Yang pergi tidak semuanya bisa kembali, terutama akrab seperti dulu lagi. Namun percayalah, takdir Tuhan tidak akan pernah membodohi.
“Kak May?” ucap mereka serempak melihat sosok Mayhara diambang pintu yang terbuka lebar.
“Tumben pake embel kakak?” tanya Mayhara dengan senyum bergurau ala perempuan.
“Ah, em, itu-” Keempat gadis yang terduduk itu menjadi gelagapan dibuatnya.
“Santai aja, kali. Gak usah dag-dig-dug gitu. Pake lo-gue aja kayak biasa.”
Mayhara mendekat dan duduk bergabung dengan keempatnya. Ia masih tersenyum dan menatap ramah. Tidak seperti biasanya.
Aneh. Kata itulah yang terus terngiang di kepala keempat gadis yang masih menampilkan wajah cengo.
“Gue ke sini mau ngomong sesuatu sama kalian,” ucapnya memandang bergantian empat wajah yang berbeda itu.
“Soal apa?” tanya Ajeng bingung.
“Joy,” jawabnya lembut namun terkesan tegas.
“Kenapa harus dibahas sama kita? Toh kita juga gak deket tuh sama kak Joy.” Vania membeberkan pendapatnya dan diangguki oleh Jane yang ada disampingnya.
“Gue juga tau, cuman gue gak mau kalian salah paham aja.”
“Salah paham gimana?” Nova bertanya seolah lupa dengan kejadian mencengangkan di jam istirahat tadi.
“Gue juga tau dia jadiin lo bahan taruhan. Tapi gue pikir pasti ada alasannya, deh,” ucap Mayhara tanpa menjawab pertanyaan Nova sebelumnya.
Semua orang hanya diam tak berkutik sedikitpun.
“Itu juga alasan lo gak nerima Joy?”
“Hm, bisa dibilang gitu. Gue masih gak yakin aja,” ujarnya pelan.
“Kalo lo gak yakin kenapa yakinin kita?” tanya Ajeng logis.
“Gue gak yakinin kalian, kok. Gue cuma mengutarakan pendapat gue aja. Dan-” Sesaat suasana hening, dia berhenti mengeluarkan kata-katanya.
“-meminta kalian mencari tau bersama. Bareng gue,” lanjutnya sambil tersenyum. Entahlah senyumannya itu masih sulit untuk diartikan.
“Kok lo berubah?” tanya Jane keluar dari topik pembahasan.
Ketiga temannya melirik kearah Mayhara seolah memintanya menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sahabat tercintanya itu.
“Jika Tuhan sudah berkehendak kita bisa apa,” ucapnya religius.
“Gue pergi dulu ya. Inget baik-baik ucapan gue tadi,” pamitnya sambil berlalu dari kelas meninggalkan keempat gadis yang masih bingung dengan fakta saat ini.
“Dia gila?” celetuk Jane memiringkan kepalanya.
“Lebih parah dari gila deh kayaknya,” sahut Nova masih menatap kearah pintu yang terbuka.
“Gue gak tau ya kalo dia berubahnya se-drastis ini. Sumpah bikin merinding yang ada.” Vania mengusap-usap pundaknya dramatis menanggapi kejadian beberapa menit sebelum masa ini.
“Tapi aneh gak sih kalo dia nolak kak Joy cuma karena itu. Bukannya dia suka banget ya sama kak Joy?” Jane kembali mengalihkan topik, lebih tepatnya memulai gosip.
“Tau dari mana lo?”
“Gue tadi nanya bego bukan ngasih tau. Sulit emang ngomong sama cewek telmi ke lo mah.” Jawaban tersadis memang.
“Tapi kayaknya bisa jadi, deh.”
“Kok gitu?” bingung ketiganya dengan ucapan Ajeng.
“Pas kejadian MOS dulu, waktu kak Andrean lerai pertengkaran aku dan kak Mayhara. Dia kan senyum ke arah Joy. Inget gak, sih?”
Sontak semuanya kaget saat mengingat kejadian ganjal saat itu.
“Oh iya, ya. Kan pas lagi tegang-tegangnya dia malah tersenyum manis ke arah belakangnya kak Andrean.” Nova berucap sembari membenarkan letak kacamatanya.
“Eh, tunggu-tunggu. Kok lo juga ikut-ikutan manggil kakak, sih?”
“Gak tau, kebawa arus kali,” jawab Ajeng sekenanya.
“Tumben lo nyambung, biasanya juga enggak.” Jane menatap maniak mata Vania heran.
“Enak aja, biasanya juga gue nyambung kali!” Vania menatap sinis sahabatnya itu.
“Udah ah, pada mau nginep? Gue sih ogah ya.” Nova bangkit dari duduknya dan meraih tangan Ajeng pergi setelah merapihkan semua alat bawaannya.
“Yaelah cuma ngajak Ajeng. Kita enggak? Sedih gue,” ceracau Vania mengejar keduanya.
“Tunggu elah, pada kabur semua.” Jane berlari menyusul sahabatnya dengan langkah pasti.
****
“Non, makan dulu.” Mbok Yani menginginkan majikan mudanya itu.
“Iya!” Kata itulah yang dilontarkan sang gadis dari dalam kamarnya.
Ajeng sedang berbaring di kasur sambil memainkan ponsel kesayangannya. Ia hanya menyahuti apa saja yang ia dengar, tak ada niatan untuk beranjak dari posisi ternyamannya kali ini.
Tok...tok...tok
“Iya mbok aku makan. Gak usah dijemput juga,” teriak Ajeng frustasi dengan sikap overprotektif mboknya itu.
Beberapa detik berlalu, tak ada sahutan dari luar kamarnya. Akhirnya ia bangkit dari tidurnya dan berjalan membuka pintu kamarnya.
“Mbok kok gak ma-” Ucapan Ajeng terpotong saat ia tau yang mengetuk pintunya tadi bukanlah mbok Yani.
“Loh, tante?”
“Jangan males kayak gini, ah. Yuk makan. Ditemenin tante. Mau, ya?” tawar Tamara sambil meraih tangan Ajeng menuruni tangga menuju ruang makan.
Ajeng tersenyum karena ia tak akan makan sendiri lagi saat ini. Padahal baru beberapa hari tidak bertemu, namun rasanya ia sudah sangat rindu dengan calon mamanya ini.
“Tante, papa mana?” tanya Ajeng masih mengunyah makanan yang berada didalam mulutnya.
“Masih di kantor. Emang kenapa, dek?” Tamara balik bertanya.
Ajeng hanya menggeleng dan melanjutkan aktivitasnya.
Tring...Tring
Ponsel Ajeng berbunyi, menandakan ada notifikasi terbaru. Ia meraih benda pipih itu dengan mulut yang masih dipenuhi nasi goreng spesial kesukaannya.
“Ohok! Ohok!” Ajeng tersedak makanannya sendiri saat membaca berita terbaru.
Tamara panik dan segera menepuk-nepuk punggung Ajeng dengan wajah khawatir.
“Kenapa, dek?” tanyanya cemas.
Ajeng tak menjawab, ia masih fokus pada ponsel miliknya dengan mata terbelalak.
______________________________________
Notif apaan wey???
Kalo notif dari Tae aku pingsan deh😁😂
👆
Becanda uwey:vVotenya jangan lupa;)

KAMU SEDANG MEMBACA
Tragis [TERBIT]
Teen FictionPre-order [25 Februari - 30 Maret 2022] Bisa beli di Shopee : cmgbekasi.store Pembayaran melalui : 1. PayPal 2. OVO 3. DANA 4.Bank Mandiri More info : 081280580215 (MinBe) 085797559818 (Author) _________________________________________ Tragis me...