Menjenguk Masa Lalu

38 5 0
                                    


Hanna tidak tahu harus apa. Farra baru saja datang ke kosnya dan tiba-tiba Farra langsung memeluknya dan menangis. Hanna membiarkan Farra seperti itu sembari menatih tubuh mungilnya masuk kedalam kos Hanna. Ia berusaha membuat Farra lebih tenang.

Tidak biasa Farra datang ke kosnya disaat waktu seperti ini. Biasanya Farra pasti menelepon dulu, bertanya apakah ia sibuk atau tidak. Ada hal yang tidak beres pastinya.

"Hann..a.." bahu Farra terguncang hebat. Akhirnya Hanna menyimpulkan sendiri. Hanya ada dua hal yang mampu membuat Farra seperti ini. Pertama, keluarganya kedua siapa lagi kalau bukan hantunya Farra? Fadhil.

***

Kejadian itu bermula beberapa tahun silam, saat Farra menghabiskan kisah dengan putih abunya.

Farra memilih untuk melanjutkan jenjang pendidikannya di pesantren An-Nafi'.

"Farr, aku ngerasa kayaknya kamu lagi ditaksir deh sama anak ikhwan." guman Nazwa. Saat itu ia belum dekat dengan Hanna. Pesantren An-Nafi' memang untuk ikhwan dan akhwat.

Dan Nazwa adalah anak alumni SMP disana.

"Maksudnya, wa? Ditaksir? Pr matematika ya?" tanya Farra polos.
"Bukan taksiran matematika itu Farr, ni anak polos banget." Nazwa gemas sendiri.
"Maksudku, temenku ada yang suka kamu. Dia aja diam-diam liatin kamu lho waktu kamu tasmi'. Modus."

Farra yang sedang asyik membaca buku, konsentrasinya buyar karena Nazwa menarik paksa bukunya.
"Gimana waktu liburan aku tanya ke anaknya?" Nazwa memainkan kedua alisnya, meminta persetujuan.

Farra berdecak sebal. Ia paling tidak suka jika berurusan dengan ikhwan. Sudah cukup ia punya urusan dengan SMPnya dulu. Ia enggan jatuh dilubang yang sama, tapi Nazwa mana mau paham.

Saat itu Farra tengah duduk dibangku kelas 11. Farra sudah menyelesaikan target minimal hafalan dan sudah menyelesaikan syarat kelulusan, tasmi' 10 juz karena ia punya simpanan hafalan saat SMP dulu. Farra juga merupakan salah satu anggota Liputan An-Nafi'. Namanya cukup didengar dikalangan santriwan. Namun banyak yang tidak tahu mana anaknya.

Karena Farra memang suka berada di kamar. Ia tidak keluar jika tidak ada sesuatu hal yang penting. Bagi Farra kamar adalah wahana terseru setelah masjid pesantrennya. Trauma dengan masa lalunya cukup menjadi alasan mengapa ia tidak terlalu suka bergaul. Tapi kalau sudah akrab dengan seseorang, beeuhhhh.....

Tadi apa Nazwa bilang? Ada yang suka? Paling akhirnya juga luka. Itu pikir Farra saat itu. Hingga Nazwa sengaja membuat Farra mulai mengnal rasa tertarik kembali.

"Farr, ikut aku yuk! Aku dipanggil ustadzah dikantor sekolah. Kayaknya berhubungan soal mading baru nanti deh."bujuk Nazwa.
"Gamau ah. Enak dikamar." Farra tetap melnjutkan menulisnya, entah menulis apa sembari berguling-guling didipannya.
"Ayolah Farr, temenin aku." bujuk Nazwa lagi sembari menarik gamis Farra.
"Nazwa.... Denger ya.." Farra memutuskan untuk duduk, agat Nazwa memahami alasan penolakannya.

"Hari ini hari jum'at, pukul 1 lebih. Kita aja udah boleh balik kekamar, berarti kita sudah sholat dhuhur. Dan berarti ikhwan sudah slesai sholat jum'at."
"Ngomong apa sih? Aku gak paham. Langsung to the point kenapa sih?" Nazwa keberatan mengartikan kaliamat Farra. Maklum, bawaan dari sering baca novel.

"Nazwa, ikhwan sehabis sholat jum'at itu free. Otomatis mereka bisa main bolalah, apa lagi menjelang turnament kayak gini pasti ada yang latihan bela diri. Kamu mau melewati lautan ikwan? Aku sih, jelas gamau." Farra mengerakkan jarinya, menandakan ia sangat keberatan.

Nazwa tidak kehabisan berepikir. Ia melihat Hanna, yang sedang memakai jaurabnya.
"Hanna, kamu mau kemana?" tanya Nazwa. Biasanya santri yang pakai jaurab itu mau menyebrang.
"Anak yang mau ikut turnament disuruh ngumpul sama ustadz."
"Tuh, kita barengan sama Hanna. Jadinya gak cuma berdua. Aku tahu alasanmu sebenarnya cuma gara-gara cuma berdua kan?" Nazwa masih belum puas membujuk.

"Ih... Kamu kesana aja sama Hanna!" Farra kembali berkutat dengan tulisannya. Jelas, ia tidak mau diganggu.
"Aku butuh kamu buat meyakinkan ustadzah Ria. Kamu kan anak emasnya! Konsep kita buat mading agak nyleneh gara-gara ikut saran temen-temen. Siapa tahu dengan ini, kerja kita makin diakui." Nazwa mengemukakan alasannya.
"Ya deh. Oke-oke." Farra menyerah.

Hanna berdiri diambang pintu, menunggu Farra bersiap. Sebenarnya Hanna dan Farra sudah sekamar semenjak kelas 10. Namun baru dekat kelas 11? Itu pun karena Fadhil. Ih... Farra, Farra kemana saja kamu? Bagi Farra teman terbaik adalah buku dan bolpoin. Ia justru dekat dengan Nazwa yang berlainan kamar? Aneh ah.

Pesanren An-Nafi' merupakan pesantren yang terletak di kota Batu. Hawanya yang sejuk, membuat pesantren ini menjadi pilihan bagi santriwan atau santriwati yang ingin menghafal Al-Qur'an. Pesantren ini sudah berdiri 24 tahun.

Pesantren ini terletak di sebuah desa. Pesantren ini memiliki pagar luar berupa perkebunan apel yang mengelilingi lokasi pondok. Kemudian barulah tembok setinggi 100 meter menjulang tinggi menutupi bangunan pesantren.

Bentuk pesantren ini mengambil konsep memanjang. Dibagian terdepan adalah gerbang dan pos satpam. Setelah pos satpam, ada 3 bangunan besar, 4 lantai. 2 bangunan merupakan kelas, yang terpisah antara gedung santriwan dan santriwati. Dipisahkan dengan lapangan seluas 500 m. Biasanya upacara dilakukan di situ. Juga lapangan itu juga dipakai dalam acara-acara tertentu. Lapangan itu juga dapat digunakan sebagai tempat menghukum santri yang bermasalah. Karena apa? Iyalah, biasnya santri yang seperti itu akan dijemur saat jam pelajaran. Otomatis santri yang bermasalah itu ditonton santri satu pesantren.

Kantor guru, labolatorium, aula, perpustakaan berada dibangunan tengah sebagai pemisah. Didekat gendung sekolah ikhwan terdapat jalan menuju kompleks asrama ikhwan.

Asrama akhwat ada dibelakang asrama ikhwan. Dipisahkan dengan masjid, rumah ustadz senior dan sebuah hutan kecil. Itu pun masih ada gerbang tinggi nan kokoh sebagai pelindung terakhir. Iyalah, mutiara harus dijaga baik-baik

Nah... Sebagai jalur transportasi santri akhwat, dibangunlah jembatan penyebrangan yang membentang panjang dari asrama menuju masjid, masjid akhwat ada di lantai 3 dan 4, melewati asrama ikhwan yang ada dibawahnya dan bermuara di lantai 3 gedung kelas santriwati.

Sebagai pelindung, jembatan tersebut diberi tembok setengah meter. Terkadang, dijembatan tersebut santriwati berinteraksi dengan santriwan, melihat ikhwan secara diam-diam oleh karena itu, sekarang dijembatan diberi cctv juga alarm. Cctv itu tersambung diruang satpam. Jika ada santriwati yang nakal, satpam langsung membunyikan alarm. Otomatis santriwati tersebut seperti dikejar maling. Belum lagi sie keamanan sudah menunggu di ujung jembatan, ada petugas khusus.

Naah.. Back to Farra.
Disinilah Farra, Nazwa dan Hanna berada. Di jembatan penyebrangan. Hanna berangkat sendiri karena ternyata teman-teman yang ikut turnament sudah berangkat duluan.

Tinggi tembok pembatas tidak sepadan dengan tinggi Farra. Ia masih dapat melihat kebawah dengan jelas. Mereka tidak kesusahan untuk berjalan bertiga beriringan, karena jembatan tersebut cukup luas.

Didepan asrama santriwan, ada matras besar yang digelar. Ada banyak ikhwan disana. Sepertinya mereka berlatih untuk turnament nanti.

Dua santriwan sedang bertarung gagah diatas matras. Keduanya sama-sama menggenakan pelindung. Satu menggenakan pelindung berwarna merah dan satu lagi biru. Farra dapat melihat jelas wajah mereka karena ia berjalan paling pinggir.

Farra terkesima, melihat santriwan yang menggenakan pelindung berwarna merah. Ia dapat membanting lawannya. Farra dapat melihat raut santriwan itu, entah matanya memang tajam, atau ia menajamkan pengelihatannya, padahal jembatan tersebut cukup tinggi.

"Astagfirullah..." guman Farra saat santriwan itu menyadari ada santriwati yang menyebrang. Farra tertangkap basah telah melihatnya sedari tadi.

"kenapa Farr?" rupanya Nazwa mendengar suara lirih Farra.
"Bukan apa-apa." Farra berusaha menutupi wajah malunya. Nazwa melirik kebawah.
"Oh..." Nazwa menganggukkan kepalanya, melihat apa yang tadi dilihat Farra.

"Yang pakai pelindung warna merah keren ya Farr?"
"Iya, apalagi waktu tadi dia membanting lawannya." Farra tersenyum sendiri, mengakui kehebatan santriwan tadi.

Nazwa tertawa. Ia berhasil menjebak Farra.
"Wah.. Wah.. Kamu jatuh cinta pada pandangan pertama ya? Itu Fadhil, cowok yang suka kamu. Kerenkan?" Nazwa tertawa licik. Seketika wajah Farra memerah.
"APAA......?" Ah.. Lebih baik dikamar saja.

***

My Lovely SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang