Marah | bagian 2

26 5 1
                                    

"Minum dulu, Dhil." Ravid menyondorkan sebotol minuman dingin kepada Fadhil yang duduk di bangku taman stadion. Fadhil tidak langsung menerima botol itu. Fadhil menatap botol yang ada di tangan Ravid dan wajah Ravid secara bergantian.

"Jangan ingatkan aku tentang senior ku itu, Vid." Fadhil menunduk, mengacak-acak rambut, tampak frustasi.
"Hey. Aku hanya memberi mu minum, tidak lebih dan tidak kurang. Aku sama sekali tidak mengungkit senior itu. Malah kamu yang mengungkit." Ravid tidak tau kesalahannya ada dimana. Ravid paham siapa yang dimaksud senior oleh Fadhil

Fadhil menghela napas. "Dia pernah memberiku minum dengan cara seperti itu. Mana.. Mereknya sama pula."

Ravid menepuk jidatnya pelan. Kemudian Ravid duduk disebelah Fadhil, "Dhil semenjak kapan sih, kamu mulai jadi alay kayak gini?" Ravid jadi merasa bersalah karena sempat meninggalkan Fadhil dulu.

Fadhil tidak menjawab. Pikiran Fadhil melayang kemana-mana. Benarkah tadi Farra yang membentak dirinya?

Suasana di stadion sudah mulai terkendali. Para master, -guru Fadhil- memastikan agar kejadian barusan tidak sampai masuk dalam berita nasional. Beberapa bodyguard Hanna masih disana, mengontrol sedikit kericuhan.

Hanna sudah pergi bersama ambulance yang membawa tubuh Alghif. Kalau Farra.. Entah Farra pergi kemana. Tetapi tadi Ravid melihat Farra pergi berboncengan bersama seorang perempuan yang memakai seragam sama seperti seragam Alghif.

"Dhil," Ravid menepuk pelan paha Fadhil.

"Hmm?"

"Ada yang harus kamu ketahui."

"Hmm.."

"Tentang Nona Hanna.."

"Hmm.."

"Dia, tidak sebaik yang senior mu kira. Dia.. Diam-diam memanfaatkan kedekatannya dengan Farra."

"Hmm.." Fadhil malas menanggapi. Apa lagi saat Ravid menyebut nama itu. Bahkan Fadhil tidak merasa aneh karena Ravid memanggil Hanna dengan sebutan nona.

"Fadhil,.. Aku serius! Farra.. Seperti di khianati oleh Nona. Dan.. Kamu penyebab pengkhianatan itu."

Fadhil terkejut. "Sebentar.. Mengapa kamu memanggil Hanna dengan sebutan Nona?" Fadhil baru menyadari kejanggalan tersebut. "Dan.. Bagaimana bisa Hanna seperti itu karena.. Aku?" Fadhil tidak mengerti.

Ravid menatap Fadhil dengan prihatin. Fadhil tidak tau maksud tatapan dari Ravid. Yang Fadhil tau, ia inginkan penjelasan dari Ravid tentang Hanna. Dan juga.. Farra.

                                     ***

"MENGAPA KAMU MEMBAWA KU KESINI?! KAMU BERJANJI MEMBAWA KU KEPADA ALGHIF, BUKAN KESINI!!!" teriak Farra. Catalia ternganga. Baru pertama kali ini ia melihat sosok lembut Farra saat marah besar.

Dengan santai, Catalia duduk di salah satu bangku taman kota yang siang ini tampak sunyi. Catalia memang sengaja membawa Farra kesini, meskipun tadi ia berjanji untuk mengantar Farra kepada Alghif.

"Yang kamu butuhkan sekarang bukan Alghif, melainkan ketenangan. Percuma Farra, jika aku mengantarkan kamu sekarang menemui Alghif, kamu mungkin akan mengamuk di rumah sakit. Tenangkan diri disini dulu Farr. Kemarahan mu.. Sekarang tidak terkendali Farra.. Tidak baik pergi dalam keadaan marah. Duduk dulu Farr.."

Farra masih berdiri. Rasa marah nya semakin bertambah saja. Catalia berdiri, tersenyum kepada Farra. Ia memegang bahu Farra dengan lembut, kemudian mendudukkan Farra perlahan di bangku taman.

"Tumpahkan apa yang kamu pendam disini, Farra. Aku menemani mu.."

Tangis Farra pecah. Ia menenggelamkan kepalanya ke pelukan Catalia. Tangan Farra terkepal. Geram sekali jika Farra kembali ingat dengan kejadian barusan.

My Lovely SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang