Shaka berjalan ke kantin sendirian. Saat ia memasuki kelas, biasanya teman-teman setannya sudah berada dikelasnya bergosip ria tetapi tidak ada batang hidungnya sama sekali. Satria pun juga tidak kelihatan.
Mengabaikan tatapan-tatapan lapar dari siswa-siswi yang menatapnya dan memujinya terang-terangan itu. Tatapanya tetap lurus ke depan seolah mereka angin lalu.
Sampainya dikantin, Shaka membeli air mineral dingin untuk membasahi tenggorokannya yang sama sekali belum tersentuh apapun. Ia memang selalu begini. Jarang untuk sekedar sarapan atau meminum air pada pagi hari. Alasannya cuma satu. Malas.
Shaka memberikan selembar uang biru kepada Mpok Nini tanpa meminta kembalian. Lalu ia mendudukan bokongnya disalah satu bangku kantin mengeluarkan headsetnya lalu disumpalnya pada telinganya.
"Hai, beb!" sebuah tangan melingkar di lengannya. Dalam sekali hentak, Shaka menjaga jaraknya lalu menatap Liza tajam.
Bukannya marah, Liza malah mengembangkan senyumannya lalu mengusap-ngusap rambut Shaka tanpa izin. "Udah lama ya, aku gak kayak gini. Pasti aja, setiap mau deketin kamu dayang-dayangnya kamu itu ngehalangin aku. Kesel tau!" rajuknya. Dayang-dayangnya yang dimaksud adalah teman-temannya yang tak lain adalah Chandra, Henry, Satrio, Caka dan Satria. Mereka memang terang-terangan mengusir Liza jika sudah bertindak untuk mendekatinya.
Shaka menepis Liza, beranjak dari duduknya meninggalkan air mineralnya yang baru diminumnya sedikit.
Liza mengeram kesal melihat penolakan yang terus diberikan Shaka. Satu senyum sinis terbit dibibirnya. Lihat apa yang bisa ia lakukan untuk mendapatkan cowok itu.
Shaka menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Liza tadi yang makin hari tak terkontrol. Sangat terobsesi dengannya. Tentu itu bukan suatu pertanda baik. Shaka menebak jika suatu hari nanti Liza akan bertindak lebih parah daripada ini bahkan bisa melukai orang-orang disekitarnya. Shaka akan memikirkan jalan terbaik nya nanti.
"Kak." panggil seseorang dari belakang. Langkah Shaka terhenti, menengok dan mendapati cewek yang pernah menembaknya itu berlari menghampirinya dengan senyuman manisnya.
Satu alis Shaka terangkat. Mau apa lagi?
"Ini, aku bawain roti bakar selai cokelat buat kak Shaka." Savira menyerahkan kotak makan berwarna hijau muda itu.
Shaka menatap Savira dan kotak makan itu bergantian lalu menggeleng. Menolak. Membuat senyum manis Savira berganti sirat kecewa.
"Kenapa, Kak? Ini aku udah buatin susah payah loh?" ucap Savira sedih.
"Gak." hanya itu balasan singkat dari Shaka.
"Yaudah deh, aku buang aja." baru saja Savira ingin membuang kotak makan itu kedalam tong sampah disampingnya, suara nyaring menahan niatannya.
"EEH! JANGAN DIBUANG, SAVIRA!"
Saat mereka menoleh ke sumber suara, ada sosok Salwa yang berlari cepat kearah mereka. Bahkan nafasnya ngos-ngosan seperti dikejar anjing. Savira menatap Salwa yang sedang mengatur nafasnya tepat disampingnya bingung. Berbeda dengan Shaka mengulum senyum jahil tak ketara.
"Lo kenapa, Sal?" tanta Savira bingung.
Salwa mengusap-ngusap dadanya lalu menodongkan tangannya. "Sini bekelnya. Gue aja yang makan daripada dibuang. Mubazir tau!" ragu-ragu Savira menyerahkan kotak makan itu kepada Salwa.
Salwa dengan senang hati menerimanya. "Isinya apa, nih?" Salwa membolak-balik kotak makan itu.
"Eum ... Roti panggang selai cokelat." jawab Savira pelan.
Salwa mengangguk. "Buat gue ya? Nanti gue balikin kok kotak makannya. Oke? Oke dong!"
Savira menggaruk kepalanya tak gatal. Teman seangkatannya ini memang tidak punya malu. Bisa-bisanya bersikap santai seolah tidak menyadari kehadiran Pangeran sekolahnya disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boys Secret [Selesai] ✔
Teen FictionSiapa bilang kalau cowok gak punya rahasia? Start : 16 April 2020 End : 23 Agustus 2020 [Aku gak suka kalau ceritaku dicopas karena itu aku gak pernah copas cerita orang. Jadi, jika ada kesamaan tokoh atau hal-hal yang berkaitan itu bukan unsur dise...