikan diri buat natap Pak Seungyoun balik.

Matanya berkaca-kaca.

"Jadi boleh Ci? Izinin aku bawa kamu melangkah ke hal yang lebih serius lagi ya? Pasti Ci, aku bakal bantu kamu untuk ilangin semua keraguan yang ada di hati kamu.

Jangan percaya aku sepenuhnya Ci, karena semua udah diatur sama Tuhan. Tugas aku sama kamu tinggal meyakinkan kalau semua ini tepat.

Besok ke rumah aku ya? Kita ketemu orangtua aku. Kamu izin sama Papa Mama, nanti aku juga minta izin."

Gue meluk Pak Seungyoun erat banget.

Hati gue menghangat. Hal yang lama banget nggak gue rasain.

Sekarang gue sudah memutuskan. Pak Seungyoun, adalah orang yang gue pilih.

Selebihnya, biarkan takdir yang bekerja.
-

















Sampai sini kalian tim siapa?

Bapak Seungyoun?

Bapak Seungwoo?

Lanjut?

Dosen | Han SeungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang