16.

5.4K 489 10
                                    

Sepulang sekolah, Jara dan Cika pulang bersama Nando yang membawa mobil. Jara duduk di depan dengan Nando, sedangkan Cika sudah terlelap sejak tadi di bangku tengah.

"Ra, gue ke minimarket dulu." Ucap Nando menepikan mobilnya.

"Kripik kentang sama minuman dingin." Sahut Jara yang diangguki oleh Nando.

Setelah Nando keluar dari mobilnya, ponsel Nando berdering. Jara mengerutkan keningnya dan menerima panggilan itu.

"Ndo, lo jadi ke rumah gue, kan? Ada hal penting yang harus di bicarain." Jara yang mengenali suara Wildan segera mematikan panggilan dan tak sengaja melempar ponsel tersebut hingga terjatuh.

"Kok, di sini?" Tanya Nando ketika menemukan ponselnya berada di bawah. Sedangkan Jara hanya mengangkat kedua bahunya.

"Ra, gue mau ke rumah Wildan bentar. Boleh?" Tanya Nando yang hanya diangguki oleh Jara.

Sebenarnya Jara kurang setuju. Tapi mau bagaimana lagi? Ia hanya takut jika sesuatu yang ingin dibicarakan oleh Wildan ternyata benar-benar penting.

"Gue masuk dulu, bentar doang." Ucap Nando setelah sampai di rumah Wildan.

Tak terasa, sudah tiga puluh menit Jara menunggu Nando. Ia sudah melakukan berbagai hal untuk mengusir rasa bosannya. Memainkan sabuk pengaman, menaik-turunkan kaca mobil, dan bermain ponselnya, tetapi Jara masih merasa sangat bosan.

Tak sengaja Jara membuka laci dashboard mobil yang membuat ia membelakkan matanya.

"P-pisau? P-pistol?" Masih dengan tak percaya, Jara mencoba mengambil dua benda tersebut.

Jara terdiam tak percaya. Untuk apa dua benda tersebut berada di dalam mobil? Rasanya sangat aneh. Ia mengembalikan pisau dan pistol tersebut ke tempat asalnya ketika melihat Nando mendekat.

"Lama banget." Jara mencoba menghilangkan rasa gugupnya.

"Wildan sama temen-temennya minta maaf." Ujar Nando dan menjalankan mobilnya.

***

"Ped, lo kenapa, sih? Bicara kek, masih kesel lo sama kita gara-gara mbak Siti?" Tanya Rafli pada David yang hanya diam saja, lebih tepatnya melamun sedari tadi.

"DAPED! LO DENGERIN KITA GAK, SIH!" Teriak Irfan tepat di telinga David.

"Lo bisa diem, gak?" David terlihat frustasi.

Dengan cepat, Irfan dan Rafli menarik David menuju kelasnya yang sedang sepi. Akhir-akhir ini David terlihat banyak berubah.

"Lo kenapa?" Tanya Rafli setelah mendudukkan tubuhnya.

"Sorry. Gue lagi mikirin Jara. Gimana cara gue buat nemuin dia?" David sudah sangat frustasi kali ini.

"Gue ada nomer si Cika, sahabatnya. Lo tinggal hubungin dia." Perjelas Rafli yang membuat David menghembuskan nafasnya kasar.

"Gue juga ada. Udah gue coba, tapi dia gak mau respon gue."

"Kalian ngomongin apaan, sih?" Tanya Irfan merusak suasana.

"Tai, lo. Mangkanya dengerin, bego!" Ucap Rafli membuat Irfan memberikan bogeman kecilnya.

Irfan menepuk bahu David. "Kenapa gak ke sekolahnya aja?"

"Gak bisa. Pulang sekolah dia pasti ngehindar." Ujar Rafli yang diangguki oleh David.

"Jangan pulang sekolah. Kita samperin dia sekarang. Gue lagi bawa mobil adik gue. Di dalam mobilnya banyak kamera, dan kita bisa manfaatin itu semua. Bilang aja mau wawancara." Panjang lebar Irfan membuat kedua temannya menatap tak percaya.

Au'jara (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang