Kepedean

167 38 19
                                    

Percaya diri sih boleh, tapi jangan sampe kepedean. Sakit nanti kalau tidak sesuai dengan keinginan.

“Sebenernya,” ucap Andrean canggung.

Ajeng menunggunya dengan debaran lebih cepat dari sebelumnya. Ia berpikir mungkin Andrean akan menyatakan cintanya.

Inikan tempat yang romantis. Lagian kalo bukan mau nembak ngapain ngajak kesini. Udah gitu gugup lagi- pikiran Ajeng mulai kacau. Ia berharap yang tak pasti bahkan sangat berlebihan seperti ini.

“Apa?” tanya Ajeng menunggu kelanjutan ucapan yang sangat ia nantikan itu.

“Sebenernya gue mau minta maaf sama lo.”

PRAAANG!!!

Rasanya sangat menyakitkan.

Mungkin dia berharap terlalu tinggi.

Sakit, sih. Tapi bisa apa?

Wajah Ajeng pun mulai memerah. Bukan karena marah ataupun berdebar tentunya. Mungkin ia hanya malu berimajinasi terlalu tinggi. Ia bahkan melupakan satu hal penting. Bahwa Andrean mana mau sama dia. Catat itu!!

“Soal apa?” tanya Ajeng setelah sadar dan kembali kepada kenyataan. Ia pura-pura bersikap biasa saja. Padahal nyatanya gak biasa malah mungkin luar biasa.

“Nanti lo juga tau,” jawab Andrean meninggalkan teka-teki di otak minimalisnya itu.

Meski kecewa ternyata bukan menyatakan cinta, percayalah Ajeng tetap bahagia. Karena setidaknya ia memiliki waktu untuk berbincang dengan orang yang paling ia cintai ini.

••••

Aneh rasanya ketika Andrean mengantar pulang Ajeng yang bahkan notabenya tidak terlalu dekat. Bahkan kali ini dandanan Ajeng sedikit lusuh. Ia tak ada niatan untuk tampil cantik sebelumnya.

Andai saja ia tau akan bertemu dengan pujaannya, pasti ia sudah persiapan terlebih dahulu.

Ajeng terus saja berandai-andai sampai melupakan janjinya dengan Joy, kakak kelasnya. Ia hanya tersenyum menjalani hari ini karena bisa duduk di motornya Andrean yang terbilang langka itu.

Andrean hanya melirik sekilas melihat ekspresi Ajeng dari kaca motornya. Aneh, sepertinya ia merasa nyaman dan terlihat tersenyum samar di wajah tampannya itu.

Entah apa yang membuatnya bersikap demikian. Bahkan ia juga tak tau kenapa bisa membawa seorang gadis ketempat favoritnya selama ini.

****

Bel pertanda jam pelajaran pertama berbunyi nyaring diikuti dengan para siswa yang berlari menuju kelasnya masing-masing. Seperti biasa, Ajeng duduk di samping Nova dan mengeluarkan senjatanya untuk belajar.

Sambil menunggu guru mata pelajaran yang belum memasuki ruangan Ajeng meraih ponselnya yang ia letakkan dibawah meja. Ia hanya melihat-lihat apakah ada notifikasi baru atau tidak.

Dan ternyata nihil, tak ada satupun.

“Memang aku ini berharap apa, sih?” gumam Ajeng pelan sambil memasukkan kembali ponselnya karena guru sudah tiba.

Pelajaran dimulai dengan sapaan terlebih dahulu, dan diakhiri dengan salam tentunya.

“Kantin gak?” tanya Nova setelah guru keluar dari ruangan.

“Kantin dong, masa iya mau diem di sini,” sahut Ajeng menanggapi pertanyaan Nova yang menurutnya sedikit aneh. Tentu saja Ajeng pasti ke kantin, masa iya duduk disini. Itukan aneh.

****

Tidak ada perbedaan untuk hari ini. Mereka tetap berkumpul berempat sambil bersenda gurau menunggu pesanannya.

“Eh, kan kita udah sekolah di sini sekitar satu mingguan. Tapi kok aku gak pernah liat ketua OSIS nya, ya?” tanya Ajeng tiba-tiba.

“Oh ketos-nya sekolah ini? Katanya sih dia ada perlombaan atau apalah, pokoknya gitu deh. Jadi tugas OSIS nya diserahin ke bawahannya,” jelas Jane yang memang mengetahui segala hal tentang sekolah ini.

“Wah keren,” sahut Vania membuat ketiga temannya melirik kearahnya.

“Apanya?” Tanya Jane masih dengan lirikan miliknya.

“Keren aja gitu, baru jadi ketos sibuknya udah kaya presiden aja, sampe gak bisa ditemui segala.”

Entah kenapa, dari pernyataan Vania barusan membuat keempatnya terkekeh garing ditengah kerumunan kantin.

“Dipikir-pikir, iya juga, sih,” ucap Nova masih diiringi tawa khasnya.

Semua penghuni meja itu tertawa geli karena tingkah mereka sendiri. Memang bahagia itu sederhana, gosip-in orang aja udah termasuk ko.

“Btw tuh penampilan ketos-nya gimana, keren gak?” Vania bertanya antusias, memang gadis satu ini ngebet banget dengan yang namanya cowok-cowok ganteng.

“Kalo dia termasuk cogan emang lo mau apa, jadiin gebetan?”

“Ya kalo cogan sih, gue mau,” jawab Vania menanggapi pertanyaan Jane.

“Tapi sayang, udah punya pacar dia.” Jane tersenyum mengejek kepada temannya itu.

“Yah! Kurang dong stok cogan jomblo buat gue,” ucap Vania pelan sambil membuang nafas masam. Kecewa cogannya udah ada yang punya.

Ajeng hanya terkekeh melihat ekspresi temannya yang satu ini. Entah kenapa dia sangat tergila-gila dengan para cowok gantengnya itu.

“Emang pacarnya siapa? Anak OSIS juga?”

“Bella Berliana, anak kelas dua belas IPA dua.”

“Iya, sekretarisnya kalo gak salah.” Jane kembali menjelaskan.

“Kamu itu emang informan yang tau segalanya ya.” Ajeng terkagum-kagum.

“Iya dong, gue gitu loh,” ucap Jane sambil mengibaskan rambutnya kebelakang.

“Ah elah, biang gosip aja bangga!” ledek Vania menanggapi ucapan Jane.

Seperti biasa, terjadilah perang mulut antara mereka berdua. Memang benar, jika kedua curut ini bersama pasti saja mereka berulah seperti ini. Bikin geleng-geleng kepala saja.

“Udah-udah. Mending ke kelas aja, bentar lagi juga bel masuk, nih,” lerai Ajeng memisahkan keduanya.

Mereka berempat pun beranjak pergi meninggalkan kantin dengan keadaan kenyang luar biasa.

Makanan disini memang sangat lezat. Hingga tak ada satupun siswa yang akan menolak ketika memakannya. Begitu juga keempat gadis yang kini telah melenggang pergi keluar pintu kantin.

______________________________________

Maaf baru update lagi, soalnya kemaren kemaren sibuk ngisi tugas mulu😅

Jangan lupa tekan bintang yang ada dibawah juga ya😁❤️

Ditunggu dipart selanjutnya, bay bay😘😻🤗

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang