24.

4.1K 225 17
                                    

Dua jam berlalu, gadis dengan baju putih dan celana hitamnya kini tengah menatap lekat ke arah layar ponselnya. Gadis itu, Jara.

Hari ini adalah jadwal pemeriksaan Jara. Setelah selesai dengan urusan pemeriksaannya, ia selalu duduk di atas pohon dan menatap gorden kamar rawat Devian yang masih terbuka setengah. Lalu untuk apa sedari tadi menatap ponselnya tanpa henti?

Suatu malam, ia pernah menyelinap masuk ke dalam ruang rawat Devian. Jara memasang CCTV sekecil lalat dan juga penyadap suara di ujung ruangan, agar tak perlu repot-repot untuk mengetahui keadaan mereka.

Dan sekarang sudah dua bulan semenjak ia bertemu dengan Rangga dan Cakra. Dua lelaki yang selalu membantunya untuk cepat sembuh dari penyakitnya.

Gambar CCTV di ponselnya tergantikan dengan getaran dan suatu nama yang tertera di sana.

"Lo di mana?" Terdengar suara seorang lelaki yang menghubunginya.

"Masih cari angin."

"Ke markas sekarang." Lanjutnya dan mengakhiri panggilan. Jara segera memasukan ponselnya ke dalam saku celana.

Gadis itu segera melompat dari atas pohon dan berjalan melewati taman yang tak begitu ramai.

Jara berjalan santai sembari tersenyum melihat para pasien yang tengah bersantai. Tiba-tiba Jara merasa badannya seperti ditubruk seseorang dari belakang.

"K-kak, M-maaf." Ucap seorang gadis kecil yang menunduk takut. Sepertinya ia tengah dirawat karena menggunakan pakaian pasien.

Jara berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan gadis kecil itu. "Nama kamu siapa?"

"Bella, kak. Maafin Bella. Jangan marah."

"Kakak gak marah. Kamu ngapain lari-lari, nanti kalau jatuh gimana?"

"Aku lag-" Gadis kecil tersebut menggantungkan kalimatnya dan bersembunyi di balik tubuh Jara ketika seseorang memanggilnya.

"Bella, kamu jangan lari cepet-cepet." Ujar lelaki kecil sembari mengatur nafas lelahnya. Dan sepertinya dia bukan pasien karena pakaiannya yang berbeda dengan Bella.

"Kamu jangan jadi monster, aku takut." Ucap Bella meremas baju Jara sembari berkaca-kaca.

"Iya. Aku gak akan kejar kamu. Ini, kan, topeng yang di kasih kakak kamu buat aku." Jelas lelaki kecil lalu menatap Jara heran.

"Kakak siapa? Kakak yang culik Bella, ya? Ayo, kita kerja sama buat tangkap dia." Jahilnya membuat Bella semakin marah, sedangkan Jara hanya menggelengkan kepalanya gemas.

"Kamu nakal. Aku gak suka sama kamu." Rajuk gadis kecil itu, kemudian berjalan menuju kursi taman.

Jara menggandeng sosok lelaki kecil itu dan berjalan menyusul gadis kecil yang sedang menangis.

Jara meminta sang laki-laki kecil untuk duduk di sebelah Bella, lalu Jara berjongkok di hadapan Bella untuk menatap wajahnya.

"Bella jangan nangis, dong. Nanti gak cantik kayak tuan putri. Bella masih mau jadi tuan putri, kan?"

"Tapi dia jahat, kak." Bella mulai menangis deras.

"Bella cengeng. Tuan putri itu gak cengeng kayak kamu. Kayak aku, nih, kuat kayak pangeran." Ucap laki-laki kecil dan membuat Jara tersenyum ke arahnya.

"Kamu mau jadi pangeran? Tau gak, kalau pangeran gak pernah bikin tuan putrinya nangis?" Sangat lembut dan halus, membuat lelaki kecil itu tertarik dengan kalimat Jara.

"Aku mau jadi pangeran. Jadi pangeran itu harus baik, ya? Tanyanya lugu.

Jara mengangguk. "Iya. Pangeran gak akan diam kalau ada yang nyakitin tuan putrinya."

Au'jara (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang