Cinta itu memang butuh perjuangan, natap dari jauh aja udah termasuk ko. Jadi, kecengin aja terus siapa tau baper.
“Hai Ajeng,” sapa Mayhara membuat semua orang yang melihat melongo kaget dibuatnya.
Ajeng hanya diam ditempat melihat Mayhara yang kemudian berlalu dari hadapannya.
Hari yang bahkan sudah diawali oleh kejanggalan apakah akan berjalan dengan lancar? Kata itulah yang terus terngiang dalam pikirannya.
Bagaimana tidak, Mayhara yang selama ini membencinya tiba-tiba menyapanya dengan sangat ramah. Bahkan ditempat umum seperti ini. Aneh bukan?
****
“Eh, kalian inget gak sih waktu kak Mayhara bilang kalo dia itu temen masa kecilnya Ajeng?” tanya Clara memulai aksi gosipnya.
Temannya yang lain hanya menanggapi dengan anggukan dan menatap lebih lekat.
“Emang napa?” tanya Freya menutup buku bacaannya.
“Ya, aneh aja gitu. Kalo misalkan kak Mayhara itu emang temen masa kecilnya Ajeng, harusnya dia tau dong kalo Ajeng tuh gak punya nyokap. Bener gak, sih?”
“Eh, iya juga, ya. Kok gue mendadak jadi bloon gini, sih?” Amanda menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Semua orang hanya mengangguk dan berpikir ulang mengenai ucapan Clara yang ada benarnya.
“Tau ah, otak minimalis gue disuruh mikirin hal berat kek gini? Sumpah bikin pusing,” ucap Dava menyerah dan duduk kembali ketempat asalnya. Teman-temannya yang lain pun hanya mengangkat bahu pertanda bingung dan tak tau apapun.
••••
Gosip mengenai kejadian tadi pagi pun menyebar dengan sangat cepat. Sumber-sumber terpercaya bahkan meraciknya terlebih dahulu sehingga membuatnya lebih menarik. Itulah gosip, selalu ada tambahan dari aslinya.
Tidak seperti biasa, kini Ajeng berjalan menuju perpustakaan bukan kantin tempat istirahatnya itu.
Ajeng berjalan cepat, tanpa siapapun disampingnya, baik itu Nova, Jane ataupun Vania. Ia benar-benar melangkahkan kakinya sendirian.
Mendaratkan bokongnya di kursi panjang paling ujung. Ajeng membawa setumpuk buku dan memandanginya dengan sendu.
Ajeng tidak membacanya, ia hanya memandangi buku-buku itu layaknya sebuah hiasan. Entah apa tujuannya, yang pasti kini karir buku sudah berubah. Yang awalnya bahan bacaan, kini menjadi bahan kecengan gadis cantik. Lucu memang.
“Gadis aneh. Mana ada orang ke perpus bawa buku setumpuk cuma dijadiin pajangan. Ya setidaknya, kalo mau pura-pura ambil satu aja kan cukup?” gumam seseorang pelan sambil pergi membawa bola menjauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Setelah puas menatap maha karyanya itu, Ajeng mengambil dan meletakkannya kembali ketempat semula lalu melangkah pergi meninggalkan perpustakaan.
Kini ia menatap koridor tempatnya berjalan dengan senyum merekah, bukan tatapan sendu seperti tadi. Mungkin dia mendapat kekuatan dari maha karyanya tadi. Patut dicoba!
Tiba-tiba Ajeng berhenti ditengah perjalanannya. Ia memandang punggung tegap milik pria idamannya itu dengan mata berbinar. Tak ada niatan memindahkan mata cantiknya untuk menatap kearah lain.
“Tatap aja terus, sampe gak sadar ada gue.” Nova menepuk pundak Ajeng dan hal itu berhasil mengagetkannya.
“Apaan, sih?” balas Ajeng senormal mungkin. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya dan mengalihkan pandangannya ketempat lain.
Sebelum Nova kembali angkat bicara, Ajeng dengan sigap meraih tangannya dan buru-buru mengajaknya masuk kedalam kelas. Takut diintrogasi lebih lanjut tentunya.
••••
Ajeng duduk di kursi dekat jendela milik teman sekelasnya. Ia kembali menatap kearah luar dan terpampang dengan jelas lapangan basket yang sangat luas.
Tentu saja dia sengaja menduduki kursi tersebut dengan tujuan memandangi pujaan hatinya tanpa henti. Ia bahkan terus menatap tak berkedip dibalik jendela kelasnya yang bening tak bernoda. Tak ada batas diantara mereka, kecuali kaca dan jarak yang memisahkan.
Ajeng hanya menatap tanpa suara.
Dalam diam ia menghantarkan doanya agar bisa berbincang dengannya dan menatapnya lebih dekat. Meskipun pernah pada saat sebelumnya, tapi tetap saja rasanya berbeda. Ia ingin menatapnya sebagai gadisnya, bukan adik kelasnya. Entahlah, tapi mimpinya itu terlalu tinggi dan bahkan terbilang tidak mungkin.
Pikiran Ajeng terus berkecamuk, ia selalu saja memikirkan hal yang tidak tidak. Mulai dari pikiran yang menyatakan dirinya sebagai kekasih Andrean, bahkan momen makan malam berdua pun tak luput dari halusinasinya.
Definisi TQOH (The Queen Of Halu) yang sesungguhnya.
Entah berapa julukan yang harus ia terima saat ini. Dia selalu saja masuk dalam kategori apapun. Luar biasa!
Namun dalam sesaat impiannya buyar ketika Clara sang pemilik kursi mengagetkannya dan menyuruhnya angkat bokong dari kursi tempat duduknya. Ajeng hanya berdecak kesal dan menatap dengan tajam. Ia kesal, frustasi dan sebagainya.
Dengan perasaan jengah, Ajeng mulai terduduk dikursi miliknya dan menarik nafas dalam menatap jendela dengan tatapan sendu seolah mengucapkan selamat tinggal.
****
Bel pulang berbunyi nyaring dan disambut dengan riuh oleh para siswa. Ajeng keluar meninggalkan kelas lebih cepat dari biasanya.
Ia berlari kearah parkiran dan berdiri mematung di sana. Bukan karena ia membawa kendaraan atau apapun. Ajeng hanya ingin melihat wajah pria idamannya saat ini juga. Memang terkesan berlebihan, namun mau bagaimana lagi toh dia gadis yang sedang dimabuk asmara.
Seperti biasa, Ajeng menatapnya tanpa henti. Berkedip saja tidak menjadi penghalang untuknya saat ini.
______________________________________
Hadeh, parah emang orang yang lagi kasmaran mah🤣🤣
××××××
Jangan lupa tinggalkan jejakmu readers, votenya juga jangan ketinggalan ya😁
Sampai jumpa🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragis [TERBIT]
Ficção AdolescentePre-order [25 Februari - 30 Maret 2022] Bisa beli di Shopee : cmgbekasi.store Pembayaran melalui : 1. PayPal 2. OVO 3. DANA 4.Bank Mandiri More info : 081280580215 (MinBe) 085797559818 (Author) _________________________________________ Tragis me...