Masih Dia yang Dulu

55 6 0
                                    

Sasa mengamati Farra yang tampaknya sama sekali tidak selera untuk menghabiskan makanannya. Air muka Farra juga tak tampak seperti biasanya.

"Farr, lo kenapa sih?"tanya sasa kembali terus mengunyah makananya. Farra tidak menggubrisnya. Mungkin, Farra tidak mendengar pertanyaannya
"Farr, woi! Farr, Farra!" sasa menarik paksa tangan kanan Farra yang ia gunakan untuk menumpu dagunya.

Seketika lamunan Farra buyar. Dagu Farra terjun bebas, menghantam keras meja makan. Farra mengaduh kesakitan.

"Lo kenapa sih Farr? Gue kayak ngomong sama patung!" sasa pura-pura kesal.
Farra hanya menatap sasa sejenak. Kemudian, kembali tidak peduli.

Belum sempat sasa kembali protes, kursi yang ada didepan mereka ditarik.
"Gue boleh numpang kan? Meja lainnya penuh semua." kata Aldo sembari duduk disana. Kemudian diikuti Aidil yang duduk disamping Aldo sembari meletakkan nampan makanan.
"Iya kak." jawab sasa pelan, kerena ia yakin Farra tidak akan menjawabnya.

Sasa tidak bisa menintrogasi Farra lagi. Ada dua seniornya yang keduanya termasuk kalangan famous diangkatannya. Mau tidak mau, sasa harus menjaga imagenya.

Aldo dan Aidil sama-sama fokus pada makanan masing-masing, tidak peduli dengan perubahan wajah Farra. Bisa dibilang mereka memiliki kemiripan wajah yang hampir seiiras. Bahkan bagi mereka yang baru kenal dapat mengira Aldo dan Aidil adalah saudara kembar. Namun faktanya, mereka sepupuan.

Tak sengaja Aidil menatap Farra yang sedang melamun. Mungkin sepertinya pikiran Farra sedang kosong. Makanan yang tersedia di piring Farra dibiarkan tergeletak membisu oleh pemiliknya.

"Farra.. Kamu kenapa?" tanya Aidil dengan suara terdengar sedikit cemas.
Uhuk uhuk! Aldo yang sedang minum tersedak. Belum genap ia menelan, Aldo tertawa terbahak-bahak membuat hujan lokal. Sasa yang paling merasakan dampaknya karena ia tepat berada diseberang Aldo.

Karena belum genap menelan minumnya, selepas tertawa Aldo kembali tersedak. Kali ini lamunan Farra hamcur total akibat suara berisik dari Aldo. Bahkan Aidil saja sampai menepuk pelan punggung Aldo.

"seorang Aidil, yang tidak pernah ada ramah-ramahnya ke cewek, selalu cool jika ditanya cewek, ternyata bisa juga ya.. Pakai akses 'kamu'? Wah wah... Bisa-bisanya ini masuk keajaiban dunia yang kedelapan." Aldo kembali tertawa. Bahkan ia mengusap matanya yang berair. Aidil sibuk menjaga birama wajahnya.

Farra tidak peduli. Ia bahkan melihat sesuatu yang tidak pantas ia lihat. Ia baru menyadari bahwa sedari tadi ada sepasang mata yang terus memerhatikannya. Bahkan mungkin pemilik mata itu tertawa saat sasa menarik tangannya tadi, sehingga dagunya sempat meluncur bebas.

Farra memalimgkan wajahnya kearah sasa sembari berusaha menghabiskan makanannya.

Disisi lain, Fadhil merasa Farra menagkap basah matanya yang sedari tadi terus menatap Farra. Fadhil mendesah kecewa. Ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia merindukan sosok itu.

"Lo kenapa sih, Dhil?" tanya Saddam yang duduk disebelah Fadhil. Ia penasaran mengapa Fadhil membiarkan makanannya mendingin. Saddam mengikuti ekor sorotan mata Fadhil.

"oh.. Senior yang tadi." gumannya.
Saddamlah yang berdiri disamping Fadhil saat mereka dihukum. Saddamlah yang meberitahu Fadhil bahwa Farra terus menatapnya dengan tatapan tidak biasa.

"Lo kenal?" Fadhil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Gue pernah punya cerita soal dia."
"Lo? Dia? Lo suka kakel bray?" saddam seakan mengejek Fadhil. Fadhil menghela napas. Ia paling tidak suka bercerita pada orang yang tidak mengerti alurnya.

"Gue seangkatan bro sama dia awalnya. Cuma ijazah gue ditahan sama pesantren."
"Trus, apa yang bakalan lo lakuin?"
Fadhil mengusap wajahnya. Ia dulu terlalu ceroboh.
"sayangnya gue gak tau apa-apa soal dia sekarang."
"Lo masih cinta ya?" itu pukan pertanyaan dari saddam. Melainkan mahasiswa yang duduk didepan Fadhil.

My Lovely SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang