Entah mengapa semesta melarang ku membenci mu. Hati ku yang bergemuruh ketika nama mu disebut syahdu. Semoga doa-doa yang ku lantunkan mengobati syahdunya nama mu didalam sanubari ku:')
~Nafisya Afarra Fathia~
***
"Fadhil, kapan Farra mau ketemu umi? Kita tidak bisa lebih lama lagi disini. Mas Deni ada banyak urusan, masa cuti hampir habis." tutur sita.
Fadhil menunduk dalam. Bayang-bayang wajah Farra memenuhi kepalanya. Tidak ada cara lain selain mengirim surat. Sudah kah Farra membuka surat itu?
"Kalo kamu tidak sanggup bilang ke umi yang sebenarnya, kakak bantu deh," tawar sita lagi.
"Beri Fadhil waktu sedikit lagi kak. Maximal sampai lusa. Kalau lusa belum ada kemajuan, terserah kakak mau bilang apa ke umi." Fadhil tak kuasa menatap lawan bicaranya.Umi masih terlihat girang bermain dengan cucunya diatas karpet yang di gelar di lantai. Seakan Aylin menambah umur sang nenek.
"Kak, aku mau keluar dulu ya.." pamit Fadhil. "sendiri Dhil?" meski Fadhil seorang lelaki, sita tetap khawatir kalo adiknya keluar malam sendiri. "sama Saddam juga. Nanti aku jemput dia di rumah temannya."
Karena merasa tidak enak, saddam memutuskan untuk tinggal sementara dikost temannya. Toh itu pun jarak rumah mereka dengan kost teman saddam tidak terlalu jauh.
Fadhil keluar secara diam-diam. Takut kalo Tania mengintrogasi plpldirinya. Fadhil dapat keluar dari rumah dengan mulus. Ia akan menemui sasa di kostnya.
***
"Nomor yang anda tuju, tidak dapat dihubungi. Cobalah beberapa saat lagi..."
Sasa menarik handphone dari telinganya secara kasar. Frustasi."Maaf ya, nggak tau ini, Farra nya kemana. Maaf.." sasa merasa tidak enak pada Fadhil dan saddam. Fadhil tersenyum kikuk. "Ah.. Apa lo gue kasih nomornya Farra aja? Nanti coba lo telepon dia." tawar sasa.
"Minta nomornya kakak aja, boleh kak?" sela saddam. "Boleh.." saddam menyondorkan hpnya, sasa segera mengisi kontak saddam dengan nomornya.
Fadhil menyikut saddam yang tersenyum puas. Saddam tengah memanfaatkan kelengahan sasa. Senior itu sedang panik dan merasa bersalah. Kalau dalam kondisi sadar, sasa tidak akan pernah mau menyerahkan nomornya.
"Makasi, kak." saddam menyeringai puas. "Sama-sam... Eh.. Kok jadi nomor gue sih? Kan tadi gue nawarin nomor Farra?" rupanya sasa cepat tersadar kan.
"Kak, Fadhil orangnya itu malu-malu. Percuma kakak kasih nomornya Farra. Kalo pakek nomornya kakak kan Fadhil tidak malu. Betul tidak Dhil?" Fadhil hanya tersenyum singkat."Yasudah, terserah lo berdua. Maaf, banget. Gue gak tau mau ngapain." sasa masih merasa bersalah.
"Iya kak. Ini bukan salah kakak kok. Ini salah Fadhil. Kak, ini udah malam. Gak baik lho perempuan malam-malam masih diluar. Mangga atuh neng, masuk," saddam sukses mencari perhatian sasa. Senior itu tersenyum, saddam menambahkan akses bahasa sunda. Meski pun salah salam penempatan aksesnya."Beneran nih? Gue masuk lho..." saddam tersenyum, seakan mempersilahkan sasa masuk kedalam kost nya.
"Saddam. Itu nama lo kan?" tanya sasa sebelum benar-benar masuk kedalam kost.Saddam lompat-lompat kegirangan, saat bayang-bayang sasa sempurna menghilang dari hadapan mereka berdua.
"Permisi.. Ini urusannya siapa ya," lirik Fadhil.
"Berisik lo. Gak usah cemburu, gue dapet nomor senior yang gue impikan. Lo sabar aja sama senior lo... Siapa namanya? Farra? Ribet banget sih lo sama si Farra?"Fadhil tidak memperdulikan ocehan saddam. Fadhil termenung. Ada apa dengan Farra, ya?
***
Farra memandangi jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Sudah pukul 10 lebih. Farra berdecak sebal. Bus yang ia tumpangi sama sekali tidak bergerak, membisu. Terjadi kemacetan panjang. Padahal lokasi pesma masih jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Senior
RomanceKetika orang yang pernah kamu sukai menjadi adik tingkat mu, apa yang kamu lakukan? Ketika orang yang pernah kamu sukai menfitnah mu, apa yang kamu lakukan? Itulah yang dialami oleh Nafisya Afarra Fathia atau lebih akrab dipanggil Farra. Farra berus...