Don't worry, I'm waiting for you:)

21 5 9
                                    

Ali tersenyum melihat Farra yang masih memegang bukunya. Ia asyik belajar di gazebo taman belakang. Ada segelas susu dan setoples biskuit disana. Namun tampaknya Farra sama sekali tidak menyentuhnya. Adik sepupunya itu belajar dengan keras. Ali memutuskan untuk menghampiri.

"Kak Ali? Kak Ali ngapain malam-malam kesini?" Farra terkejut dengan kedatangan Ali. "Tidak boleh ya?" goda Ali.
"Bukan begitu Kak..."
Ali terlanjur tertawa melihat tingkah laku Farra. "Ini sudah malam Farra. Belajarnya dilanjutkan besok saja, ya."
"Tesnya hanya tinggal hitungan jari lagi, Kak."
"Aku tau kamu setiap malam selalu belajar. Jangan jadikan beban."

Farra menggeleng. "Aku sama sekali tidak merasa terbebani Kak. Terimakasih, kakak menawarkan aku untuk ikut tes ini kala itu. Jika aku tidak ikut, entah apa yang akan terjadi nanti.." Farra menatap sinar bulan.
"Farra, aku mau memberi tau sesuatu." Farra menaikkan alis. "Kita berbeda tahun masuk. Itu menyebabkan kita bukan satu angkatan."
Farra mengangguk. "Tentu saja Kak. Bukannya kita juga berbeda jenjang?"

"Karena itu, jadwal masuk kita juga berbeda. Mungkin, aku akan berangkat beberapa hari lagi." lanjut Ali.
Farra masih menyimak dengan tulus.
"Aku sudah bicara dengan Uma dan Baba. Beliau mengizinkan agar kamu ikut berangkat bersamaku, beberapa hari lagi."
"Apa yang aku lakukan disana? Kakak pasti sibuk dengan kuliah. Aku disana hanya sebagai beban bagi Kakak."

Ali menggeleng. "Tidak. Aku melihat, kamu masih terluka dengan perlakuan dari temanmu itu. Jika kita berangkat lebih awal,kamu bisa berlibur terlebih dahulu. Mengunjungi banyak tempat."
"Tapi Kak, bukankah ada kelas pengenalan dulu ya? Semacam bahasa, pengetahuan daerah disana,.. Dan lain-lain. Kalau aku kesana lebih awal, tentu aku tidak mengikuti program tersebut." Farra kurang yakin.

"Almarhum Abi dan Ummi punya teman dan sampai sekarang masih menetap di Istanbul. Mereka memiliki anak perempuan seusiamu. Dia masih fasih berbahasa Indonesia. Kedua orang tuanya juga rajin membawa gadis itu pulang ke sini. Namanya Ayakilli. Kamu bisa memanggilnya Ayaki. Aku yakin, Ayaki tidak keberatan mengajari mu banyak hal. Ia bisa menjadi guide mu disana. Teman-teman mu yang lain hanya benerang di kolam. Tetapi kamu langsung berenang di lautan. Bukankah itu lebih menyenangkan?"
"Pasti ada ujian bahasa Kak... Masa nanti aku bolak balik Turki sini?"
"Farra.. Ujian itu bisa dilakukan secara online. Nanti kamu juga bisa lebih dekat mengenal para senior mu. Jadi kalau ada apa-apa, kamu tidak hanya bergantung kepada ku atau Ayaki. Kamu bisa lebih akrab dengan mereka."

Ide tersebut menggiurkan hati Farra. "Ayah Bunda benar-benar mengizinkan aku pergi, Kak?" tanya Farra memastikan.
"Apakah aku terlihat berbohong, Farra?"
Farra tertawa lepas. Itu adalah tawa pertama Farra. Semenjak kejadian hari itu
                                     ***

"Farra, kamu belum ikhlas pergi? Mengapa kamu masih melihat ke belakang? Apa kamu berharap wanita itu akan menemui mu sebelum kamu pergi?" Ali  melihat wajah Farra mulai gusar saat mereka mulai memasuki garbarata.

Farra tidak menjawab, namun Farra tetap berjalan. Ujung garbarata sudah terlihat. Para pramugari menyambut mereka dengan ramah.

"Apa kamu berubah pikiran, Farra?" tanya Ali memastikan.
"Ali.. Jangan begitu." Salsa menyeret Farra agar ia menjauhi Ali. Salsa adalah salah satu teman Ali yang juga ikut pergi ke Istanbul. Ali berangkat bersama teman-temannya yang lain. Dari beberpa teman Ali, Salsa yang paling mudah bergaul dengan Farra. Mereka saling cocok. 

"Sudahlah, kau pergi ke tempat duduk mu. Lagi pula, Farra sebangku denganku." Salsa menengahi. Ali tidak membalas.

"Kamu mau duduk dimana Farra?" tawar Salsa. "Dekat jendela boleh Kak?" tanya Farra. Salsa mengangguk. Mereka segera memposisikan diri masing-masing. Instrumen dari pramugari kembali terdengar. Mengingatkan para penumpang untuk memakai sabuk pengaman. Sebentar lagi pesawat akan take off. Farra pasrah. Ia memasang sabuk pengamannya dan membuka isi dari amplop berlatar Istanbul. Sengaja Farra tempatkan amplop tersebut di saku agar mudah mencari surat itu. Ia kembali membaca surat tersebut.

My Lovely SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang