Sebuah Keputusan

24 4 1
                                    

Tiga hari berlalu...
08.12 am

Hari ini adalah kesekian kalinya Hanna pergi menjenguk Alghif. Lama-lama, Hanna merasa malu karena terus keluar masuk ruang perawatan Alghif. Dan Hanna tau, apa yang ia usahakan sama saja sia-sia karena Alghif sama sekali tidak tau kalau Hanna berada di dekatnya.

Linda ingin memberi tau Alghif, namun Catalia selalu mencegah. Meski Hanna menganggap kalau Catalia menutup celah untuk kembalinya 'Naufal dan Ana' Hanna merasa apa yang dilakukan Catalia benar.

Ragu kembali menyelimuti dada Hanna. Sekarang, ia tepat berada di depan pintu ruangan Alghif. Tangan Hanna tak kuasa untuk mengetuk, apalagi untuk memutar gagang pintu.

"Ma, apa Catalia belum berhasil membujuk Farra?" Sayup-sayup terdengar suara Alghif. Hanna menempelkan telinganya pada pintu.

"Mm.. Nona," tegur Ravid. Ya, Tuan Besar melarang Ravid jauh-jauh dari Hanna. Hanna mengisyaratkan agar Ravid menjauh. Entah, berapa lama lagi Ravid menahan perih ini.

"Al... Berhenti mengharapkan gadis itu."

"Ma... Apa yang membuat Mama berpikiran seperti itu? Aku.. Sudah menemukan Farra Ma.. Mama tau, bagaimana perjuangan ku menemukan Farra. Setau ku, Mama dulu mendukung untuk menemukan Farra.."

"Mama.. Mau keluar sebentar. Kalau ada apa-apa, telpon Mama." Linda tampaknya ingin menyudahi perdebatan dengan Alghif. Percuma, hati Linda sudah tidak menerima Farra lagi.

Hanna menjauh dari pintu, tepat Linda akan membuka pintu. Linda terkejut dengan kehadiran Hanna. Linda pun menutup pintu perlahan.

"Ana, mengapa tidak masuk?" tanya Linda sembari mengenggam jemari Hanna.

Hanna tersenyum kecut, "Ada atau tidak nya aku di dalam sama saja Tante."

"Apa Tante beritau saja pada Alghif?"

"Jangan dulu Tante. Aku tidak tau seperti apa tanggapan Naufal jika tau aku ada disini. Naufal.. Hanya peduli pada Farra." Hanna menunduk.

"Jangan berpikir seperti itu Ana... Naufal seperti itu karena dia tidak tau kalo kamu ada disini. Jika Naufal tau kamu ada disini, pasti dia peduli kepada kamu." Linda membelai lembut wajah Hanna.

"Kalau begitu Tante, saya permisi dulu."

"Eh, kamu mau pergi kemana?"

Hanna tersenyum. "Assalamualaikum Tante..." kata Hanna setelah menyalami Linda. Hanna meninggalkan Linda yang mematung keheranan. Dan Ravid tetap setia menemani langkah Hanna.

***

"Apakah aku akan lolos seleksi kak?" tanya Farra  pada Ali. Ali tersenyum, sembari memasukkan kedua tangannya pada saku celana. "Kau pikir aku tidak tau betapa encernya otak mu, Farra?" canda Ali. Farra tersenyum.

Mereka berdua sedang berdiri tepi jalan, menunggu jemputan. Farra menekuk-nekuk formulir pendaftaran yang ada di map. Matahari bersinar terik. Sangat malas untuk berdiri di luar ruangan.

Tin.. Tin...
Mereka berdua menengok ke sumber suara. Dendi datang dengan mobil. Mereka berdua pun memasuki mobil Dendi. Ali duduk di depan, menemani Dendi. Sementara Farra duduk di tengah bersama Aisy. Bagaiamana juga Ali, bukan mahram bagi Farra.

"Kita langsung pulang atau mampir ke suatu tempat dulu, Farra?" tanya Dendi.

"Ke kampus dulu Kak, ada beberapa hal yang harus aku selesaikan."

"Apa yang perlu kamu selesaikan Farra? Bertemu dengan adiknya Sita?" tanya Aisy sembari menyenggol pelan tubuh Farra.

Farra terdiam. Aisy tertawa melihat ekspresi wajah Farra. Dendi mengisyaratkan kepada Aisy untuk diam melalui kaca. Farra masih sensitif dengan hal-hal seperti itu. Tawa Aisy tersumpal. Aisy ingin meminta maaf kepada Farra, namun Farra terlanjur menatap kosong jendela mobil. Pemandangan disana memang tidak terlalu bagus. Hanya toko-toko atau bangunan pencakar langit. Farra sudah hafal dengan pemandangan ini.

My Lovely SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang