🍭🍭🍭
Hari pertama simulasi Ujian Nasional berbasis komputer berjalan dengan baik. Tak jarang dari mereka melepas sedikit bebannya untuk sekedar makan dikantin atau menunaikan ibadah Sholatnya.
Geng ubin masjid yang biasanya enggan beribadah akhirnya diberi hidayah untuk Sholat Dzuhur berjamaah di mushollah sekolahnya. Tak jarang dari guru-guru yang melihat mereka tiba-tiba Sholat berjamaah itu menyindir. Seperti Pak Kubil ini.
"Giliran lagi ujian gini, kalian pada Sholat. Inget Allah." sindir Pak Kubil sembari duduk memakai kaus kakinya dipinggir masjid.
Henry yang baru saja selesai berwudhu mendelik. "Orang ya, kalo ada perubahan yang lebih baik itu dipuji. Ini malah disindir. Astagfirullah. Sungguh, dzalim Bapak satu ini." Ucap Henry memegangi dadanya dramatis.
"Tau, ya. Eh, tapi, Pak. Kalo saya liat-liat nih, ya. Kepala Bapak sehabis kena air wudhu jadi tambah mirip Ang di film Avatar deh. Mengkilap dan ada gemoy-gemoynya gitu. Tinggal dikasih cap panah warna biru-biru aja tuh, ditengah." Caka menimpali.
Lalu mereka tertawa ngakak. Apalagi Chandra, ia tertawa sampai menepuk-nepuk tembok masjid. Shaka dan Satria hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berjalan memasuki Musholla daripada menanggapi teman-teman bobroknya.
"Goblok anjir! Aduh, ngakak ampe ke tulang sum-sum." Satrio memegangi perutnya karena terlalu kuat tertawa.
"Ketawa saja. Gak pa-pa. Tapi jangan salahin saya kalo kalian dapet surat D.O dari sekolah habis ini." ancam Pak Kubil. Tawa mereka berhenti seketika. Mereka langsung memasang wajah horornya.
Henry duduk disamping Pak Kubil sambil mengamit lengannya. Merayu. "Ah, Bapak ini. Pake acara ngancem-ngancem segala. 'Kan kita pren sejati Pak. Tidak baik berkata seperti itu."
"Pren pala bapak kau! Singkirin tangan kamu dari saya. Saya gak mau ada yang salah paham. Nanti disangka saya hombreng lagi sama kamu. Hih! Imit-imit!" Pak Kubil berusaha melepaskan tangan anak muridnya itu tapi Henry malah menyenderkan kepalanya dibahu Pak Kubil seolah mereka sedang bermain sinetron FTV.
"Iki jigi siying simi bipik." balas Henry.
Mengambil kesempitan dalam kesempatan. Caka, Chandra, dan Satrio buru-buru masuk kedalam Musholla menghindari kemurkaan guru BK nya itu. Membiarkan Henry yang menjadi tumbalnya.
"Henry, minggir!"
Henry menggeleng. Kini ia mendusal-dusal kepalanya dibahu Pak Kubil. Kesal, Pak Henry menampar wajah muridnya itu dengan kaus kaki yang belum ia ganti selama seminggu ini ditangannya.
"OMAYGAD! MUKA AQOH!" pekiknya. Henry yang syok, buru-buru menjauhkan diri dan mengusap-ngusap itu wajahnya menghilangkan jejak kaus kaki. "Bau Dakjal."
Pak Kubil tertawa ngakak. "Mamam kau, Marimar."
Henry menatap Pak Kubil cemberut. "Kejamnya dikau, Ferguso."
"Makanya jangan macam-macam. Sana sholat! Awas aja kamu buat ulah lagi,"
"Iya-iya." Henry bangkit dari duduknya. Lalu berjalan memasuki Musholla dengan tampang masamnya. "Dasar bola takraw." cibir Henry pelan tetapi masih dapat didengar Pak Kubil.
"HENRY MULIA!"
🍭🍭🍭
"Ku mendambakanmu mendambakan ku. Bila kau butuh telinga tuk mendengar, bahu tuk bersandar, raga tuk berlindung. Pasti kau temukan aku digaris terdepan. Bertepuk dengan sebelah tangan."Plok-plok.
Suara tepuk tangan menghentikan nyanyian Satrio. Wajah Satrio berubah hangat ketika melihat sang pelaku. Mencabut kedua headset ditelinganya dan mempause lagu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boys Secret [Selesai] ✔
Fiksi RemajaSiapa bilang kalau cowok gak punya rahasia? Start : 16 April 2020 End : 23 Agustus 2020 [Aku gak suka kalau ceritaku dicopas karena itu aku gak pernah copas cerita orang. Jadi, jika ada kesamaan tokoh atau hal-hal yang berkaitan itu bukan unsur dise...