(30) Mencari Kebenaran [REVISI]

31.8K 1.9K 139
                                    

"Seseorang yang tepat tak selalu datang tepat waktu. Kadang ia datang setelah kau lelah disakiti oleh seseorang yang tidak tahu cara menghargaimu."

-FiersaBesari-

***

Setelah memastikan sekitarnya sepi, Melody bergegas masuk ke dalam kamar Felix untuk mencari dokumen kelahirannya. Untung dia lahir di rumah sakit, bagaimana jika lahir di rumah? Harus bertanya pada siapa lagi Melody.

"Ayo dong ... ada, ada, ada," gumam Melody mengecek satu persatu dokumen di dalam lemari Ayahnya. "Untung aja Mamah sama Jennifer lagi have fun, jadi aku bisa leluasa."

Setelah sepuluh menit bergulat dengan dokumen dan anak-anaknya, Melody merasa menyerah. Tetapi, matanya tak sengaja menangkap satu dokumen yang terletak di paling pojok dan dalam. Segera Melody bangkit dan mengambilnya.

Tetapi, belum dokumennya terbuka, suara Jennifer dari bawah yang berteriak membuat Melody terkesiap dan cepat-cepat membereskan dokumen yang sempat diacaknya.

Sementara itu, di bawah Pamela dan Jennifer berdiri kesal dengan belanjaan yang tergolek di bawah tanpa mau membereskan. Jennifer sudah sangat lelah, ditambah terus berteriak memanggil Melody tetapi tidak pernah datang.

"Melody?!" teriak Jennifer.

"Iya, Jenn!" balas Melody berteriak.

Jennifer dan Pamela bisa melihat Melody yang sudah siap dengan jeans putih dan kaos panjangnya yang berwarna hitam. Hal itu justru membuat ibu dan anak itu saling memandang heran.

"Mau kemana lo?!" sinis Jennifer bertanya tak santai.

"Mau keluar bentar," jawab Melody memandang Pamela. "Anna izin dulu ya, Mah."

Pamela mengangguk malas. "Gih! Lebih baik jangan balik lagi kamu! Bikin gerah aja di rumah juga," kata Pamela.

"Assalaamu'alaikum." Melody segera berlari keluar tanpa mau mendengarkan ocehan panjang kali lebar milik Jennifer.

"Melody! Angkat belanjaan gue dulu! WOY!!!"

***

Di dalam taksi yang dipesannya, Melody baru bisa bernafas lega. Berbeda saat di dalam rumah, karena ada dua mahkluk yang selalu memancing emosinya hingga ubun-ubun. Jangan berpikir jika Melody lemah karena diam saja. Hey! Big No! Melody diam karena sedang merencanakan kejahatan yang luar bisa istimewa untuk dua mahkluk asing itu.

"Rumah sakit Kasih Bunda," gumamnya membaca kembali tempat kelahirannya itu. Tatapannya beralih ke luar jendela dan terkunci. Dia memandang kosong jalanan yang hingar-bingar dengan kendaraan.

Melody udah salah dong anggap Mamah Pamela sebagai sahabat yang enggak tahu diri? Bukannya Bunda ya yang jadi istri kedua Ayah? Apa Melody harus benci Bunda? Tapi ... enggak mungkinlah. Paling Melody benci diri Melody sendiri, batin Melody.

Masih ingat saat Melody mengatakan jika Pamela adalah sahabat dari mendiang Ibunya? Melody sempat tidak terima saat Ayahnya membawa seorang wanita dan gadis seusianya ke dalam rumah. Tetapi sekarang, justru Melody merasa malu dan sulit untuk berinteraksi dengan Pamela juga Jennifer.

"Neng, udah sampai," kata Pak supir menyentak lamunan Melody.

"Oh? udah ya, Pak?" tanya Melody pada Pak supir.

"Sudah, Neng."

Segera saja Melody turun setelah membayar ongkosnya dan berjalan pelan menuju ke dalam Rumah Sakit Kasih Bunda. Tempatnya dilahirkan belasan tahun lalu.

𝙺𝙴𝚃𝚄𝙰✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang