Pertengkaran

105 27 11
                                        

Percayalah, pertengkaran tak akan pernah bisa menyelesaikan permasalah sekecil apapun.

“Kak Andrean bertengkar lagi sama kak Joy,” ucap Jane yang baru saja terduduk.

“Karena kak Dara lagi?” tanya Ajeng tak ingin membahas hal tersebut.

Entah kenapa rasanya sangat sakit. Meskipun ia tau kalau Dara itu adalah sepupunya. Tapi tetap saja, perasaannya tidak bisa menerimanya dengan mudah. Bukan karena Ajeng benci, hanya saja menurutnya Andrean terlihat sangat perhatian pada gadis itu. Dan hal itu berhasil membuatnya cemburu. Apa dirinya salah?

“Karena lo!” Belum selesai Ajeng menuntaskan pikiran kacaunya, sahabatnya malah kembali berujar.

Ajeng ternganga dan menatap tak percaya ke arah teman-temannya.

“Hah?” responnya terlambat, sangat-sangat terlambat.

“Maksud kalian karena aku?” Ia menunjuk dirinya dengan jari telunjuknya sendiri.

“Kenapa?” ujarnya tak habis pikir.

Tak ada yang menjawab pertanyaannya. Ketiganya hanya terdiam, tak tau pasti apa alasannya. Mereka hanya tau bahwa kedua seniornya itu bertengkar, dan hal itu disebabkan oleh sahabatnya Ajeng.

Entah itu pasti ataupun tidak, tapi itulah yang dibicarakan oleh semua orang.

Ajeng masih tertunduk dengan perasaan tak karuan. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ia masih terdiam tak percaya dengan apa yang ia dengar saat ini.

“Sebaiknya lo tanya kak Andrean langsung aja, deh,” saran Nova sedikit berbisik.

Ajeng hanya mengangguk setuju dengan saran yang diajukan oleh sahabatnya.

****

Ajeng memantapkan niatnya untuk bertanya semua hal besok pagi kepada kakak kelasnya itu. Ia harus menahan rasa penasarannya yang sudah membuncah ini semalaman penuh? Yang benar saja!

“Aish, bisa gila aku!” ucap Ajeng menghempaskan tubuhnya keatas kasur dengan kasar.

Setiap detik berlalu dengan sia-sia. Ajeng masih menatap langit-langit kamar diiringi waktu yang terus berdetak. Pikirannya kacau untuk saat ini. Tubuhnya lemas dan kepalanya terus berdenyut menyakitkan.

Ditempat yang sama ia malah tertidur dengan sepatu yang masih melekat di kaki jenjangnya.

Saat ini hanya dirinyalah makhluk hidup yang ada di rumah tersebut. Ayahnya masih berkerja dan akan pulang sedikit terlambat, itulah yang ia ketahui.

****

Sinar mentari pagi tersorot kearah gadis yang masih tertidur pulas.

Ajeng masih bergelut dengan dunia mimpinya, serta dipeluk hangat oleh selimut kesayangannya.

Sudah lima menit berlalu setelah alarmnya berbunyi. Namun tak ada tanda-tanda sang pemilik akan terbangun dari tidurnya itu.

Tok...tok...tok

Pintu kamar sang gadis diketuk keras oleh wanita paruh baya.

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang