Waktu yang Berlalu

343 57 8
                                    

Sedalam apapun kamu mengubur penderitaan tak akan pernah hilang sebelum diikhlaskan.

Ajeng kini tengah mematung sambil menahan rasa sakit. Entah itu ditubuhnya ataupun perasaannya.

Dia berharap hanya satu. Waktu berputar dengan cepat hingga menjadikannya berlalu begitu saja.

••••

Entah angin menerpa dari mana, gadis cantik itu menampar balik seniornya yang kini berdiri dengan wajah tanpa bersalahnya.

Ia memang tidak takut, tetapi menamparnya balik tak pernah terlintas dipikirannya.

“Berani banget lo ya, dasar jalang!” murka Mayhara dengan tangan yang berniat menampar kembali. Namun kalah cepat dengan Ajeng yang kini sudah memegang erat pergelangan tangannya.

“Kalo lo bisa kenapa gue engga?” tanyanya tajam sembari menghempaskan tangan Mayhara kasar.

Semua orang dibuat kaget sekaligus takjub dengan keberaniannya. Bagaimana tidak, dia hanya gadis yang baru dua hari menginjakkan kaki disekolah ini, sedangkan Mayhara adalah ratu nya sekolah. Bisa dibilang dia ditakuti bahkan oleh kakak kelasnya sendiri.

Dan yang paling membuat semua orang kaget adalah cara bicaranya. Teman satu ruangannya cukup tau bahwa Ajeng selalu menggunakan aku-kamu. Namun entah kenapa saat ini dia berucap lo-gue padahal dihadapan seniornya.

Pikiran mereka berkecamuk. Mungkin orang-orang baru menyadarinya.

Berbeda dengan gadis berkacamata yang kini tengah duduk sambil mengerjapkan mata tak percaya. “Gue yakin dia baik ko, mungkin itu cara dia buat ngadepin mak lampir gila kaya Mayhara.”

Padahal mereka tak saling mengenal, namun entah mengapa gadis itu sangat yakin dengan ucapannya tersebut.

Dengan langkah percaya diri, Ajeng pergi meninggalkan Mayhara yang masih diam terpaku ditempatnya.

Mungkin baru kali ini dirinya ditampar balik oleh seseorang yang bahkan dianggapnya rendah itu. Kemarahan tersirat sangat jelas dari tatapannya.

****

Mengingat kejadian tadi siang membuat Mayhara marah sambil meremas kertas yang berada di genggamannya. Sedari tadi dia terus memikirkan cara untuk membalas kelakuan Ajeng berkali kali lipat.

Jam terus berputar pada porosnya, dan Mayhara masih terdiam membisu ditempatnya. Tak lama, tubuh yang sedari tadi terduduk itu kini bangkit dan bergerak pergi.

Kedua kaki yang melangkah beraturan itu mulai melambat dengan mata yang terus menelusuri sekeliling ruangan.

Sepi. Kata yang dapat menggambarkan suasana saat ini.

Ditempat yang berbeda, sesosok gadis tengah sibuk berkutat dengan wajannya. Mengaduk-aduk nasi yang kini sudah berubah warna, itulah yang Ajeng lakukan.

“Laper banget,” gumamnya pelan sebelum menuangkan nasi yang sudah kecoklatan itu.

“Mungkin karena dari pagi belum makan kali ya?” Ajeng kembali berucap dengan tangan yang masih sibuk menata piring putih miliknya.

••••

Saat senja telah berubah menjadi gelap, Ajeng duduk termenung sendiri dibawah sinar bulan dan bintang-bintang yang ada diatasnya.

Pikirannya lagi-lagi berkecamuk dengan ingatan masa lalu yang terus berkeliaran.

Ketika ia berjanji disebuah taman kecil dipinggir danau. Sama seperti saat ini, suasana malam yang amat sangat indah menyeruak menghiasi indera penglihatan keduanya. Tak lama, gadis-gadis kecil itu mulai menautkan kedua jari kelingkingnya pertanda sebuah perjanjian. Namum entah karena apa, salah satu diantaranya tengah menangis sesenggukan.

Mengingat kejadian tersebut membuat air mata Ajeng lolos begitu saja. Ia tak kuasa menahan segalanya sendiri, padahal faktanya dia memang selalu sendiri.

Namun entah mengapa keadaan sepi kali ini membuat hatinya kosong. Bukan karena tak ada nama, melainkan perasaan hampa. Ia rindu kasih sayang. Ia rindu rasanya dicintai. Tapi sampai detik ini pun ia tak pernah mendapatkannya.

****

Bunyi alarm terdengar sangat nyaring. Membangunkan gadis yang kini tengah menguap lebar. Ia mengangkat tubuhnya sendiri untuk meraih benda menyebalkan yang berhasil membawanya kembali kepada kenyataan.

Ingin rasanya tidur kembali, namun apa daya akalnya jauh lebih kuat daripada rasa malasnya.

Ajeng bangkit dari kasurnya dan berjalan ke kamar mandi dengan mata setengah terpejam.

Seperti biasa, sebelum pergi ke sekolah ia mengunci pintu rumahnya. Ajeng memang tinggal sendirian tidak dengan satu orang pun yang menemaninya.

Berjalan menyusuri trotoar dengan didampingi udara pagi. Duduk menunggu seperti ini adalah rutinitas untuknya.

Hari ini Ajeng berangkat terlalu pagi rupanya, bahkan di halte bus pun hanya segelintir siswa yang sudah kelihatan batang hidungnya.

••••

Sibuk berkutat dengan tugas yang diberikan. Semua siswa baru tengah memikirkan jawaban dari pertanyaan berbeda di atas kertasnya masing-masing. Sangat rumit bahkan berbelit belit.

Sama halnya dengan yang lain, Ajeng pun tengah sibuk berpikir saat ini.

Entah mengapa perasaannya menjadi lega dan nyaman. Mungkin karena hari ini berjalan sesuai rencananya, tanpa ada masalah satupun.

Tiba-tiba Mayhara berjalan tepat dihadapan semua orang. Berdiri angkuh dengan tangan terlipat.

“Gue Ara teman masa kecil lo sepuluh tahun yang lalu.”

Mendengar hal itu Ajeng terkejut sesaat. Namun akhirnya ia kembali bergeming. Berusaha untuk terlihat baik baik saja.

“Lo pernah ingkar janji sama gue! Lo inget kan Ajeng?” ucapnya dengan mengeja nama Ajeng sembari tersenyum miring.

Sontak perhatian seluruh siswa tertuju kearah lain, Ajeng tentunya.

Mereka menatap Ajeng dengan harap menjawab sesuatu. Namun yang ditatap malah tertunduk dan terdiam.

“Gue gak percaya lo Ara!” Suasana kembali hening setelah Ajeng berucap lantang.

“Ada hal yang bisa gue percaya kalo lo itu Ara, teman masa kecil gue?”

“Dibawah bulan dan bintang, lo berjanji sama gue.” Lontaran kalimat yang begitu meyakinkan. Namun apakah benar Mayhara adalah Ara, teman masa kecil Ajeng?

______________________________________

Jangan bosen bosen ya

Maaf kalo gak enak dibaca, soalnya belum pengalaman😅😅

Semoga suka aja ya🌹🖤

Vote terus ya😍

Terima kasih semuanya❤️❤️❤️

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang