Lari Bareng

81 13 13
                                    

Berlari menuju impian dengan diiringi berbagai harapan.

“Lari tiga putaran aja udah lelah. Masih niat perjuangin gue gak, sih?”

“Kakak ngomong sama aku?” Tunjuknya pada diri sendiri. Masih menopang tubuh dengan memegang kedua lututnya.

“Enggak. Sama mbak kunti.” Andrean memutar bola matanya malas.

“Oh.” Ajeng hanya mengangguk-anggukan kepalanya dengan mulut yang dibulatkan. Meski terdengar aneh pun ia tetap mengiyakan saja.

“Sumpah ya jadi cowok tuh gak enak banget. Ceweknya gak peka pun tetep aja gak bisa marah. Coba pas giliran cowoknya yang gak peka, pasti dimarahin, nyinyir sana sini.” Andrean mengeluarkan unek-unek dari hati terdalamnya itu.

“Kakak marah sama aku?” Ajeng berucap dengan tangan yang menangkup kedua pipi Andrean.

“Pose macam apa ini?” batin Andrean berteriak dengan degup jantung yang kian berdetak tak karuan.

“Gue gak marah, kok.” Dengan cepat Andrean memalingkan wajah setelah berhasil menurunkan tangan gadisnya.

“Tapi barusan kakak gak mau aku sentuh.” Ajeng menghela nafas berat. Ia menundukkan kepalanya saat ini, sedih.

“Apa jantung lo baik-baik aja saat gue lakuin ini?” Andrean bertanya dengan kedua tangan yang mendarat di wajah sang gadis. Ia melakukan apa yang tadi diterimanya.

“Hm, sepertinya jantungku berdetak lebih cepat,” jawab Ajeng menanggapi pertanyaan barusan.

“Tapi aku suka diperlakukan kayaj gini sama kakak,” lanjutnya tersenyum malu-malu.

Dengan cepat Andrean pun melepaskan kedua tangannya. Entah adegan konyol macam apa yang sedang mereka lakukan saat ini.

“Cuma gue?” tanya Andrean menatap kearah Ajeng.

“Cuma kakak?” Ajeng balik bertanya dengan menirukan gaya bicara Andrean.

Andrean menarik nafas panjang sebelum kembali membuka suara.

“Lo suka diperlakukan kayak gitunya cuma sama gue 'kan?” Andrean kembali bertanya. Memperjelas pertanyaan sebelumnya yang mungkin terdengar ambigu.

“Enggak, tuh. Aku juga suka kalo papa pegang pipi aku,” ucap Ajeng terkekeh melihat perubahan pada raut wajah Andrean. Sebenarnya ia juga tau kearah mana pembicaraan ini berjalan. Namun entah mengapa, membuat pria hati kaleng ini kesal sangatlah menyenangkan.

••••

“Mau strawberry atau vanilla?“

“Kakak aja.”

Tidak hanya Ajeng yang kini terkekeh lucu melihat ekspresi Andrean yang berubah datar menanggapi jawabannya barusan. Mas-mas penjual es krimnya pun ikut tersenyum geli melihat interaksi kedua remaja itu.

“Pesen dua-duanya aja pak,” putus Andrean tanpa meminta pendapat Ajeng lagi. Ia merasa jengkel dengan godaan Ajeng sedari tadi. Tak henti-hentinya gadis itu terus melontarkan kata-kata manis yang semakin membuat hati Andrean jatuh lebih dalam lagi. Sungguh menyebalkan!

Setelah mendapat pesanannya, kedua remaja itupun melangkah menjauh dari gerobak es krim tersebut.

“Lo yakin tadi pagi gak salah makan?” tanya Andrean dengan mata memicing.

“Kenapa? Kakak khawatir ya, hm?” ucapnya kembali terkekeh.

“Lo sakit?” Tangan Andrean bergerak menyentuh dahi Ajeng yang sedikit berkeringat.

“Fiks aku gak bakalan godain kakak lagi kalo ujung-ujungnya malah jantung aku yang maraton,” teriaknya dalam hati sambil menetralisir degupan yang semakin cepat.

Semburat merah tercetak di pipi putih milik Ajeng. Meski tidak jelas pun, Andrean masih tetap bisa melihatnya. Bagaimana tidak? Jaraknya yang hanya tersisa beberapa senti dengan posisi saling berhadapan. Membuat jantung Ajeng terus memompa lebih cepat lagi.

“Yakin deh detak jarum jam aja gak bakalan ngalahin degup jantung lo,” kekeh Andrean setelah menurunkan tangannya yang sedari tadi bertengger manis di dahi Ajeng.

“Ya Allah, ambyarnya gak kuat ini mah,” gumam Ajeng dengan gigi yang menggigit kecil bibir bawahnya. Rupanya ia tengah menahan teriakan yang hampir lolos begitu saja.

“Makanya jangan sok-sokan godain gue duluan,” ucap Andrean membalas gumaman Ajeng barusan. Tentu saja Ajeng pun refleks menutup mulutnya yang tidak memiliki rem itu. Bikin malu saja_batinnya berteriak kasar.

“Yakin nih jantungnya gak kenapa-kenapa diajak lari lagi?”

“Udah, kak. Aku gak kuat!” teriak Ajeng menutup wajahnya dengan rasa malu yang terus menghampiri tanpa henti. Ia sudah tak sanggup jika harus mendapatkan godaan yang lebih lagi. Batinnya terus tersiksa dengan rasa malu yang tiada tara.

“Papa sebenernya aku punya dosa sebanyak apa, sih?” lontarnya meratapi takdir kelewat bahagia ini.

Ternyata gosip yang dibicarakan teman-temannya mengenai kepribadian Andrean sangatlah berlebihan. Andrean tidak se-cuek dan sedingin gosip yang beredar. Dia terkadang bertingkah manis dan berucap lembut. Meski terkadang memang sangat menyebalkan dengan sikap acuh dan ketusnya itu.

“Sulit ya kalo larinya sendiri. Sini gandengan, biar lari bareng kita.” Sesuai perkataannya, kini tangan mereka saling bertaut tak terpisahkan. Andrean berniat mengajak Ajeng lari satu putaran lagi sebelum mengantarnya pulang.

Andrean kembali terkekeh lucu melihat ekspresi Ajeng yang masih tercengang akan perlakuannya.

“Kakak belajar sama siapa, sih? Sampe bisa godain aku kayak gini,” ucap Ajeng menunduk malu dengan mata yang terus memperhatikan tautan tangan yang semakin erat.

Ucapan Ajeng barusan berhasil mengundang tawa Andrean. Ia tertawa sangat lepas dengan Ajeng yang masih tertunduk menanggung malu.

“Kakak,” lirih Ajeng pelan dengan wajah yang benar-benar memerah. Entah karena kepanasan atau terlalu malu. Yang pasti Andrean sangat-sangat menyukainya.

______________________________________

Gak usah tebar uwwu uwwuan dong, yang jones kan nyesek ini😪

Moga jadi aja ya kalian wkwk:v

Voment nya jangan lupa yok
.
.
.
Yang gak mau pun semoga jarinya kepeleset buat mencet ya hehe;)

Ditunggu terus ya, bay bay❣️

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang