18 - Warteg

4.1K 463 37
                                    

"Eum, makasih Kak Satria udah nganterin aku sampe rumah." ucap Salwa malu-malu.

Satria mengangguk. "Ya." jawabnya.

"Kalau gitu hati-hati ya, Kak. Pelan-pelan aja asal selamat. Kalo ada polisi tidur di rem kalau ada lampu merah berhenti. Kalo—" ucapan Salwa terhenti saat wajah Satria berubah datar dengan segera Salwa tersenyum lebar lalu berpamitan.

Setelah itu, Satria membawa mobilnya pergi dari perkarangan rumahnya. Selepas perginya Satria Salwa berjingkrak-jingkrak kesenangan. Ini pertama kalinya ia pergi berdua dengan Satria. Apalagi bayangan ketika Satria menggenggam jemarinya di warung Ketupat Bu Mimi ya ... Walaupun setelahnya Satria bertindak seperti tidak terjadi apa-apa Salwa tetap senang. Lalu mereka pergi ke THT bersama. Iya benar-benar ke THT dan benar-benar menemaninya cek kesehatan telinganya.

Dengan memasang wajah sumringah ia memasuki halaman rumahnya tetapi matanya tak sengaja melihat Vespa yang sering digunakan Shaka terpakir disana. Mendadak, firasatnya menjadi tidak enak apa jangan-jangan ...

"Nah, itu, dia manusianya." kata Ibunya senang.

Salwa mematung didepan pintunya saat melihat sosok Shaka yang sedang bercengkrama dengan Ibu dan Ayahnya diruang tengah.

"Kenapa bengong aja kayak kambing conge? Sini masuk dong, sayang." suruh Ayahnya—Wira.

Salwa ragu-ragu berjalan menghampiri mereka lalu duduk tepat disamping Shaka. Jika Salwa pikir-pikir kenapa ia seperti perawan yang mau dilamar, sih? Menyebalkan.

Salwa melirik Shaka yang berpenampilan santai. Memakai kaos oblong hitam yang dipadukan dengan jeans hitamnya. Oh, jangan lupakan jam rolex hitam ditangannya.

"Karena Mama mau pergi ke acara pernikahan salah satu rekan bisnis Papa, kamu temenin Shaka makan siang ya diluar, neng? Kebetulan Mama belum sempat masak. Gak pa-pa, kan, kasep?" Ujar Mae.

Shaka mengangguk sopan. "Iya Tante gak pa-pa." jawab Shaka.

"Aku banget nih?" tanya Salwa tak terima. Pasalnya ia baru saja sampai masa disuruh pergi lagi?

"Iya dong. Kasian tau, Shaka daritadi nungguin kamu buat makan siang doang. Atau kamu mau kita makan di acara pernikahan rekan Ayah bersama-sama Shaka?" tawar Wira santai.

Salwa menatap Ayahnya horor sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ogah! Mau di taro mana muka aku, Pa!"

"Nah, makanya kamu gak usah banyak protes. Sekarang, tugas kamu temenin si kasep makan ya. Ditempatnya bagusan dikit jangan di warung Bu Mimi, Neng. Nanti kasep-nya Mama kasian makan ditempat begituan." peringat Mae. Karena ia tau tabiat anaknya, makan dimana saja asal kenyang mengingat kasta Shaka yang lebih tinggi dari mereka Ibunya jadi sangsi Shaka mau makan di warung pinggir jalan begitu.

Salwa mendengus kecil lalu mengangguk. "Iya, iya. Ayo Kak Shaka, kita let's go!"

🍭🍭🍭


"Kak Shaka mau makan dimana?" tanya Salwa sedikit kencang.

"Terserah." jawab Shaka singkat.

Salwa menggaruk kepalanya gatal lalu tatapannya tak sengaja berhenti pada sebuah warteg yang merupakan langganannya juga. Senyum usil terbit dibibirnya.

"Kak, kita makan disana aja yuk?" Salwa menepuk-nepuk bahu Shaka dan menunjukkan tempat yang ja dimaksud. Tanpa ragu Shaka membelokkan motor vespanya lalu memakirnya tepat didepan warteg itu.

Salwa mengangkat kedua alisnya. Ia kira Shaka tidak akan mau. Tapi ya sudahlah, para cacingnya minta diberi makan. Kemudian, Salwa melangkahkan kakinya kedalam warteg itu diikuti Shaka dibelakangnya.

The Boys Secret [Selesai] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang