43.

2.5K 183 14
                                    

Gemericik hujan mengiringi kesunyian. Gerimis yang mewakili cerita miris dari seorang gadis.

"Ini semua harus selesai."

Jara menatap gerimis dari jendela balkonnya. Ia membencinya tetapi ia tahu, bahwa terkadang kita harus berani berjuang untuk menjadi hujan. Turun dan menerjang secara berulang-ulang.

Beranjak dari duduknya dan segera membersihkan badannya. Menatap ke arah kaca, seperti apa jadinya, semiris ini likunya? Dan ini hidupnya?

"Jangan membuang-buang waktu." Tak sengaja matanya menatap sepucuk note kecil yang pernah ia tempelkan di ujung kacanya.

Jara menghela nafas panjang, ia memang tak suka menatap cermin dan meruntuki kehidupannya. Gadis itu tersenyum, ia sadar, semuanya belum terlambat.

Mengambil laptopnya dan beranjak keluar kamar menuju meja makan. Hari apa ini? Terlihat sepi sekali. Jara mendudukkan dirinya di kursi dan meletakkan laptopnya di atas meja makan.

"Pagi, non. Lagi apa?" Suara Bi Inem dengan senyum di wajahnya.

Jara tersenyum lebar. "Eh, pagi, Bi. Jara cuma mau ngerjain kerjaan kantoran aja. Bibi habis belanja?"

"Iya, neng. Bibi buatin sarapan, ya? Bibi ke dapur dulu."

"Dua, Bi." Bi Inem sempat mengerutkan keningnya, namun ia tetap mengangguk.

Bi Inem kembali membawa dua susu hangat. Di tambah buah-buahan dan juga roti beserta lengkap dengan selainya.

Jara berdiri dan meminta Bi Inem untuk duduk. Ia mengoleskan dua roti untuknya dan juga Bi Inem, lalu memberikan segelas susu hangat untuk Bi Inem juga.

"Loh, neng, saya nanti saja. Neng Jara, jangan begitu." Ucap Bi Inem heboh.

Jara tersenyum. "Jara mau di temenin sama Bibi. Jara kangen sama Bi Ina yang ngurus Jara dari kecil. Ngomong-ngomong kenapa sepi banget, Bi?"

"Ini hari Minggu, neng, pasti semua masih tidur nyenyak." Jara lupa jika ini hari libur.

Mereka bercanda gurau sesekali melahap roti dan susu hangatnya. Sederhana namun istimewa bagi Jara.

Jara teringat kerinduannya pada Bi Ina. Ia menunjukkan foto Bi Ina pada Bi Inem. Raut wajah Bi Inem berubah menjadi kaget dan sendu secara bersamaan. Bi inem meneteskan air matanya.

"Ini Ina, neng. Saudara kandung Bibi satu-satunya. Dulu kita serumah karena saya sama Ina bekerja di rumah orang berada. Tapi kita terpisah karena suatu kejadian besar." Jara menjadi tertarik dengan cerita Bi Inem.

"Dulu ada tiga lelaki yang bersahabat dekat. Seperti den Nando, den Rangga, sama den Cakra sekarang. Saya bekerja di rumah salah satu dari mereka. Mereka sama-sama kerja keras agar bisa sukses bersama." Air mata Bi Inem semakin deras.

Bi Inem menatap Jara lekat. "Sampai mereka sudah menikah dan mempunyai anak. Tapi anak dari tuan dan nyonya tempat saya bekerja di culik, saya mencarinya tapi tidak ketemu."

"Mereka pindah ke luar negeri. Ina di ambil sama salah satu dari mereka, kalau gak salah nama keluarganya Alexander. Saya pulang kampung dan akhirnya bisa di sini." Ujarnya seraya tersenyum.

Bi Inem menghela nafas panjang. "Yang tau persis hanya Ina, karena waktu itu saya mencari bayi perempuan yang di curi. Sedangkan Ina melihat semua kejadiannya. Tidak semuanya, hanya perdebatan dan hal-hal lainnya."

"Keluarga Alexander? Keluarga Alexander cuma deket banget sama Bradley, Chandler, dan Williams." Gumam Jara mengerutkan keningnya bingung.

"Bibi pasti kangen sama Bi Ina. Bibi, mau ketemu?"

Au'jara (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang