Pembagian Tim

117 30 10
                                    

Beda tim bukan berarti beda perasaan. Positif thinking aja, siapa tau Tuhan rencanain hal paling luar biasa.
Iya gak sih?

"Mau kabar baik dulu aja, deh."

"Kak Andrean jadi pemimpin salah satu kelompok buat besok," jelas Jane membuat Ajeng tersenyum cerah.

"Terus kabar buruknya?" tanya Ajeng dengan senyum yang jelas terlihat.

Teman-temannya masih terdiam membisu.

"Lo gak satu tim sama kak Andrean." Senyum yang tadi terpampang jelas kini memudar seketika. Ko nyesek ya- pikirnya.

"Gue aja bingung, semua temen sekelas lo satu tim sama kak Andrean. Cuma lo doang yang enggak. Padahal harusnya kelas lo tuh tanggung jawab dia. Gue liat langsung kok kertas kelompoknya," ucap Vania panjang lebar.

"Udahlah, belum takdir ini. Kalian kelompok mana?" tanya Ajeng kepada dua temannya. Karena ia jelas tau bahwa Nova satu kelompok dengan Andrean.

"Kita semua satu kelompok," ucap Nova pelan. Benar-benar tidak tega rasanya.

••••

Setelah kepulangan ketiga temannya, Ajeng tak langsung beranjak dari tempat. Ia kembali duduk di kursi dan memakan snack yang tersedia dihadapannya.

"Ah, kenyataan memang pahit ya," ucap Ajeng mengunyah makanannya cepat. Sangat kesal kelihatannya.

"Kok aku doang yang enggak sih?" tanyanya frustasi. "Sangat menyebalkan!" teriaknya semakin keras.

Saking kesalnya ia melempar semua bantal yang ada disekitarnya.

"Ah menyebalkan!" Tanpa sadar ia melempar ponselnya keras.

"Hp gue!" Ia berlari kearah ponselnya cepat, tanpa menyadari ucapannya sendiri.

Sebenarnya Ajeng menggunakan kata lo-gue pada seseorang yang mengganggunya, ataupun tidak begitu akrab dengannya. Entah karena alasan apa dia melakukan hal tersebut.

****

Pagi hari yang indah diawali dengan berbagai gerutuan dan umpatan kecil dari bibir mungilnya. Sangat menyebalkan memang jika mengingat kenyataan.

Ajeng berlari cepat, masuk ke ruang kelas dan duduk terdiam di kursinya. Tak ada niatan untuk sekolah kali ini.

Nova hanya terdiam melihat tingkat konyol yang sedari tadi Ajeng lakukan. Sungguh hal itu mampu membuat setiap mata melirik kearahnya dengan tatapan heran.

Bagaimana tidak, Ajeng duduk dengan wajah disembunyikan namun tangannya masih setia memukul meja hingga membuat kebisingan. Semua mata tak lepas dari sosoknya itu, termasuk Nova sang sahabat.

"Masih soal kemarin?" tanya Nova setelah tangan Ajeng berhenti bergoyang.

"Maksudnya?" Ajeng bertanya balik, pura-pura polos dan menatap miring Nova.

"Tau ah, lo konyol!" balas Nova pada akhirnya. Ia tak ingin memperpanjang topik itu. Tentu saja, takut Ajeng akan berbuat gila seperti tadi.

"Udah ah, nanti yang malu juga gue lagi," ucapnya dalam hati. Memang teman-temannya itu selalu saja membuat dirinya menahan malu, padahal dia tidak berbuat apapun.

****

Sesuai janji kemarin, semua guru mempersilahkan siswa kelas sepuluh untuk memasuki ruangan sesuai timnya. Tim yang pertama dipimpin oleh Nanda selaku panitia. Tim yang kedua oleh Andrean dan yang ketiga oleh Joy.

Hanya ada tiga tim untuk saat ini. Karena dalam satu tim itu jumlahnya kurang lebih dua ratus siswa. Entah bagaimana bisa panitia utama itu mengatur semuanya.

Jangan salah sangka, dalam satu tim memang ada satu pemimpin. Tapi bukan berarti oleh satu orang, bawahannya masih banyak ko. Eh maksudnya rekan kerja.

Dan untuk ruangannya juga bukan ruangan biasa seperti kelas. Ruangan yang dipakai bisa menampung banyak siswa layaknya gedung aula. Namun sedikit lebih kecil dari yang asli.

Ajeng duduk disekitar orang-orang yang tidak ia kenal. Memang semua temannya kini berada diruang sebelah. Aneh rasanya, ia seperti siswa yang tersesat saat ini.

"Ajeng, ya?" sapa seorang gadis sambil mengulurkan tangannya.

"Ah iya," jawab Ajeng membalas uluran tangan tersebut.

"Gue Tasya dari sepuluh IPS tiga," ucapnya tersenyum manis. "Oh iya, ini Karina temen sekelas gue." Tasya kembali berucap memperkenalkan gadis kuncir kuda kepada sosok manusia dihadapannya. Ajeng hanya tersenyum kecil membalas kedua gadis yang kini menatapnya secara terang-terangan.

"Lo waktu itu keren banget sumpah!" lontar Karin diiringi anggukkan kecil Tasya. Ajeng bingung harus merespon bagaimana, ia lagi-lagi tersenyum sebagai jawaban. Karena ini pertemuan pertama. Tapi anehnya mereka terlihat sangat akrab.

"Canggung banget sumpah," gumam Ajeng pelan.

Pemimpin tim pun mengarahkan siswa kelas sepuluh untuk melakukan berbagai hal. Semua siswa terlihat kelelahan dan bercucuran keringat.

"Panitianya kejam banget gak, sih? Perasaan MOS nya udah selesai, masih aja nyiksa," ucap Tasya mengelap keringatnya sendiri.

"Gila emang tuh panitia!" umpat Karin membenarkan lontaran sahabatnya.

••••

"Akhirnya bisa istirahat juga." Ajeng berucap sambil meregangkan tubuhnya dan duduk didepan ruangan bersama Tasya juga Karin.

"Eh iya, kita kan belum tau, lo kelas mana?"

"Sepuluh IPA tiga," jawab Ajeng singkat, namun mampu membuat kedua gadis tersebut melongo kaget.

"Bukannya kelas sepuluh IPA tiga itu harusnya di ruangan sebelah ya?" ucap Karin keheranan.

"Gak tau, tapi di pembagiannya gitu 'kan?" Ajeng balik bertanya.

Karin dan Tasya hanya mengangguk-anggukan kepalanya karena memang benar itulah faktanya.

Ketika ketiga gadis itu tengah sibuk berbincang, sebuah botol mendarat secara tiba-tiba. Ajeng mendongak keatas menatap siapa yang memberinya minum saat ini.

"Hah?"

______________________________________

Dikasih minum gebetan bukan ya😏

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Ajers?? Panggilan yang cocok gak ya...

Pengen punya nama khusus buat para readers, kasih saran ya

Thank you:)

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang