Satu Fakta

26 4 2
                                    

Farra melepaskan kaitan helm. Begitu juga dengan Hanna. Mereka berboncengan menuju rumah sakit tempat Tania dirawat.
"Ayo, Hanna."

Hanna mengangguk. Ia berjalan di belakang Farra. "Farra," panggil Hanna.

"Hm?"

"Apakah kira-kira Fadhil juga ada disini?"

"Entah. Aku tidak tau. Ada apa memangnya?"

Hanna memukul kepalanya sendiri, meruntuki kebodohannya.

"Eh.. Kamu terlihat sangat semangat Farr. Apakah karena akan bertemu Fadhil?"

Farra menghentikan langkahnya secara tiba-tiba. Hanna mengaduh, menabrak punggung Farra.

"Kenapa berhenti? Atau kamu sudah sering bertemu Fadhil di kampus, jadi kamu selalu kecanduan untuk bertemu dia? Disini tidak ada ustadz atau ustadzah yang melarang ini itu dengan lawan jenis." Hanna menaikkan bahu.

Farra membalikkan badan. "Hanna, seharusnya kamu lebih mengerti soal ini dari pada aku. Kalau aku melakukan itu, apa gunanya aku masuk pesantren selama 6 tahun? Di pesantren kita diajarkan bagaimana bersikap dengan lawan jenis. Kalau akhirnya aku mendekati Fadhil dengan cara murahan, sia-sia 6 tahun itu, Hanna."

Hanna terhenyak. "Iya.. Aku tentu paham Farra. Aku hanya bercanda. Kamu sensitif sekali Farra. Bagaimana coba kalau ada orang lain yang kamu kenal suka pada Fadhil?"

"Siapa orang itu?!" tanya Farra ketus.

"Farra,... Itu hanya permisalan."

Farra melambaikan tangan. Ia malas berdebat dengan Hanna. Farra kembali berjalan.

Farra mengetuk pintu kamar perawatan nomor 56

"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam..." Sayup-sayup terdengar suara balasan. "Farr, suara perempuan looh.. Siapa ya?" tanya Hanna sok khawatir. Farra mengabaikan pertanyaan Hanna. Masih kesal dengan perkataan Hanna tadi.

Pintu kamar perawatan terbuka.
"Farra?"

"Iya Kak Sita."

"Ayo, Silahkan masuk." Sita mempersilahkan.

Farra mengangguk. Hanna membuntuti Farra. Takut untuk berjalan bersampingan. Masih ada sisa emosi di wajah Farra.

Ada Fadhil yang duduk di sofa rumah sakit sembari bermain ponsel. Ia tampak tidak terkejut dengan kedatangan mereka berdua. Iyalah! Kan Farra sudah bilang sebelumnya.

Farra menyalami Tania, diikuti juga oleh Hanna.

"Farra, waktu pamit hari itu, kamu buru-buru, ya? Padahal Tante saat dengar pintu di tutup, Tante sudah siuman."

"Mi.. Kan Fadhil sudah bilang, itu kak sita, bukan Farra."

"Tapi Umi merasa itu Farra,...."

"Iya Tante, maaf waktu itu saya terburu-buru. Oh ya, Tante. Perkenalkan ini teman saya, Hanna namanya." Farra tidak ingin mereka berdebat.

"Assalamualaikum Tante," Hanna tersenyum manis. Ia menaruh oleh-oleh di nakas dekat ranjang Tania

Mereka berdua cepat sekali akrab.

"Farra, maafkan aku tentang tempo hari itu. Maafkan aku jika aku terlalu kasar padamu." Sita menggenggam tangan kanan Farra.

Farra tersenyum. "Tidak apa-apa kak. Farra juga memohon maaf jika apa yang kak Dendi lakukan pernah menyakiti kakak.

Tanpa permisi, Sita memeluk Farra. "Duh... Betapa senangnya kalau Farra adalah adikku." kata Sita sembari melirik Fadhil.

Fadhil mengusap kepala. Kakak satu ini memang___

My Lovely SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang