Aku-Kamu

73 11 8
                                        

Belum sempat memiliki tapi sudah patah hati.

“Kakak pikir perasaanku hanyalah mainan?” Kalimat itu terlontar begitu saja dari bibirnya.

“Karena aku suka kakak, kakak pikir kakak boleh hancurin perasaan aku?”

“Apa kakak tidak pernah berharap akan cinta dari orang lain?”

“Ini sangat sakit, kakak harus tau itu.” Kali ini hanya gumamam kecil, bukan teriakan keras seperti sebelumnya. Ajeng sudah tak mampu lagi membendung air matanya yang terus saja mendesak turun. Sontak Andrean memeluk Ajeng yang kini tengah rapuh itu.

“Gimana dengan Diandra, kak?” Ajeng langsung melepaskan pelukan hangat itu setelah kembali teringat dengan wajah gadis pria tersebut.

“Aku gak mau egois, aku gak mau jadi penghancur hubungan kalian.” Lagi-lagi ia berucap dengan air mata yang terus menetes.

“Kamu salah paham.”

“Salah paham? Salah paham apanya, kak?” Ajeng berteriak frustasi sekarang.

“Dia adiknya Fedrik, Diandra Arrenta.”

Keduanya terdiam kaku, terutama Ajeng tentunya.

“Dia emang akrab sama aku, tapi sama Dara juga, kok.” Andrean kembali menjelaskan faktanya.

“Kenapa kakak gak ngomong dari tadi?” Dengan wajah yang memerah Ajeng kembali tertunduk. Ia benar-benar merasa sangat bego sekarang.

“Kan kamu yang tiba-tiba marah, mana ada waktu buat aku jelasin semuanya.” Andrean berucap dengan ekspresi yang tengah menahan tawa ngakak nya itu.

“Kakak!” Entah kekuatan dari mana yang Ajeng dapatkan saat ini. Dengan sangat tiba-tiba nya ia memeluk Andrean erat, seolah menyampaikan suatu pesan 'tidak ingin ditinggalkan'. Dengan senang hati Andrean pun membalas pelukan untuk yang kedua kalinya itu. Meski diawal ada rasa canggung tentunya.

“Eh? Kok kakak sekarang ngomongnya aku kamu?” Tangan Ajeng melonggar ketika teringat akan hal penting.

“Kenapa?”

“Gak boleh?” Andrean bertanya dengan tubuh yang sedikit membungkuk menyamakan tinggi wajah gadis mungil tersebut.

Semburat merah kembali muncul dikedua pipinya. Dengan cepat Ajeng kembali memeluk Andrean untuk menutupi rasa gugupnya. Namun sayang, ternyata Andrean masih berniat untuk menggodanya lagi.

****

“Selamat makan.” Ajeng berucap dengan nada yang amat sangat semangat.

“Pelan-pelan,” tegur Prasetya mengingatkan putri semata wayangnya.

Tamara hanya terkekeh kecil melihat interaksi keduanya.

“Pa, buat acara nikahan nanti, boleh gak aku ngundang temen-temen aku?” Tanya Ajeng setelah menelan makanan yang baru saja ia kunyah.

“Boleh, dong. Kalo bisa ajak aja satu sekolah,” canda Prasetya menanggapi ucapan anaknya itu.

“Nih, minum!” sodor Tamara ke arah Ajeng yang telah menyelesaikan makan malamnya.

“Makasih,” terima Ajeng sambil tersenyum manis.

“Aku duluan ke atas ya, selamat malam.” Pamitnya meninggalkan ruang makan yang terlihat sangat harmonis itu.

****

“Hay-hay!” Tangan Ajeng melambai ke arah teman-temannya.

“Ceria amat muka lo, tumben!”

“Muka aku emang gini kali. Cantik, kan?” sombong Ajeng tersenyum sambil memperlihatkan gigi gingsul nya.

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang