"Kak Satria," panggil Salwa kaget.
Orang yang baru saja ia tabrak itu adalah Satria. Sekujur tubuh Salwa yang sudah basah dan dingin karena disiram air tadi bertambah beku akibat hujaman tatapan intens yang dilayangkan Satria.
"Lo kenapa?" Tanya Satria kalem.
"Aku—" mata Salwa membulat ketika kedua teman Liza berlari menghampirinya. Buru-buru Salwa bersembunyi dibalik punggung Satria. "Kak tolongin aku."
Tentu Satria bingung. Ingin bertanya lebih tapi ia rasa ini bukan waktunya. Jadi ia memutuskan untuk mengikuti alurnya.
"Mau apa?" Satria menatap mereka datar.
"Gue ada perlu sama Salwa." ucap Maura.
Maura malas bertele-tele dan berusaha menarik tangan Salwa dari balik tubuh jangkung Satria tetapi Satria lebih dulu mendorong tubuh Maura kebelakang. Tidak kasar tetapi cukup membuat tubuh Maura terdorong.
"Satria! Lo apa-apaan, sih? Gue gak ada urusan ya sama lo!" bentak Maura.
"Ada. Karena lo ganggu dia." balas Satria dingin.
"Hellow? Buka mata lo, Sat dia itu bukan siapa-siapa lo. Ngapain juga lo belain?" sinis Ra.
"Tanpa alasan."
Maura melipat kedua tangannya didepan dada, menatap Satria mengintimidasi. "Ah, gue tau. Apa jangan-jangan lo suka sama dia? Bukannya lo udah punya pacar, 'kan?"
"Gue gak ada hubungan apa-apa sama Odra." Satria berujar santai.
Entah kenapa, mendengar jawaban Satria Salwa sedikit lega. Walau, kejadian Satria dan Lyodra di Panti Asuhan masih terputar dikepalanya sampai saat ini.
"Alah, gue gak peduli sama namanya. Yang jelas sekarang, kasih tuh, bocah ke gue. Dan urusan kita selesai sampai disini." Maura memberikan negoisasi.
"Yup. Lagipula kita juga gak bakal apa-apain dia kok," timpal Ra.
Salwa menggeleng tidak percaya. Matanya menatap horor kedua manusia setengah Dakjal itu. "Mereka bohong, Kak Sat!" Bisik salwa.
Satria mengangguk. Ia juga tidak bodoh. Satria masih mengingat jelas perkataan Liza yang memberitahunya akan tindakannya untuk menyingkirkan Salwa demi mendapatkan Shaka. Dan mungkin Liza ingin melancarkan aksinya sekarang. Mungkin lebih parah dari korban-korban sebelumnya.
"Gue minta jaminan." ucap Satria.
Tanpa berpikir panjang, Ra mengangguk. Mengiyakan. "Apapun yang lo mau." balasnya.
"Ra, jangan gila!" seru Maura panik.
Pasalnya, Satria bukanlah orang yang patut diremehkan. Dibalik sisi tenangnya, ada berbagai jenis pisau yang siap menikam lawannya.
"Apa mau lo, Sat?" Ra mengabaikan seruan dari temannya.
Berani juga rupanya. Batin Satria.
"Bikin surat pengunduran diri kalian dari Cheers sekarang. Baru gue kasih dia ke lo berdua." ucap Satria.
Telak.
Maura ataupun Ra sama-sama menatap Satria kaget. Mana mungkin demi bocah ingusan macam Salwa mereka harus merelakan Ekskul Cheersnya begitu saja? Tidak. Mereka tidak mau!
Salwa tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya, ia bisa segera bebas dari mereka. Ayo katakan tidak! Seru Salwa didalam hati.
"Ra, gue gak mau ngambil resiko. Cheers itu udah kayak nyawa gue. Gue gak mau ya!" tolak Maura. Ia melangkah mundur.
"Gue juga gak mau tapi Liza gimana? Lo mau kena damprat dia?" tanya Ra gusar.
"Mendingan gue kena damprat daripada ngerelain cheers gue."
"Maura, lo gimana sih? Gak setia kawan banget!"
"Gue gak mau! Kalo lo tetep maksa lo aja sana yang keluar cheers. Gue o to the gah!"
Salwa dan Satria malah jadi saksi bisu perdebatan mereka. Daripada tidak ada ujungnya, Salwa menggoyangkan lengan berniat mengajaknya untuk segera pergi dari sini.
"Mending kita cabut aja yuk, Kak Sat. Biar uler Boa sama uler sanca perang saudara."
Satria menoleh sedikit lalu mengangguk. Kemudian menautkan kelima jarinya disela-sela jemari mungil cewek itu. "Ayo pergi!"
🍭🍭🍭
"Shaka!!" pekik Chandra tiba-tiba. Memukul keras belakang leher Shaka.Shaka pun yang baru mau memakan permen Milkita rasa cokelatnya jadi tidak jadi karena permen itu malah jatuh mengenaskan dilantai koridor akibat ulah temannya itu.
"Eh maapin," Chandra menyengir dan mengambil permen yang masih utuh itu dari lantai lalu meniup-niupnya seolah menghilangkan kotoran yang menempel. "Nih, Ka, belom lima menit."
Shaka memutar bola matanya malas, menggeleng. "Buat lo aja." ucap Shaka.
"Okay mamen!" balas Chandra lalu mengemut permen Milkita itu tanpa rasa jijik. "Eh, temen-temen lo pada kemana dah?"
"Temen gue temen lo juga."
Chandra menyengir. "Lupa gue. Eh iya, lusa udah mulai simulasi UNBK aja. Tapi, sumpah! Gue belom nyicil belajar sama sekali. Menurut lo nih, Ka, gue bisa lulus kagak ya?" Chandra mengambil posisi duduk dibangku panjang koridor. Samping Shaka.
"Tergantung." balas Shaka.
"Ah elo! Kebiasaan kalo dimintain pendapat gak pernah bener." Chandra mencebik sebal.
"Udah tau begitu kenapa masih mau minta pendapat gue?"
"Lah iya ya? Bego lo ah, Ka," Kata Chandra, tertawa ngakak. Shaka hanya bisa memutar bola matanya jengah.
"Cok, cok! Anuan, anu!!"
"Heh? Anuan lo kenapa?" tanya Chandra panik. Pasalnya, tiba-tiba Caka berlari menghampiri seperti dikejar Huntu. Makanya Chandra jadi ikutan panik.
"Bukan anuan itu anjir! Maksud gue si boncel!" seru Caka lagi. Nafasnya masih terengah-engah.
"Oke-oke. Napas dulu bro. Ayo coba tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan perlahan lewat mulut." intruksi Caka seperti mengarahkan Ibu-ibu mau lahiran. Dan bodohnya Caka malah mengikuti intruksi Chandra. "Bagus Bunda, ayo sekali lagi. Lalu tahan nafas ya, setelah itu mulai mengejan."
Tersadar, Caka menabok jidat temannya itu kesal. "Kok gue malah kayak mau beranak, sih? Macam tolol."
"Salah sendiri mau ngikutin gue." Chandra tertawa. Merasa puas mengerjai Caka.
"Sialan lo, Chan! Motong durasi gue aja. Pokoknya ya, pas tadi gue mau ngapelin Bu Mega, gue gak sengaja denger si Lilian—Feni Rose kw lagi ngomongin boncel yang katanya abis dilabrak Liza."
Tubuh Shaka menegang. Apa katanya? Dilabrak?
"Terus gimana, nyet, nasib si boncel?Gak diap-apain, 'kan?" tanya Chandra beruntun.
"Gue gak tau pasti sih, kabar terkininya. Tapi, lo pada tau sendiri deh, gimana Liza kalo ngelabrak orang. Gak jauh-jauh paling si boncel tinggal nama." jawab Caka kelewat santai.
Ctak!
Chandra menyentil bibir Caka. Matanya melotot. "Lo kalo ngomong yang berakhlak dikit dong, Cak. Gimana pun juga si boncel masih satu aliansi sama gue."
"Ck, orang gue becanda doang juga. Sakit nih, bibir gue." Caka mengusap-ngusap bibirnya kesakitan. Tanpa mengucap apa-apa lagi, Shaka bangun dari duduknya dan berlari kecil entah kemana. Chandra dan Caka yang melihat kepergian shaka hanya bisa saling berpandangan.
"Shaka mau kemana, dah?" tanya Caka.
"Kagak tau, aing. Eh, Cak. Gimana kalo kita ikutin?"
"Boleh-boleh. Nyok lah!"
🍭🍭🍭
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boys Secret [Selesai] ✔
Teen FictionSiapa bilang kalau cowok gak punya rahasia? Start : 16 April 2020 End : 23 Agustus 2020 [Aku gak suka kalau ceritaku dicopas karena itu aku gak pernah copas cerita orang. Jadi, jika ada kesamaan tokoh atau hal-hal yang berkaitan itu bukan unsur dise...