Hujan Pembawa Berkah

177 39 9
                                    

Takdir itu terkadang labil ya, kadang membuat kita berada di pihaknya ataupun sebaliknya.

Andrean melangkah mendekat dihadapan semua siswa. Ia menatap sinis sambil berdecak kesal pada siswa yang ada di ruang kelas tersebut.

“Enak banget kerjaannya tidur doang!” ucapnya datar namun menusuk dalam.

Semua siswa hanya menunduk takut dibuatnya. Namun sepertinya Andrean tak ingin memperpanjang masalah. Kini ia menatap dengan tatapan datar seperti biasanya.

“Siapa ketua kelasnya?” tanyanya to the point.

Ajeng hanya mengangkat tangannya tanpa berbicara apapun. Jantungnya berdebar tak karuan saat menatapnya.

“Oh lo, ikut gue!” perintah Andrean sambil berjalan menjauh dari pandangan siswa.

Tanpa ba-bi-bu lagi, Ajeng melangkah keluar mengejar Andrean yang kian menjauh dari hadapannya.

Dengan kekuatan seribu ia mengejar kecepatan langkah pria yang menuntun jalannya itu. Dan kini mereka sudah berjalan beriringan. Meskipun Ajeng masih kesulitan untuk menyamakan langkah kakinya.

“Perasaan waktu itu jalannya pelan deh, kenapa sekarang cepet banget ya?" batinnya berucap bingung.

Kedua remaja itu kini melangkah diantara ruang kelas. Menyusuri koridor yang sepi tak berpenghuni.

Tak hanya suhu dingin saja yang mencengkram kali ini. Tetapi keadaan mereka yang hening pun sangat mencengkram untuk Ajeng.

Didalam keheningan Ajeng berusaha mencairkan suasana. Ia beberapa kali berdehem pelan agar tidak terlalu horor. Namun perjuangannya sia-sia. Andrean hanya diam sambil terus berjalan.

Ajeng sudah tak kuat dengan suasana canggung seperti ini. Akhirnya ia pun bersuara, “Sebenernya mau kemana, sih, kak?” tanyanya pelan.

Andrean masih diam tak berkutik sedikitpun. Ia berbalik dan menatap Ajeng yang masih cengo dibuatnya.

“Lo gak ngerti?” tanya Andrean balik. Ajeng semakin memiringkan kepalanya dan menatap Andrean heran.

Tanpa menunggu Ajeng paham, Andrean membuka pintu ruang guru dan masuk kedalamnya.

Pikiran Ajeng semakin berkecamuk. “Apa aku punya salah? Kenapa dibawa ke kantor, sih?” gumamnya bingung sendiri.

“Gak masuk?” tanya Andrean membuat Ajeng kembali sadar pada kenyataan.

Merekapun akhirnya memasuki ruangan dan berjalan menuju meja guru paling ujung.

“Eh udah dateng,” seru seorang guru cantik dari arah berlawanan. Entah siapa, Ajeng tidak mengenalnya.

“Ajeng, ya?” lanjutnya bertanya. 

Ajeng menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Mereka berbincang panjang lebar. Hingga akhirnya Ajeng paham mengapa ia berada disini.

Ternyata ia disuruh mengumpulkan data siswa kelasnya karena wali kelas mereka sedang tidak masuk sekarang. Ajeng pun mengangguk paham dan pamit duluan kepada bu Ani dan Andrean yang masih sibuk berbincang-bincang.

****

Setelah mengumumkan pada teman-temannya Ajeng kembali duduk di kursinya. Ia menengadahkan kepalanya ke sandaran kursi.

Ajeng masih memikirkan kejadian yang terjadi beberapa menit yang lalu.

“Gak nyesel kalo gini jadi ketua kelas,” ucapnya bermonolog. Benar-benar keajaiban seorang ketua kelas.

Hujan yang tadinya lebat kini mulai mereda. Hanya menetes beriringan seperti sebuah melodi indah.

Rasa nyaman dan tentram saat mendengarnya menyeruak kedalam indra para siswa.

Ajeng menutup matanya lelah serta terbawa arus sunyi dan sepi. Begitu juga dengan teman-temannya. Mereka tak ingin menganggu waktu yang indah ini dengan keributan serta kebisingan.

Semua orang diam dalam diri masing-masing. Suasananya hening namun terasa nyaman. Keadaan paling langka ini dimanfaatkan oleh semua siswa yang ada.

Mereka tetap sibuk dengan pikirannya hingga bel pertanda istirahat kedua berbunyi nyaring diantara sunyi.

Suasana kelas semakin sepi dengan tak adanya penghuni. Hanya menyisakan beberapa siswa yang malas untuk keluar dari kelas yang indah ini.

••••

Kedua gadis melangkah mendekati pintu kelas Ajeng. Mereka berteriak dengan sangat nyaring. Hal itu membuat semua orang menoleh kearahnya.

“Kantin yok!” teriak Jane tak tau keadaan.

Akhirnya dengan berat hati Ajeng pun mengangguk dan disusul oleh Nova yang berjalan dibelakangnya.

Keempat sejoli itu berjalan cepat karena takut tak kebagian tempat duduk.

Seperti dugaan, tempat duduk favorit mereka sudah ditempati orang lain. Akhirnya merekapun duduk dimeja yang tersisa didekat pintu masuk.

“Dingin-dingin gini enaknya makan apa, ya?” Vania menatap teman-temannya.

“Aku pesen es teh aja, deh,” sahut Ajeng yang langsung dipelototi oleh ketiganya.

“Lo gila apa gimana? Suhu dingin gini pesen es, gak ngerti lagi gue,” ucap Jane menggelengkan kepalanya tak habis pikir.

Ajeng hanya mengangkat bahunya acuh dengan ucapan Jane barusan.

“Ya udah, tapi lo pesen makanannya yang anget-anget ya,” ucap Nova yang dibalas anggukan oleh Ajeng.

“Oke, kalo gitu biar gue yang pesenin!” seru Vania sambil melangkah pergi.

Mereka bertiga hanya duduk menunggu kedatangan pesanannya itu.

Saat keadaan kembali hening, tiba-tiba

Bruuugh...

Terdengar suara kencang diantara sekumpulan siswa yang sedang memesan makanan. Bahkan Ajeng yang duduk jauh dari tempat pesanan pun bisa mendengarnya dengan sangat jelas.

Saking penasarannya, mereka semua melangkah kearah yang sama dan melihat sesuatu yang tidak terduga.

______________________________________

Kira kira ada apa nih, kucing jatuh dari genting atau apa ya??😁

Jangan bosen bosen bacanya ya para readers🤗

Tunggu kelanjutannya🌹

Jangan lupa vote nya juga❤️❤️❤️

Tragis [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang