17.

5.4K 461 5
                                    

"Brisik!"

Suara seseorang dari arah belakang membuat David membalikkan badannya. Benar, Jara berada di sana.

"J-Jara." David cukup terkejut.

Jara mendekat ke arah David. Ia bersandar pada pembatas rooftop dan menatap ke arah langit.

"Gue gak minta lo cari gue." Ucap Jara tanpa menatap David.

David memegang kedua pundak Jara. "Ra, gue udah bilang kalau lo cukup tunggu gue."

"Gue mau tunggu lo, bang. Gue cuma capek. Sampai kapan? Gue tau ini baru awal, tapi gue udah gak tahan!" Air matanya sudah tak bisa ia bendung lagi.

David memeluk Jara erat. "Ra, lo gak boleh kayak gini."

Jara merasa nyaman. Kini tak akan ada lagi pelukan yang selalu hadir ketika ia merasa sedih. Jara sudah kehilangan pelukan Devian, dan sebentar lagi, Jara akan kehilangan pelukan David.

David melepas pelukannya. "Sekarang lo bilang, lo tinggal di mana?"

"Sama kita." Sahut Nando yang ternyata sudah berada di pintu rooftop.

"Di mana? Biar gue bisa ma-"

"Udah bel. Tungguin gue di parkiran." Ucap Jara dengan cepat, kemudian meninggalkan David.

Jara dan Cika mengambil tasnya di dalam kelas. Saat ingin menuju parkiran sekolah, Cika menarik tangan Jara memasuki toilet siswi.

"Gue mau bicara serius sama lo. Lo yakin mau nunggu lagi? Lo yakin mau deket sama bang David lagi? Dan lo udah siap buat sakit lagi?" Tanya Cika membuat Jara memutar bola matanya malas.

"Gue yakin. Bang David gak bakal buat gue sakit. Udah, kasian yang lain nunggui." Jara menarik Cika keluar dari toilet dan berjalan ke arah parkiran.

"Ke kafe deket sekolah." Ucap Jara yang diangguki oleh mereka.

Mereka segera berangkat menuju kafe yang jaraknya tak jauh dari Harapan Bangsa. Setelah sampai, mereka bercerita dan becanda gurau. Rafli juga bercerita bagaimana mereka bisa ada di Harapan Bangsa.

"Jadi gitu ceritanya." Ucap Cika mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Iya. Si Ipan, tiba-tiba kayak habis dapet otak baru." Ledek Rafli yang mendapatkan bogeman di lengannya.

Cika berdehem. "Gue ke toilet dulu."

"Ra, anterin gue." Pinta Cika yang diangguki oleh Jara.

"Apa lagi?" Tanya Jara setelah mereka sampai di toilet.

"Ra, lo yakin mau balik sama abang lo? Ra, gue gak mau lo nangis lagi."

Jara sangat menghargai ucapan Cika. Ia bersyukur memiliki sahabat seperti Cika yang sangat peduli padanya. Bahkan, Cika sangat takut jika Jara harus merasakan sakit kembali.

"Gue juga gak tau harus gimana biar Alexander terima gue lagi. Tapi gue harus coba. lo tenang aja. Makasih udah peduli banget sama gue." Perjelas Jara dengan menampilkan senyum tulusnya.

"Lo yakin?"

Jara mengangguk mantap. "Gue yakin banget. Lagian lo sendiri yang bilang bang David sayang gue."

Cika hanya dapat menghela nafas panjang. Ia juga tak dapat melarang Jara. Mereka segera kembali menemui teman-temannya.

"Ra, udah mau gelap. Balik." Ajak Cika dan memasukkan ponselnya.

"Balik aja. Udah sore banget. Kalian hati-hati." Senyuman hangat yang di berikan David membuat Jara semakin yakin jika David tak akan membencinya seperti Aland dan Melany.

Au'jara (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang