|Season 2| Sebuah Kisah

13 3 0
                                    

Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk mampir sejenak di sebuah rumah makan. Farra menarik lengan Dendi menjauh dari meja makan yang sudah di tempati oleh Abyad dan Ayaki.
"Kita beda meja ya Kak.." pinta Farra.
"Eh, kenapa tidak disini saja?" tanya Dendi.
"Kalau disini, kita tidak bisa mengobrol bebas. Bukankah tujuan kakak jauh-jauh kesini untuk bertemu dengan ku?"

Abyad melirik mereka berdua, terlihat begitu asyik berdebat.
"Abi kok bisa ada disana sih?" pertanyaan Ayaki mengalihkan perhatian Abyad. Abyad pun menjelaskan apa adanya. Sesekali melirik mereka berdua yang tidak berkesudahan.

"Iya deh.. Iya. Kita duduk dilain meja." Dendi lebih memilih mengalah.
"Apa kamu tidak ingin berkenalan dengan lelaki itu, Farra?" tanya Dendi.
"Tidak." jawab Farra singkat.
"Atau kamu belum bisa move on dari adiknya Sita?" tebak Dendi.

Farra menatap sang kakak dengan tajam.
"Kakak tidak perlu membawa nama itu. Kakak sendiri juga belum terlalu move on dengan Kak Sita." balas Farra.
"Oh iya, aku jadi ingat sesuatu." Dendi mencari sesuatu dari tas ranselnya. Sementara barang-barang Dendi yang lain berada di mobil Ayaki.

Dendi mengeluarkan sebuah kotak hadiah berwarna pink soft. Kotak kado itu terlihat unik di mata Farra. Dendi menyerahkan kotak itu kepada Farra.
"Dari siapa Kak?" tanya Farra.
"Dari Sita." jawab Dendi datar.

Farra menatap Dendi tidak percaya.
"Gila memang. Beberapa hari sebelum kakak berangkat, Aisy menyerahkan kotak itu dengan masam. Adik dan kakak sama saja ternyata, belum pada move on, begitu geruntu Aisy. Aku jadi merasa bersalah."

"Kakak belum pernah bercerita kepada ku tentang kisah kakak dengan Kak Sita." Farra memberi kode. Pelayan datang membawa makanan dan munuman. Pembicaraan terhenti sejenak. Dendi meneguk sedikit minumannya.

"Lantas, mengapa kamu bilang kakak belum terlalu move on pada Sita?"
"Aku hanya menebak Kak. Kalau soal itu sih, wajar Kak Aisy marah kepada Kakak.
Dendi menarik napas.

"Kami dulu sempat berpacaran."
Farra melonggo mendengar pengakuan Dendi. "Itu karena Sita terus mendesak Kakak. Sebenarnya sih, kakak biasa saja kepada wanita itu. Hanya saja Sita yang seperti itu. Ternyata, Sita di jodohkan oleh orang tua nya. Sita memohon kepada kakak agar kakak membatalkan perjodohan tersebut. Apalagi, calon nya Sita juga tampak cuek."

"Kakak tidak mau. Kakak malah pergi. Dan siapa tau lelaki itu mulai menyukai Sita. Ketika kakak pergi, baru kakak merasakan kehilangan. Kakak kembali. Cepat sekali. Mereka sudah menikah."

Farra merasa tertampar dengan fakta tersebut. Dendi dan Fadhil sama saja. Jual mahal di awal, menyesal di akhir.

"Sita membenci kakak mati-matian. Dan Bunda mengenalkan kakak dengan Aisy. Tanpa berpikir panjang, kakak menerima kehadiran Aisy. Dan.. Kamu tau bagaimana akhirnya."

"Kakak kejam sekali." guman Farra. Dendi tersenyum tipis. "Ternyata karma kakak berimbas kepada mu, Farra. Maafkan kakak. Kakak tidak tau akhir dari semua ini saling berhubungan. Kamu jadi terlibat didalam masalah kakak." Dendi tampak menyesal.

"Tidak mengapa Kak. Luka yang di beri Fadhil tidak separah luka yang kakak beri untuk Kak Sita." kalimat Farra terdengar sarkas. "Kakak tidak perlu khawatir. Tidak ada yang perlu di cemaskan." kata Farra sembari memegang tangan Dendi. Tersenyum.

Tiba-tiba, Ayaki datang ke meja mereka. "Ada apa Ayaki?" tanya Farra.
"Anne bilang, dirumah ada surat untuk mu, Farra. Aku menduga itu datang dari Hanna. Cepat sekali datangnya." Ayaki berguman kesal.

"Nanti akan ku ambil. Terimakasih, Ayaki."
"Eh, bukankah setelah ini kamu mengantar Abi Dendi ke apartement?"
"Nanti aku akan pulang bersama mu. Lantas aku akan kembali ke apartement menggunakan kendaraan umum."

"Kamu kapan membuka surat itu, Farra. Aku juga ingin tau apa isinya." pinta Ayaki.
"Setidaknya, surat itu tidak menggunjing kamu, Ayaki. Bahkan wanita itu pasti tidak mengenalmu."

Ayaki cemberut. Kemudian memutuskan kembali ke meja nya.
"Surat dari Hanna?" Dendi menyeritkan dahi.
"Hari ini wanita itu ada di sekitar sini Kak. Untungnya surat ku lebih dulu sampai. Wanita itu batal menemuiku. Meski akhirnya aku menyesal mengirimkan surat itu."

"Kamu tidak mau menemui dia?" Dendi menatap Farra dengan heran. Farra menunduk dan menggeleng. "Untuk saat ini tidak Kak. Biar seperti ini dulu."

"Kami pasti akan bertemu kak. Tetapi tidak sekarang, tidak dalam waktu dekat ini." tekad Farra. Dendi menatap prihatin.

                                    ***

Farra baru saja kembali dari rumah Ayaki untuk mengambil surat dari Hanna. Lagi-lagi Ayaki merenggek agar Farra membuka surat itu beramanya. Farra akhirnya mengabaikan Ayaki.

Selama Dendi berada di Istanbul, Farra memutuskan tinggal bersama. Sekaligus, Farra bisa menjadi guide pribadi bagi Dendi.

Farra sudah mengunci pintu kamar. Kini di hadapannya ada dua benda. Pertama kotak hadiah dari Sita, kedua surat dari Hanna.

Farra memutuskan membuka surat dari Hanna terlebih dahulu.

Hagia Shofia
Saat matahari bersinar terik

Dear kawan terbaikku,
Nafisya Afarra Fathia.

Aku tidak tau harus bagaimana. Kamu menganggapku bukan sebagai teman. Jujur, itu adalah kalimat yang sangat kasar darimu. Jika kamu ingin melarangku untuk menemui mu, jangan gunakan kalimat seperti itu. Baiklah jika kamu tidak ingin bertemu dengan ku. Aku hargai keputusan mu.

Maafkan aku Farra. Sungguh maafkan.

Aku janji. Aku akan menunggu mu hingga kamu baik-baik saja dan mau menemuiku. Setelah itu, mari kita luruskan peristiwa hari itu. Aku harap, kita kembali menjadi teman seperti yang dulu.

Aku tidak tau apa yang harus aku tulis lagi. Aku tidak sepandai kamu dalam hal tulis menulis. Namun, satu yang harus kamu ketahui. Aku membaca surat dari mu dengan hati penuh darah.

Harap kamu tidak melupakan teman mu,

Hanna.

Isi dari surat itu sangat padat dan jelas. Farra melempar surat itu sembarangan. Tidak perlu diingat lagi.

Farra meraih kotak hadiah dari sita. Ia sengat tertarik dengan kotak itu, apalagi dengan kotak yang menarik. Farra membuka dengan hati-hati

Farra terdiam. Itu adalah barang-barang Fadhil. Farra tidak paham mengapa Sita mengirim barang itu sebagai hadiah. Farra memegang barang pertama. Sebuah kanvas. Sketsa gambar wanita dari samping. Di pojok kiri, ada sebuah petunjuk kecil tentang sketsa itu.

~•NAF•~

Farra baru tau kalau Fadhil jago menggambar. Farra mengusap sketsa itu dengan lembut. Ia tersenyum. Seharusnya Farra tidak perlu tau hal ini.

Farra meletakkan kanvas tersebut. Masih ada beberapa barang disana. Salah satunya sebuah diary book. Tidak ada tulisan di dalam buku itu. Berarti Sita memang membelikan itu khusus untuk Farra. Menolak lupa, Sita menyisipkan foto Fadhil di tengah-tengah halaman. Foto itu diambil saat Fadhil menerima pelatihan militer.

Lagi-lagi, Farra menatap kedua gelang itu.
Tanpa Kakak mu mengirim barang ini, aku sudah tau Fadhil. Kau baik-baik disana ya.. Aku pasti baik-baik saja disini. Siapa tau, kita bisa memadamkan api permusuhan diantara kakak kita.
         
                                    ***


My Lovely SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang