(24) Rencana Baru [REVISI]

34.5K 2K 59
                                    

"Amarah enggak mengenal profesi. Kata maaf selalu terhalang gengsi."

-FiersaBesari-

***

"Steven, thanks udah selamatin Anna gue," ucap Garry sembari menepuk bahu Steven.

Steven yang awalnya tengah melamun tersentak. "Ah, iya, sama-sama. Itu juga kewajiban gue sebagai manusia. Bukannya saling membantu, 'kan?" tanya Stev.

Garry mengangguk. "Iya."

Kini giliran Steven yang menepuk bahu Garry. "Sabar ya, gue tahu Anna cewek kuat, Gar."

Garry mengangguk, "Gue juga tahu," balasnya sedikit tak yakin. Tapi gue enggak yakin dia bisa mengingat semuanya, lanjut Garry dalam hati.

"Gue tahu lo gak yakin, Gar. Karena itulah, ubah mindset lo, dan yakinkan semuanya kalau Anna baik-baik aja." Lo juga harus berusaha yakinkan gue, Gar, imbuh Stev dalam hati.

Garry mengangguk. "Lo bener, Stev. Kalau gue aja enggak yakin, gimana yang lain. Iya, 'kan?"

Stev mengangguk. "Bener banget, bro."

Keduanya tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya ada Felix, Garry, Alex, Leon, Kelvin dan Agatha. Cewek itu menolak untuk pulang dan sudah meminta izin pada orang tuanya.

"Gar!" panggil Agatha sedikit berteriak.

Garry dan Stev menoleh ke asal suara. "Kenapa, Tha?" tanya Garry.

"Gue mau ngomong sama lo," katanya kemudian duduk di samping Garry.

Kelvin, cowok yang terus membuntuti Agatha kemanapun ikut duduk di samping Agatha. "Vin! Lo bisa minggir, enggak?!" kesal Agatha pada Kelvin.

Dengan polos Kelvin menggeleng. "Enggak. Gue bahkan enggak bisa jauh-jauh dari lo, Tha." Mata Kelvin menyiratkan sesuatu yang tidak terlalu Agatha pusingkan.

Memilih mengabaikan Kelvin, Agatha kembali memandang Garry, "Gue mau cerita soal Melody. Gue yakin lo belum tahu, Gar."

"Apa?" tanya Garry seraya mengurut keningnya. Darah yang sempat keluar dari hidung dan pukulan Leon membuat Garry pusing. Apalagi dia baru saja sembuh dari sakitnya.

Agatha memandang penuh kesedihan ke depan. Cewek itu kembali mengingat memorinya beberapa waktu silam. "Melody ... sebenarnya bukan anak kandung Om Felix, Gar ..."

Lirihan itu terdengar di telinga Garry. Jelas. Bahkan sangat jelas. Hingga rasa pusingnya tergantikan dengan penasaran yangamat besar. "Maksud lo?" tanya Garry langsung menoleh.

"Malam itu gue denger, Melody bilang ..."

"Tuhan ... selama ini siapa Ayahku?" - Chapter 12. Maaf

" ...'Tuhan, selama ini siapa Ayahku'. Gitu, dia bilang gitu, Gar." Agatha menoleh ke samping dan matanya sempat bertatapan sejenak dengan Garry.

"Lo serius?" tanya Garry.

Agatha mengangguk, "Gue serius. Gue semakin khawatir sama keadaan Melody, Gar. Dia pasti makin tersiksa di rumah sialan itu. Bukan karena Om Felix, tapi karena adiknya," kesal Agatha sampai mencengkram lengan Kelvin tanpa sadar.

Sementara diantara mereka, seseorang menunduk diam. Dia hanya mendengarkan percakapan mereka tanpa mau ikut campur. Kemudian, dalam hati dia berkata, apa dia? batinnya.

***

Pagi hari, ada dua pria yang berbeda usia tengah saling berhadapan. Mereka adalah Ayah dan anak yang tengah menyelesaikan sesuatu.

"Pah, apa insting aku bener, ya?" tanya sang putra pada pria paruh baya yang santai dengan kaos oblongnya.

"Papah juga tidak tahu, karena Papah juga merasakan hal yang sama, Nak."

Putranya menghembuskan napas lelah sembari menyender pada sofa. "Aku harap emang dia yang kita cari, Pah. Aku bener-bener enggak mau kehilangan dia untuk kedua kalinya."

Sang Ayah mengangguk, "Papah juga berharap seperti itu."

Di tempat lain, Jennifer, Lia dan Shabila tengah berbincang ringan di sebuah cafe yang tidak jauh dari rumah sakit tempat Melody dirawat.

"Gue yakin enggak akan ada yang curiga sama kita, sih," ucap Jennifer angkat suara setelah berdiam beberapa menit.

"Gue enggak terlalu yakin, sih." Lia menambahkan.

"Maksud lo?" tanya Bila. Cewek imut dengan kelicikan luar biasa. "Lo enggak yakin sama apa yang Jenni lakuin?" tanya Bila yang sesungguhnya memancing amarah Jenni dan Lia.

Lia tak ingin terpancing. Cewek itu memutar bola matanya malas, "Denger, ya. Leon ... " Lia memandang Jenni dan Bila bergantian. "Enggak sebego dan sebodoh seperti yang kita kira."

Mendengar lanjutan Lia, sebenarnya Jenni sedikit was-was. "Sebelum itu terjadi, gue punya rencana lain, tenang aja." Jennifer tersenyum licik. "Gue akan lakukan sendiri."

"Gue udah bantu lo, Jenn. Giliran lo yang bantu gue sekarang," ucap Bila menyiratkan sesuatu, "Jo itu milik gue, selamanya akan tetap begitu."

Tanpa disadari mereka, seseorang telah mendengarnya dari awal hingga akhir. Dan ya ... dia tidak akan bertindak sekarang. Tetapi, dia akan bertindak saat waktunya tiba.

Berbeda dengan Jennifer Cs yang sibuk bolos, Agatha dan Renata sedang mempersiapkan kelas mereka untuk ikut andil dalam pensi tahunan. Agatha menghampiri Bany sebentar untuk mengatakan sesuatu.

"Ban, gue mau ngomong," ucap Agatha membuat kegiatan Bany yang sibuk mencata menoleh.

"Ngomong apa, Tha?" tanya Bany. "Eh iya, katanya Melody masuk rumah sakit, ya? Dia ketabrak mobil, 'kan?" tanya Bany sebelum Agatha mengajukan pertanyaan untuknya.

Agatha mengangguk. "Iya, dia masuk rumah sakit dan sampai sekarang belum sadar. Ini juga yang mau gue omongin, Melody mungkin enggak bisa ikut andil buat pensi, Ban."

Bany mengangguk. "Iya, gue sama anak-anak juga udah omongin itu sih, di grup. Paling-paling kita siapin cadangan aja, takutnya Melody keburu sadar terus dia mau ikut partisipasi."

Agatha mengangguk. "Berapa lama lagi?" tanya Agatha.

"Paling sekitar sepuluh hari lagi, Tha. Ya ... kurang lebih dua minggu lah," jawab Bany.

"Oke. Do'ain Melody, ya." Agatha menepuk bahu Bany.

"Pasti, Tha. Lo tenang aja," jawab Bany. "Kita juga nanti balik sekolah jenguk dia, perwakilan aja, sih."

Agatha mengangguk, "Oke, gue juga sama Renata nanti kesana. Itu aja sih yang mau gue omongin, Ban. Maaf, ya."

"Santai, Tha. Di kelas ini tuh semua keluarga," ujar Bany membuat Agatha tersenyum lebar.

***

Di jalan pertiwi, Garry Cs sibuk memperhatikan sekitar. Seingatnya di jalan itu ada beberapa cctv, dan Garry harap pelaku kejahatan Melody itu tidak menghapusnya.

"Gar, kayaknya bukti cctv udah dihapus deh," ujar Kelvin menyentak lamunan Garry.

Garry menghembuskan napas kasarnya, "Gue juga berpikir kayak gitu, Vin." Tatapan Garry menajam. "Gue penasaran sama tujuan utama Leon deketin Anna."

Steven mendekat, "Maksud lo?" tanyanya dengan mata menyipit tajam.

"Lo semua tahu Raisa, 'kan?" tanya Garry yang diangguki ketiga temannya, "Gue malah berpikir, kalau Leon deketin Anna cuman buat balas rasa sakit Raisa doang," imbuhnya membuat satu diantara keempat itu mengepalkan tangannya kuat.

"Terus kita harus ngapain?" tanya Nandan dengan ekspresi datarnya.

"Udah lama gue enggak berantem sama tuh cowok. Gue bakalan tantang dia one by one. Bukan tawuran," ucap Garry diakhiri senyuman miring.

***

To be continue.

𝙺𝙴𝚃𝚄𝙰✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang