Air Mineral

124 30 11
                                    

Cintaku padamu sebening dan sejernih air mineral yang mengalir di tenggorokanmu. Gimana, rasanya seger kan?

“Kak Joy?” Ajeng berucap bingung.

“Nih minum. Lo haus, 'kan?” tanya Joy mengangkat satu alisnya.

Melihat hal tersebut Karin dan Tasya buru-buru pergi dari sisi Ajeng, meninggalkan keduanya. Meski tak tau permasalahan sebenarnya, mereka mengerti bahwa kedua sejoli itu butuh waktu untuk bersama.

Dalam diam kedua manusia itu kini saling menatap dalam. Ajeng tak kunjung menerima botol air yang diberikan oleh Joy kepadanya. Hingga akhirnya Joy ikut terduduk disamping Ajeng dan membuka tutup botol tersebut.

“Nih, minum!” sodornya lagi ke arah Ajeng.

Ajeng hanya menurut dan meneguk air jernih itu tanpa berucap apapun.

“Lo tau gak?” tanya Joy pelan, namun tak ada balasan apapun dari Ajeng. Ia masih sibuk dengan minumannya.

“Air yang lo minum itu kaya cinta gue ke lo, jernih tanpa noda.” Ucapan Joy kali ini mampu membuat Ajeng tersedak air minumnya sendiri. Rasa nyaman yang sedari tadi mendera kini hilang seketika. Risih? Tentu saja!

“Ah!” Ajeng hanya menggaruk tengkuknya dan bersuara seadanya. Ia menutup botolnya dan berpamitan pada lelaki tampan itu. Tak lama kedua kaki indahnya melangkah pergi menjauhi tempat terkutuk yang baru saja dihuninya.

Joy tak menahan langkah Ajeng, ia hanya tersenyum melihat kepergian gadis yang ia sukai itu. Ah bukan, lebih tepatnya gadis yang berkelakuan sama dengan gadisnya.

Memang sejak awal Joy selalu melirik kearah Ajeng, menarik rasanya. Ia menyukai gadis tersebut. Ajeng memang sedikit aneh namun menarik perhatiannya. Sama halnya dengan gadisnya saat pertama mereka bertemu. “Namun semuanya sudah berubah,” pikirannya kembali penuh terisi oleh kalimat tersebut.

“Gue gak berharap lo suka sama gue, kok. Gue juga tau lo sukanya sama temen gue,” ucap Joy sambil tersenyum miris diakhir kata. Ah lagi-lagi cinta bertepuk sebelah tangan.

Ajeng melempar botol plastik itu ketempat sampah. Bukannya ia membenci Joy, hanya saja hatinya sudah menetap dalam diri Andrean. Ia tak bisa berbuat apapun, apalagi membalas perasaan orang lain. Memang Ajeng tau sakitnya cinta tak terbalaskan, namun apa daya perasaannya bukanlah uji coba.

Sejujurnya ia juga tidak mau egois dan menyakiti perasaan orang lain. Namun Ajeng juga tak ingin jika lagi-lagi hatinya yang harus terluka. Andai saja perasaan yang dimilikinya itu tidak sebesar ini, mungkin ia bisa bersikap lebih baik kepada pria lain.

Namun sekarang percuma, Ajeng sama sekali tidak menyesal dengan perasaannya. Ia tetap bangga meski pada akhirnya tak mendapat balasan sekalipun.

Ajeng hanya berusaha mencintai, jadi tak apa jika tak dicintai kembali.

Tujuan awalnya memang untuk memiliki, namun jika takdir tak mengizinkan ia tak bisa melakukan apa-apa.

“Cie habis pdkt-an lo ya?” goda Tasya menyenggol lengan Ajeng.

“Apaan, sih. Enggak juga!”

“Lagian kalo iya juga gak pa-pa kali, kak Joy kan ganteng. Iya gak?” sahut Karin dengan senyuman penggodanya.

“Serah, deh.” Ajeng mengakhiri pembicaraan dan duduk di kursinya.

••••

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang