Rahasia

72 11 3
                                    

Tersenyum didepan, namun menusuk dari belakang.

“Nda, ada yang nyariin lo tuh!” teriak Fanya dari meja paling depan.

“Cie! Dicariin siapa nih,” goda Vivian kepada temannya.

“Cowok?” Vina ikut nimbrung.

“Apaan, sih!” sela Rinda buru-buru pergi keluar dari ruangan.

Kedua curut saling pandang setelah kepergian Rinda. Mereka tersenyum jail dan ngacir keluar mengikuti temannya itu.

“Yaelah gue kira cowok.”

“Cape gue lari-lari. Tau gini jalan aja gue tadi.” Vivian berbicara dengan posisi masih sedikit membungkuk.

“Tau, ah. Lagian ngapain coba kak Dara nyariin tuh bocah?”

“Eh mau kemana?” Vina berbalik sambil meneriaki Vivian yang berjalan kearah sebelumnya. Ia tak menjawab sahutan dari temannya itu dan terus saja melenggang pergi.

“Yah, si curut malah pergi.” Vina masih berdiam ditempat sebelumnya.

“Semuanya beres, kan?” Vina yang berniat meninggalkan tempat pun mengurungkan aksinya. Ia berjalan mendekat. Menajamkan pendengarannya agar bisa menguping dengan baik.

“Iya, kak. Tenang aja,” jawab Rinda sambil tersenyum.

Diluar dugaan, Vina berpikir topiknya akan memanjang. Namun pada kenyataannya tidak. Dara hanya menepuk pundak Rinda kemudian berlalu pergi meninggalkan senyuman untuk lawan bicaranya.

****

“Mah, Vina keluar sebentar ya.”

“Jangan lama-lama nanti nenekmu pulang.”

“Iya,” jawabnya berteriak dari arah pintu depan.

Sore ini Vina berencana untuk pergi menikmati waktu luangnya dengan berjalan-jalan disekitar komplek rumahnya. Taman di komplek ini sangat luas dan menjadi tempat tongkrong anak-anak muda seusianya. Ia hanya pergi sendiri. Tadinya Vina berencana mengajak teman-temannya untuk pergi bersama, tetapi dia lupa memberitahu mereka.

“Kalo dihubungi sekarang mana ada yang dateng,” melas Vina menatap layar ponselnya.

Ia duduk sendiri sembari melihat-lihat pemandangan yang disediakan didepan matanya. Lingkungan yang bersih, sangat indah.

Vina beranjak dari kursi dan merentangkan tangannya menikmati embusan angin sore. Ia melirik ke segala arah mencuci kesegaran matanya. Sesuatu tertangkap oleh indera penglihatannya. Pemandangan yang sangat jarang terjadi. Ia pun beranjak pergi dan mengikuti arah pandang bola matanya.

****

Beranjak dari tidur panjang yang bikin nyaman memanglah sulit. Namun apa daya, gadis mungil ini harus sampai disekolah lebih pagi dari biasanya.

“Gue jemput lo sekarang!” Jane menutup telepon sepihak.

Ajeng hanya tersenyum sambil memasukkan roti bakar kedalam mulutnya. Ia berlari keluar rumah untuk menunggu jemputan dari sahabatnya Jane.

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang