8.

5.9K 622 2
                                    

Seperti rencana sebelumnya, lelaki itu berniat membeli makanan untuknya dan Jara. Laki-laki itu berhenti di sebuah warung kecil. Ia segera turun dari atas motor, namun sebuah tangan menahannya, Jara tersenyum tipis menatapnya.

"Apa?"

Jara menggelengkan kepalanya. "Gak papa."

Lelaki itu kembali melangkah memasuki warung tersebut. Tak lama, ia kembali dan segera naik ke atas motor dan menjalankannya menuju rumah.

"Kok, tiga?" Tanya Jara mengeluarkan nasi bungkus tersebut.

"Gue tau lo laper."

Jara hanya tertawa kecil. Sebenarnya ketika Jara menahan laki-laki itu di depan warung, Jara ingin meminta porsi makan yang lebih. Ternyata lelaki itu sudah sangat mengerti.

Setelah acara makan paginya selesai, mereka duduk diam menonton salah satu acara televisi. Jara tak sedang menikmati acara tersebut. Matanya yang menatap lurus ke arah depan ternyata sedang larut dalam pikirannya.

Jara menyenderkan kepalanya pada bahu lelaki di sampingnya. Kejadian semalam tak dapat Jara lupakan begitu saja. Di mana ia harus menerima kenyataan bahwa ini semua sudah tak semestinya.

Air matanya berhasil keluar dari tempatnya. Hatinya seperti sedang di siksa hebat. Benar-benar sakit. Tersadar dari lamunannya, Jara menghapus cepat air matanya dan mengangkat kepalanya.

"Bang, lo gak sekolah?" Tanya Jara menatap lelaki di sampingnya.

"Gak bisa."

"Kenapa?"

Bukannya menjawab, lelaki itu malah berdiri dari tempatnya dan berjalan ke arah dapur. Jara yang merasa di abaikan hanya menghela nafas panjang.

Di tempat lain, terlihat Cika tengah berjalan mondar-mandir mengkhawatirkan keberadaan Jara. Ia tak sendiri, terdapat Nathan dan teman-temannya yang juga berusaha menghubungi Jara.

Saat ini kantin sedang sepi. Cika memaksa Nathan dan teman-temannya untuk tidak mengikuti pelajaran. Cika tak tahu lagi harus meminta pertolongan kepada siapa, karena baru pertama kalinya Jara seperti ini.

"Gimana? Udah ada jawaban?" Cika memilih duduk setelah lelah.

"Lo di mana?" Gumam Nathan terdengar sangat pelan.

"Udah puluhan kali kita hubungi dan ngirim pesan banyak ke Jara, tapi gak ada jawaban. Pulang sekolah kita ke rumahnya." Perjelas Wildan yang di angguki teman-temannya.

"Gak usah mikir aneh-aneh." Ucap Affan melihat Cika yang terlihat sangat khawatir.

Cika dan Affan mulai dekat kembali walaupun rahasia keluarga mereka tetap aman dan terjaga. Cika merasa jati dirinya kembali saat Affan duduk di sampingnya, tertawa bersamanya, bahkan sesekali menggodanya.

Cika dan Affan memang sering bertemu di luar sekolah secara diam-diam. Mereka saling bertukar cerita tentang kehidupan mereka setelah di paksa berpisah.

Cika berpamitan pergi menuju kelasnya setelah mengetahui pelajaran telah berganti. Mengetahui ternyata sang guru sedang tak dapat mengajar, Cika kembali membangun semangat mencari keberadaan Jara. Hasilnya sama saja, Jara tetap tak menjawab panggilan darinya.

Pelajaran berakhir. Cepat-cepat Cika keluar kelas menuju parkiran sekolah. Ternyata sudah terdapat teman-temannya di sana.

"Udah?" Tanya Cika memakai helmnya.

"Tungguin Nathan bentar." Sahut Affan membuat Cika menganggukkan kepalanya.

Au'jara (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang